Daerah Terpencil Jadi Tantangan Atasi Kanker Payudara di Indonesia

Rabu, 21 Agustus 2024 – 22:35 WIB
Waspadai ciri-ciri kanker payudara TNBC. Foto: AMDC

jpnn.com, JAKARTA - Kanker payudara menjadi salah satu ancaman serius bagi kaum hawa di dunia, termasuk Indonesia. Sayangnya, berbagai kendala justru terjadi khususnya bagi mereka yang tinggal di wilayah terpencil dan susah dari fasilitas kesehatan memadai. 

Oleh karenanya, penting meningkatkan kesadaran pengujian HER2 atau Human Epidermal growth factor Receptor 2 Positif dan akses pengobatan merata. Hal ini menjadi kunci untuk meningkatkan prognosis pasien kanker payudara di Indonesia. 

BACA JUGA: Deteksi Dini Kanker Bisa Tekan Tingkat Kematian Pasien

"Dengan dukungan tepat pasien kanker payudara, terutama mereka di daerah terpencil, dapat memperoleh pengobatan yang sesuai kondisi tanpa harus menghadapi hambatan geografis atau finansial," kata Konsultan Hematologi Onkologi Medik (KHOM) Dr. Cospiadi, Rabu (21/8).

Tes HER2-Positif hasilnya dapat menentukan jenis pengobatan apa yang paling efektif untuk diberikan kepada pasien kanker payudara. Status HER2 akan menjadi landasan dokter memberikan terapi lebih tepat dan terbukti meningkatkan harapan hidup. 

BACA JUGA: Waspadai Kanker Payudara pada Kehamilan, Lestari Moerdijat: Deteksi Dini Diperlukan

"Juga mengurangi risiko kekambuhan,” ungkapnya.

Dia mengatakan, diagnosis dan pengobatan kanker payudara subtipe HER2-Positif menghadapi beberapa tantangan di Tanah Air.

BACA JUGA: RS Siloam Targetkan Skrining Kanker Payudara Gratis untuk 50 Ribu Wanita

Hal ini mengingat terbatasnya jumlah laboratorium dengan layanan imunohistokimia dan jenis terapi target yang tersedia, serta kesenjangan akses layanan kesehatan antara wilayah perkotaan dan perdesaan.

“Tes HER2 sudah tersedia dan umumnya dilakukan di departemen patologi anatomi di berbagai rumah sakit besar. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Medan, layanan ini relatif mudah diakses," jelasnya.

Namun demikian, akses tersebut tidak mudah dilakukan di daerah terpencil semisal di Ambon atau NTT (Nusa Tenggara Timur). Seringkali pasien harus mengirimkan sampel ke kota lain yang fasilitasnya lebih lengkap. 

"Ini tentu jadi tantangan tersendiri," imbuhnya.

Dia menjelaskan, sebelumnya kanker payudara hanya diklasifikasikan sebagai HER2-Positif atau HER2-Negatif. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa sekitar 55% kasus kanker payudara termasuk dalam kategori HER2-Low ini. 

Pasien dapat didiagnosis apakah ia memiliki kanker payudara HER2-Low atau lainnya dengan menjalankan Immunohistochemistry (IHC) atau Imunohistokimia (IHK) dan In Situ Hybridization (ISH). Kanker payudara HER2-positif ditandai dengan ekspresi berlebih dari protein HER2, yang mendorong pertumbuhan sel kanker. 

"Kanker ini cenderung lebih agresif dibandingkan jenis kanker payudara lainnya, namun dapat diobati secara efektif dengan terapi target," sebutnya.

Pada umumnya, pasien yang baru didiagnosa dan belum menyebar melakukan pengobatan melalui kemoterapi dan endokrin.

Sebelumnya, tidak ada pengobatan yang secara khusus ditargetkan untuk kanker payudara HER2-Low, tetapi di tahun 2022 FDA menyetujui penggunaan obat trastuzumab deruxtecan, antibody–drug conjugate (ADC) yang bukan hanya menargetkan HER2 positif, namun juga efektif untuk kanker payudara subtype HER2 Low.

“Sekarang, terapi HER2 tidak hanya menggunakan satu jenis obat, tetapi kombinasi dari beberapa obat, seperti Trastuzumab dan Pertuzumab. Terapi ini telah menunjukkan hasil yang lebih baik dalam memperpanjang masa hidup pasien dibandingkan dengan terapi tunggal sebelumnya,” ujarnya.

Prognosis untuk pasien HER2 positif bisa sangat bervariasi. Prinsip dasarnya, jika pasien berada pada stadium awal, maka akan memiliki peluang untuk bebas penyakit lebih tinggi antara 5-10 tahun. Terutama jika pasien mendapatkan terapi yang tepat. 

Namun tidak demikian jika sudah pada posisi kanker stadium lanjut, maka fokus pengobatan akan lebih ke arah paliatif. Dalam hal ini lebih kepada perawatan kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. 

"Di mana tidak lagi mengarah pada penyembuhan penyakit, namun fokusnya akan pengurangan gejala, nyeri, serta stres yang diakibatkan oleh penyakit," tutupnya. (esy/jpnn)


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler