jpnn.com - JAKARTA – Hingga hari ini, 11 Februari 2023, pemerintah belum membuat keputusan terkait nasib 2.421.100 orang tenaga honorer atau non-ASN, apakah jadi dihapus per 28 November 2023.
Namun, dari perkembangan pembahasan untuk mencari formula penyelesaian masalah honorer ini, ada tanda-tanda tidak serta merta dihapus lewat mekanisme Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
BACA JUGA: Sistem Penggajian PPPK Bakal Berubah, Usul Ada Batas Bawah & Maksimal Rp 6 Juta
Pemda menolak jika non-ASN dihapus karena fakta di lapangan menunjukkan bahwa tenaga mereka masih sangat dibutuhkan.
Di sisi lain, pemerintah pusat juga terindikasi keberatan jika 2,4 juta non-ASN itu semuanya diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK.
BACA JUGA: Guru Lulus PG Seleksi PPPK Siap Demo, Ah jadi Ingat Pesan & Janji Politisi Senayan
Banyak pemda juga tidak kuat jika harus menambah anggaran gaji PPPK dalam APBD-nya.
Mari, simak lagi ketentuan di Perpres 98 Tahun 2020 yang mengatur tentang gaji dan tunjangan PPPK.
BACA JUGA: Kritik Pedas Guru Lulus PG Seleksi PPPK untuk Pemerintah, Maaf, Jangan TersinggungÂ
Pasal 4
(1) PPPK yang diangkat untuk melaksanakan tugas jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan tunjangan sesuai dengan tunjangan Pegawai Negeri Sipil pada Instansi Pemerintah tempat PPPK bekerja.
(2) Tunjangan PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. tunjangan keluarga;
b. tunjangan pangan;
c. tunjangan jabatan struktural;
d. tunjangan jabatan fungsional; atau
e. tunjangan lainnya
Pasal 5
(1) Gaji dan Tunjangan bagi PPPK yang bekerja di Instansi Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Gaji dan Tunjangan bagi PPPK yang bekerja di Instansi Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Ketentuan tersebut merujuk pada PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.
Pasal 38 PP 49 Tahun 2018
(1) PPPK diberikan gaji dan tunjangan.
(2) Gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil.
Dengan kata lain, PP 49 Tahun 2018 mengamanatkan gaji dan tunjangan PPPK setara dengan PNS, sebagai sesama ASN. Hanya saja, PPPK tidak mendapatkan pensiunan bulanan.
Gambaran gampangnya, misal untuk PPPK Guru.
Lantaran mereka berijazah S1, begitu diangkat menjadi PPPK guru, mereka mendapatkan gaji pokok golongan IX atau setara IIIa PNS sebesar Rp 2.966.500.
PPPK guru juga mendapatkan Tunjangan Profesi Guru alias TPG yang disesuikan dengan gaji pokok.
Ada juga Tunjangan Kinerja Daerah atau TKD, yang besarannya sesuai kemampuan masing-masing daerah.
PPPK juga mendapatkan berbagai tunjangan, antara lain tunjangan beras, tunjangan fungsional, BPJS Kesehatan, tunjangan jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian (JKM).
Dengan sisa tenaga honorer saat ini mencapai 2,4 juta orang, maka jika seluruhnya diangkat menjadi PPPK, dana APBD dan APBN untuk gaji mereka juga lumayan besar.
Penyelesaian Masalah Honorer Win-Win Solution
Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Sutan Riska Tuanku Kerajaan pernah mengatakan bahwa regulasi yang akan disusun diharapkan menjadi solusi yang menguntungkan kedua belah pihak, yakni pemda dan pusat.
“Kita mencari win-win solution-nya, dan nanti koordinasi dengan kementerian terkait lagi khususnya keuangan yang harus bisa membuat daerah-daerah tidak tertekan untuk pembiayaan masalah non-ASN,” ujar Sutan.
Kabar terbaru datang dari Wakil Ketua Umum APKASI Ahmed Zaki Iskandar.
Dia mengungkapkan dalam pembahasan ada usulan agar gaji PPPK tidak dipatok di angka tertentu. Sebab, kemampuan pemda berbeda-beda.
Jika gaji PPPK diberlakukan seperti dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK, ujar Bang Zaki sapaan akrabnya, tidak semua daerah bisa melaksanakannya.
Oleh karena itu, para kepala daerah mengusulkan agar aturan gajinya diberikan range, ada batas atas dan bawah.
Dengan salary range itu, pemda bisa memilih besaran sesuai kemampuan daerah.
"Jadi, usulan ada salary range karena kemampuan pemda berbeda-beda," kata Bupati Tangerang ini kepada JPNN.com, Jumat (10/2).
Dia menambahkan masalah ini masih akan dibahas lebih lanjut, karena belum ada keputusan final.
Sebelumnya, MenPAN-RB Azwar Anas menyampaikan bahwa ke depan gaji PPPK tidak ditanggung pusat, tetapi ada sharing dengan Pemda.
Oleh karena itu KemenPAN-RB bersama asosiasi pemda duduk bersama membahas masalah penggajian ini.
Menurut Menteri Anas, pemda yang tergabung dalam APKASI, APEKSI, dan APPSI pada dasarnya mampu untuk menggaji PPPK, tetapi tidak ditentukan angkanya misalnya Rp 5 jutaan per bulan.
Ternyata banyak Pemda yang terbebani dengan aturan gaji di dalam Perpres 98/2020.
Asosiasi pemda meminta diberikan salary range, misalnya besarannya Rp 1 juta sampai Rp 6 juta.
Dengan salary range itu, pemda bisa menentukan gaji PPPK sesuai kemampuan APBD-nya.
"Saya sudah mengeluarkan SK untuk asosiasi pemda ini masuk dalam tim untuk membahas dan kemudian melakukan simulasi untuk penggajian PPPK ini," terang MenPAN-RB Azwar Anas.
Dengan masuknya asosiasi pemda dalam tim penyelesaian honorer, Azwar Anas berharap bisa ditemukan formula yang tepat untuk menuntaskan problematika tenaga non-ASN di Indonesia.
Sebab, yang tahu kondisi honorer di daerah adalah para kepala daerahnya sendiri.
Gaji dan Tunjangan PPPK Tak Lagi Setara PNS?
Jika gaji PPPK menggunakan model salary range, misalnya besarannya Rp 1 juta sampai Rp 6 juta seperti usulan asosiasi pemda, maka dipastikan hak pendapatan PPPK tidak lagi setara dengan PNS.
Apabila model salary range itu akhirnya menjadi keputusan final, maka mau tidak mau harus dilakukan revisi PP 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.
Juga terhadap Perpres 98 Tahun 2020 yang mengatur tentang gaji dan tunjangan PPPK.
Lampiran perpres 98 Tahun 2020 sudah detail mengatur gaji PPPK berdasar golongan dan masa kerja. Sama sekali tidak mengatur bahwa gaji PPPK tergantung kemampuan keuangan daerah.
Yang membedakan ialah Tunjangan Kinerja Daerah, yang berbeda daerah satu dengan daerah lainnya.
Misal TKD PPPK di Kabupaten Jember Rp 1,5 juta, Kota Kediri Rp 2 jutaan, DKI Jakarta Rp 7 jutaan, Kabupaten Kuningan Rp 700 ribu.
Persoalan masih rumit andai revisi PP 49 dan Perpres 98 bisa dikebut dan kelar sebelum 28 November 2023.
Apakah otomatis 2,4 juta honorer akan diangkat menjadi PPPK dengan gaji sesuai kemampuan daerah masing-masing?
Apakah segampang itu juga mengubah alokasi anggaran di APBN dan APBD? Karena sudah di ujung tahun?
Apakah aturan salary range itu akan berlaku surut? Apakah PPPK yang sudah bekerja dan menerima gaji berdasar aturan lama rela pendapatannya menyusut? Memang rumit. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu