Daerah Rentan Dicurangi Pusat

Perhitungan Lifting Migas Tak Transparan

Kamis, 04 Februari 2010 – 15:24 WIB
JAKARTA- Para Gubernur daerah penghasil Migas, sepakat bahwa perhitungan lifting minyak dan gas yang dilakukan oleh pemerintah pusat rentan kecuranganHal ini diungkapkan perwakilan Gubernur dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Anggaran DPR RI, Kamis (4/2) di Jakarta.

Gubernur Jawa Timur, Sukarwo mengatakan bahwa pemerintah daerah selama ini tidak pernah dilibatkan dalam perhitungan lifting minyak daerah

BACA JUGA: Pertamina Minta Kelola 24 PSO

Padahal lifting minyak inilah yang akan menjadi acuan perhitungan Dana Bagi Hasil (DBH) bagi daerah.

"Kita hanya menerima apa yang diberikan pemerintah pusat
Tidak pernah dilibatkan dan tidak bisa protes

BACA JUGA: Rumah Pejabat Pertamina Banyak Dikontrakkan

Harusnya ada transparansi, karena ini menyangkut tentang hasil bumi daerah yang diserap," kata Sujarwo.

Gubernur Kalimantan Timur, H Awang Faroek Ishak juga menyampaikan desakan yang sama
Awang menjelaskan bahwa perhitungan DBH kepada daerah didasarkan pada nilai net operating income setelah dikurangi cost recovery dengan berbagai faktor pengurang termasuk jenis pajak (PPh, PPN, PBB dan Pajak Daerah).

"Selama ini daerah hanya menerima angka jadi perhitungan bagi hasil melalui mekanisme lifting dan rekonsiliasi yang dilaksanakan secara berkala

BACA JUGA: Utang PLN Turun, TNI Naik

Hal ini menggambarkan kurang transparannya perhitungan DBH kepada daerah penghasilKarena itu kami kira perlu ada peraturan baru yang mengatur soal lifting ini," kata Awang.

Bukan hanya meminta transparansi, bahkan Gubernur Riau HM Rusli Zainal menegaskan bahwa seharusnya pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mendapatkan data dan informasi dari sumber primer.

"Seperti data produksi lifting migas, data cost recovery, over/under lifting, fee kegiatan hulu migas, PPN dan PBB MigasSaya rasa perlu kiranya pemerintah pusat menerbitkan peraturan pemerintah tentang dana bagi hasil Migas iniSehingga transparansi bisa membuat daerah tidak merasa ada yang disembunyikan," kata Rusli.

Sebenarnya kata Rusli, banyak kebijakan pemerintah dalam hal perhitungan bagi hasil yang merugikan daerahDicontohkannya, pada tahun 2008 Provinsi Riau mengalami kerugian sekitar Rp2,1 Triliun akibat terjadinya capping atau batasan penyaluran pada triwulan III dan IV.

"Seharusnya capping tidak diberlakukan untuk DBH Migas Riau, karena harga minyak mentah dunia baru mencapai US$ 106,74 dan belum melebihi 130 perse sebagaimana dimaksud dalam UU nomor 33 tahun 2004," kata Rusli.

Menyangkut permintaan transparansi Lifting Migas bagi daerah penghasil ini, mendapat dukungan dari Ketua Banggar DPR RI, Harry Azhar Aziz"Memang seharusnya demikian agar pemerintah daerah tahu, berapa hak yang mereka dapatkan," tegasnya.

Harry bahkan akan mengusulkan agar ada ketentuan nantinya yang membenarkan pemerintah daerah bisa langsung mengawasi jumlah lifting Migas mereka"Contoh, seharusnya di setiap sumur Migas di daerah, ada alat perhitungan sendiri milik Pemda yang tidak bisa diganggu oleh pemerintahSeperti meteran listrikJadinya Pemda bisa tahu berapa lifting minyak dan bisa menghitung sendiri berapa penerimaan yang seharusnya mereka dapatkanIni akan kita bicarakan nanti pada pertemuan selanjutnya dengan pemerintah," jelasnya.(afz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertamina Siap Ambil Alih Blok Cepu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler