jpnn.com, SURABAYA - Dari fakta hukum yang terungkap dalam sidang, Dahlan Iskan tidak terbukti melakukan korupsi.
Sebaliknya, dari sidang justru terungkap bahwa Dahlan sudah berkorban segalanya untuk menyelamatkan PT PWU Jatim.
BACA JUGA: Refly Harun Nilai Perkara Dahlan Lebih ke Administratif
Hal tersebut dibeberkan jelas dalam pleidoi Dahlan yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya kemarin (13/4).
Dalam sidang tersebut, bukan hanya Dahlan yang menyampaikan pembelaan, tim penasihat hukumnya juga membeberkan fakta sidang yang menyangkal seluruh dakwaan dan tuntutan jaksa.
BACA JUGA: Dahlan: Saya Orang Jatim, Saya Cinta Jatim
Prof Yusril Ihza Mahendra, ketua tim pengacara Dahlan, menyampaikan, dalam penjualan aset PT PWU di Kediri dan Tulungagung, Dahlan tidak terbukti memiliki kesengajaan sebagai tujuan maupun kesadaran untuk menguntungkan siapa pun.
Misalnya, penjualan aset di Kediri. Penjualan aset itu didasarkan pada rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 4 Oktober 2001.
BACA JUGA: Simak nih! Saksi Ahli Jaksa Justru Untungkan Dahlan
Menindaklanjuti hasil rapat tersebut, Dahlan membentuk tim restrukturisasi yang kemudian diganti dengan tim penjualan.
Dahlan juga menerbitkan sistem dan prosedur (SOP) penjualan aset.
Langkah itu ditempuh sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas serta independensi agar tidak ada intervensi, baik dari direksi maupun pihak lain.
’’Kalau mau menguntungkan diri sendiri atau orang lain, tidak perlu menempuh cara seperti itu,’’ ujarnya.
Dahlan juga telah memberikan mandat penugasan kepada Wisnu Wardana (WW) sebagai ketua tim penjualan aset untuk menjual aset dengan berpedoman pada SOP.
Berdasar keterangan ahli Dr Emanuel Sudjatmoko yang pernah dihadirkan dalam sidang sebagai saksi ahli, jika penerima mandat tidak melaksanakan tugas sesuai dengan SOP, tanggung jawab ada pada penerima mandat.
Karena itulah, lanjut Yusril, sangat tidak beralasan menurut hukum bila ada kesalahan yang dilakukan WW sebagai ketua tim penjualan aset, tetapi tanggung jawabnya dibebankan kepada Dahlan. ’’Sebab, kewenangan sudah dilimpahkan melalui mandat,’’ ucapnya.
Begitu pula dengan penjualan aset di Tulungagung. Pada 2002 Gubernur Jatim Imam Utomo pernah meminta pabrik keramik itu ditutup karena terus merugi.
Namun, Dahlan meminta diberi kesempatan untuk menyehatkannya lagi. Upaya menyehatkan itu sempat berhasil. Tetapi, karena ada kenaikan harga BBM, pabrik akhirnya kembali merugi.
Hal itu diperparah demo karyawan yang meminta kenaikan gaji, padahal kondisi keuangan pabrik sedang tidak baik.
Yusril menambahkan, keberadaan pabrik keramik yang terletak di Kelurahan Kenayan itu juga melanggar Perda Nomor 4 Tahun 1997 tentang evaluasi rencana tata ruang.
Kawasan tersebut hanya diperuntukkan kawasan perdagangan serta jasa dan dilarang untuk industri.
Melihat hal tersebut, Dahlan diperintah Gubernur Jatim Imam Utomo sebagai pemegang saham PT PWU untuk menjual pabrik keramik itu.
Alasannya, selain merugi, pemegang saham malu karena pabrik tersebut berada di kawasan yang dilarang perda untuk industri.
Menindaklanjuti perintah gubernur tersebut, bersama pemegang saham, Dahlan melaksanakan RUPS luar biasa (LB). Penjualan aset di Tulungagung itu disetujui RUPS LB.
Dalam surat tuntutannya, jaksa menganggap Dahlan ikut bertanggung jawab atas kesalahan pengelolaan keuangan hasil penjualan yang diterima WW karena tidak disertai bukti pertanggungjawaban.
Misalnya, fee tim penjualan, biaya pesangon karyawan, pembayaran listrik, dan pengosongan rumah dinas.
Terkait dengan tuduhan menguntungkan diri sendiri, lanjut Yusril, rumusan jaksa sangat mengada-ada.
Sebab, sejak awal Dahlan bukan melamar untuk menjadi Dirut, melainkan diminta pemerintah saat itu untuk membantu menyehatkan BUMD.
Dahlan mau menerima permintaan tersebut dengan beberapa syarat. Salah satunya, menolak menerima gaji, tantiem, dan fasilitas-fasilitas lain, termasuk biaya saat kunjungan, baik di dalam maupun luar negeri.
Bukan itu saja. Ketika menjadi Dirut, Dahlan secara sukarela bersedia menjadi personal guarantee di Bank BNI saat PT PWU mengajukan kredit untuk mendirikan pabrik karet.
Dahlan juga rela meminjamkan uang pribadinya Rp 5 miliar untuk pembangunan gedung Jatim Expo.
Dari alur sejarah yang demikian ikhlas dan dihubungkan dengan konsep menguntungkan diri sendiri, kata Yusril, unsur yang diajukan jaksa sangat kontradiktif.
’’Sebab, sejak awal menjadi Dirut, sama sekali tidak memiliki keinginan jahat untuk memperdaya PT PWU, tapi bahkan tekor miliaran rupiah,’’ tegasnya.
Sementara itu, terkait dengan menguntungkan orang lain, dalam hal ini Sam Santoso dari PT Sempulur Adi Mandiri, hal tersebut juga sama sekali tidak terbukti.
Sebab, Dahlan mengenal Sam karena dikenalkan oleh WW di Hotel Mirama. Sejak itu, Dahlan tidak pernah lagi bertemu Sam.
Jika dikaitkan dengan penjualan aset, Dahlan sudah melakukannya sesuai norma. Mulai membuat SOP hingga menunjuk ketua tim penjualan. Tim itu salah satunya bertugas menentukan nilai harga jual.
’’Ketika SOP itu tidak dilakukan atau disalahgunakan oleh WW, apakah perbuatan tersebut dapat dikonstruksikan sebagai perbuatan terdakwa yang dapat menguntungkan orang lain?’’ lanjut Agus Dwiwarsono, anggota pengacara lainnya.
Tuduhan jaksa bahwa Dahlan pernah melakukan kesepakatan dan transaksi jual beli dengan Sam Santoso sebelum lelang juga terpatahkan.
Hal itu sesuai dengan fakta hukum berdasar keterangan saksi dan bukti dokumen.
Misalnya, keterangan Oepojo Sardjono (rekan Sam di PT Sempulur Adi Mandiri). Oepojo menyatakan bahwa Sam sudah lama kenal dengan WW.
Sam juga sering bertemu WW di kantor PT PWU. Bahkan, penawaran dan negosiasi dilakukan Sam dengan WW. Keterangan itu sesuai dengan kesaksian tiga orang lainnya, termasuk WW.
Hal tersebut juga diperkuat bukti dokumen pembayaran pembelian aset berbentuk bilyet giro (BG). BG itu diteken dan diterima WW dari Sam, kemudian diserahkan kepada Direktur Keuangan Soehardi.
Dengan fakta saksi dan dokumen itu, tuduhan Dahlan bersepakat dengan pembeli tidak terbukti.
Adapun tuduhan kesalahan karena tidak mengumumkan penjualan di media massa juga terbantahkan.
Sebab, berdasar pasal 88 Undang-Undang 1/1995 tentang Perseroan Terbatas, pengumuman di media massa dilakukan untuk pengalihan sebagian besar atau seluruh aset perusahaan (sedangkan tanah di Kediri dan Tulungagung hanya sebagian kecil dari aset PWU). Bunyi pasal itu juga selaras dengan pasal 11 ayat 4 dan 5 AD/ART PT PWU.
Dari uraian tersebut, tim pengacara Dahlan menyimpulkan bahwa Dahlan tidak pernah punya niat buruk, baik sengaja mapun tidak sengaja, untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Sebaliknya, Dahlan telah ’’mewakafkan’’ dirinya, baik pikiran, tenaga, waktu, materi, maupun kesehatan, dengan mengesampingkan kepentingan dirinya untuk menyehatkan PT PWU sehingga bisa berkembang sampai sekarang.
’’Karena itulah, kami memohon hakim menerima pembelaan ini dan menyatakan Dahlan tidak bersalah,’’ ujarnya. (atm/bjg/rul/tel)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Guru Besar FH: Saya Yakin Dahlan Iskan Tahu UU PT
Redaktur : Tim Redaksi