Curiga Mistis Kekuasaan jadi Motif Pencurian Koleksi Museum Nasional

Sabtu, 14 September 2013 – 19:19 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI), Mulyana W Kusumah, menduga pelaku pencurian atas empat benda bersejarah peninggalan Kerajaan Mataram Kuno di Museum Nasional, merupakan pemain lama. Mulyana meyakini para pelaku pencurian merupakan sindikat jaringan perdagangan ilegal benda purbakala atau benda cagar budaya yang sudah memiliki rekam jejak di bidangnya.

"Besar kemungkinan para pelaku merupakan kelompok yang sama atau setidak-tidaknya memiliki keterkaitan dengan para pelaku pencurian 75 koleksi Museum Sonobudoyo Yogyakarta, 11 Agustus 2010 yang hingga kini tidak terungkap tuntas oleh Polri," ujarnya di Jakarta, Sabtu (14/9).

BACA JUGA: Kerahkan KRI dan Pasukan Katak untuk Atraksi

Namun, mantan anggota KPU yang kini memimpin lembaga kajian Seven Strategic Studies ini menambahkan, sindikat pelaku pencurian benda peninggalan Mataram kuno itu berbeda dengan kelompok atau organisasi art crime yang mengincar karya-karya Picassso, Salvador Dali, Matisse dan Leonardo da Vinci di negara-negara lain.

Karenanya Mulyana menduga para pelaku melakukan pencurian koleksi Museum Sonobudoyo Yogyakarta dan Museum Nasional untuk memenuhi permintaan lokal. Bahkan, katanya, pencurian itu bukan karena didasari pada nilai bendanya tetapi justru kepercayaan bahwa benda-benda peninggalan era kerajaan itu punya kekuatan mistis. "Ada nilai mistis kekuasaan," sambungnya.  

BACA JUGA: Polri, TNI, BIN Didesak Bentuk Tim Khusus

Oleh sebab itu, Mulyana berharap pemerintah dan Polri menyikapi kejahatan pencurian koleksi Museum Nasional sebagai kejahatan serius terhadap warisan budaya (cultural heritage), bukan justru dipersepsi sebagai victimless crime (kejahatan tanpa korban). Selain itu, lanjutnya, standar pengamanan di museum juga harus ditingkatkan.

Mulyana justru menganggap sanksi pencurian atas benda purbakala sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, tidak "Sanksi pidana dalam UU tersebut rendah. Maksimal 10 tahun, sementara di Amerika Serikat 20 tahun. Dendanya juga relatif kecil, karena maksimal hanya Rp 250 juta," katanya.(gir/jpnn)

BACA JUGA: Jadi Capres Lagi, Wiranto Dianggap Tak Koreksi Diri

BACA ARTIKEL LAINNYA... Manjakan Rakyat dengan Deklarasi Pasangan Capres Lebih Cepat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler