jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Erman Rajagukguk menilai, penetapan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan dan Dasep Ahmad selaku Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama sebagai tersangka kasus mobil listrik, kemungkinan karena cara pandang kejaksaan yang terlalu sempit melihat kasus tersebut.
Kejaksaan melihat ada kerugian negara dalam kasus pengembangan mobil listrik yang didanai dari sejumlah perusahaan BUMN.
BACA JUGA: Dahlan dan Dasep jadi Tersangka, Sungguh Aneh
Padahal kasus tersebut sifatnya inovasi, sehingga ketika kurang berhasil, maka tidak dapat langsung disebut sebagai kerugian.
"Jadi teman-teman kejaksaan mungkin menghitung kerugian hanya berdasarkan satu transaksi. Padahal untuk melihat neraca keuangan perseroan terbatas, paling tidak harus berdasarkan transaksi satu tahun. Bisa saja satu dua rugi, tapi transaksi yang lain untung," ujar Erman pada diskusi yang digelar di MMD Initiative, Jalan Dempo, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/3).
BACA JUGA: Inovasi Dikriminalisasi Bikin Ilmuwan Takut
Selain itu, Erman juga menegaskan, aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk perseroan terbatas (PT) tidak termasuk keuangan negara.
Namun keuangan PT sebagai badan hukum, meski sahamnya milik pemerintah pusat maupun daerah.
BACA JUGA: Kasus Dahlan, Pembunuhan Karakter Paling Menyedihkan
Namun sayangnya, aparat hukum belum melihat hal tersebut. Mereka masih berpatokan pada Undang-Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Di mana disebut, keuangan BUMN merupakan keuangan negara. Padahal dalam UU Nomor 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, diatur jika BUMN berbentuk Persero, maka keuangannya bukan keuangan negara.
"Jadi undang-undang keuangan negara saya kira harus dianulir (pasal keuangan BUMN disebut uang negara, red). Di sejumlah negara ini tidak pernah. Saya yakin Dahlan tahu undang-undang PT," pungkas Erman. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rhenald Kasali: Dahlan Rela Masuk Penjara Asalkanâ¦
Redaktur & Reporter : Ken Girsang