Curhatan Bunda-bunda PAUD, Ada yang Digaji Rp 100 Ribu

Sabtu, 28 April 2018 – 14:50 WIB
Siswa PAUD lomba mewarnai di acara Pekan Peringatan Hardiknas 2018. Foto: Mesya Mohamad/JPNN.com

jpnn.com - Di tengah kemeriahan Pekan Peringatan Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional) 2018 di Sulut, muncul keluhan dari Bunda-bunda PAUD (pendidikan anak usia dini).

Mesyia Mohamad, Manado

BACA JUGA: Pekan Peringatan Hardiknas Serentak di 34 Provinsi

SEJAK 21-27 April Gedung BP (Badan Pengembangan) PAUD dan Dikmas (Pendidikan Masyarakat) Sulut ramai dengan anak-anak. Mereka berasal dari PAUD di wilayah Kabupaten Mihahasa, Mihasa Utara (Minut), Mihahasa Selatan (Minsel), Kota Bitung, Tomohon, dan Manado.

Ribuan siswa PAUD dan ATS (Anak Tidak Sekolah) bersukacita merayakan Hardiknas dengan gelar seni, donor darah, lomba gerak dan lagu PAUD, mewarnai, show pakaian tradisional, bazar buku murah, nonton film, dan lainnya.

BACA JUGA: Bunda PAUD Pengin Beasiswa Pascasarjana, Divonis 1 Tahun Penjara

Meski usia dini, tapi kemampuan anak-anak ini membuat decak kagum. Mereka bisa tampil sempurna, walaupun ada juga yang gugup. Sementara di balik layar puluhan guru PAUD tampak tegang. Mereka waswas bila anak didiknya lupa dengan apa yang sudah diajarkan.

"Kalau anak-anak tampil saya dan guru-guru PAUD suka tegang. Apalagi kalau lomba, makanya saya suka berdiri dekat anak-anak untuk memberikan semangat," ungkap Pimpinan TK Tumou Tou binaan BP PAUD dan Dikmas Sulut Meity Moniung di sela-sela kegiatan pekan Hardiknas di Manado.

Dia menceritakan suka duka menjadi guru TK. Meity yang berstatus PNS ini awalnya pegawai di Pemprov Sulut. Namun, empat tahun terakhir dipindahkan ke TK Tumou Tou.

TK yang dibentuk 2007 ini awalnya berbentuk PAUD. Kemudian berkembang menjadi TK karena ingin membantu masyarakat sekitar mendapatkan pemdidikan berkualitas.

Sejak berdiri 2007, PAUD Tumou Tou ini memiliki siswa 100 orang. Karena PAUD, banyak orang tua menilai pendidikannya gratis. Begitu ditingkatkan menjadi TK dan ada iuran untuk biaya pendidikan, jumlah siswa pun berkurang menjadi 30 orang.

"Di sini banyak orang tua belum paham, pendidikan pra SD satu tahun itu sangat penting. Dibayangan mereka PAUD hanya tempat main-main, padahal di situlah anak-anak dirangsang otak kiri dan kanannya," terang Meity.

Dari 2007 hingga 2016, guru-guru PAUD/TK Tumou Tou hidup sejahtera. Mereka bisa menikmati gaji Rp 2,8 juta per bulan dari Pemprov Sulut. Namun, saat pengalihan status dari Pemprov Sulut ke pusat, guru-guru PAUD “menangis”.

Mereka hanya dibayar Rp 700 ribu per bulan secara bergilir menunggu iuran siswa terkumpul. Sebab, tidak ada anggaran khusus dari pusat untuk gaji guru PAUD.

Hati Meity menjerit melihat guru-guru PAUD yang merupakan lulusan sarjana ini dibayar murah. Di PAUD/TK Tumou Tou ada 3 guru dan 1 operator sekolah. Walau bergaji kecil, guru-guru PAUD ini rajin membuat laporan untuk dimasukkan ke Dapodik (Data pokok pendidikan).

Dengan satu harapan terselip, data itu bisa menjadi patokan pemerintah untuk melihat kinerja guru PAUD dan kemudian meningkatkan gaji mereka sesuai janji Presiden Joko Widodo.

"Saya terharu melihat semangat pengabdian guru PAUD ini. Selain rajin mendidik anak-anak, kewajiban administrasi juga dijalankan karena berharap janji Pak Jokowi untuk menaikkan gaji guru PAUD bisa direalisasikan," paparnya.

Berbeda lagi dengan pengalaman Conny. Guru PAUD di Minut ini mengaku hanya dibayar Rp 100 ribu per bulan sejak 2007. Namun, Conny tidak pernah berkecil hati karena ingin menyumbangkan ilmu yang diperolehnya untuk anak-anak.

"Berinteraksi dengan anak-anak PAUD itu bikin hati senang. Saya yakin, negara ini bisa maju bila guru PAUDnya juga cerdas," ucap Conny yang lulusan sarjana PAUD.

Di Minut, Minahasa, Minsel rerata gaji guru PAUD Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu. Tak heran mereka berharap ada alokasi gaji untuk guru PAUD sebesar Rp 1 juta.

"Mestinya gaji guru PAUD lebih besar dari dosen karena tanggung jawabnya sangat besar. Dosen mengajari mahasiswa yang sudah jadi sedangkan guru PAUD mulai dari titik nol," tutur Meity.

Hal lain yang dikeluhkan Meity adalah minimnya buka bacaan untuk perpustakaan PAUD/TK. Koleksi buku hanya dibeli sendiri oleh guru-guru. Untuk meminta pada orang tua, pihak sekolah kesulitan karena banyak yang tidak setuju.

Sebagai TK rujukan, Meity pun berharap ada bantuan buku dari pusat. Dengan banyaknya buku, dia yakin minat baca siswa makin tinggi.

"Saya punya impian pojok baca ini bisa jadi perpustakaan TK Tumou Tou. Bukan hanya siswa, orang tua murid bisa memanfaatkan waktunya dengan membaca ketimbang ngerumpi," bebernya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler