Dairoh dan Sophia Pindah Profesi Jadi Pengamen Hingga Pemulung

Sabtu, 17 September 2016 – 08:34 WIB
Ilustrasi. Foto dok JPNN.com


RATUSAN petani bawang merah‎ di Desa Grinting, Kabupaten Brebes menjerit. Alih-alih berharap untung besar, modal melayang karena gagal panen.


Mesya, Brebas

BACA JUGA: Pantang Menyerah, Jualan Ikan Hias, Omzet Rp 50 Juta per Bulan

-------------------------------------------

Dairoh, 34, tertunduk lesu.‎ Keringat bercucuran di wajahnya yang dipermak makeup tebal. Baju ketat dan levis 3/4 menggambarkan perempuan beranak dua ini kurang bohai, hanya dadanya yang membusung.

BACA JUGA: Kisah Hebat Dua Penyandang Disabilitas

Di dadanya ‎dikalungkan tape recorder mini. Dairoh tak sendiri, ada temannya yang mendampinginya. Nopi, teman akrab Dairoh juga berpenampilan seksi. Dairoh dan Nopi rupanya berprofesi sebagai pengamen jalanan.

"Kalau saya tidak bisa nyanyi, yang menyanyi Nopi. Dia suaranya bagus kayak Iis Dahlia. Saya tugasnya bawa tape dan minta recehan," ujarnya saat membuka percakapan dengan JPNN.com.

BACA JUGA: Tugas Ganda Prajurit TNI, Jaga Perbatasan dan Mengajar di Kelas

Perempuan yang hanya mengenyam pendidikan SD ini bercerita, terpaksa mengamen karena kehabisan modal. Sebelumnya, janda dua anak ini mengaku‎ bertani bawang merah.

Modal yang dikeluarkan setiap kali tanam sekitar Rp 20 juta. Namun, modal itu ludes lantaran gagal panen.

"Nggak punya uang lagi. Kalau mau tanam bawang merah, susah. Di sini banyak petani kesusahan, karena semuanya mahal. Bibit, pupuk, obat-obatan mahal, tidak sebanding dengan hasilnya," tuturnya.

Keluarga Iroh, sapaan akrabnya, semuanya menggantungkan hidup di bawang merah. Sayangnya, tanah yang digarap bukan milik sendiri. Mereka hanya sewa kepada tuan tanah. Bagi yang tidak punya modal terpaksa menjadi petani penggarap dan dibayar ketika panen tiba.

"Tapi sekarang banyak pemilik sawah nggak mau menanam bawang. Mahal semuanya, jadi di desa ini banyak yang tidak bercocok tanam," ungkapnya.

Sebagai janda, Dairoh harus berjuang sendiri membesarkan Kholifah, 17, dan Waridin, 9, yang masih sekolah . Di Brebes sebenarnya ada pabrik‎ rokok, namun Iroh enggan masuk ke situ.

Lantaran harus mengeluarkan modal sekira Rp 1,5 juta untuk beli seragam serta kebutuhan lainnya.

"Saya pernah kerja di pabrik rokok, pendapatannya ng‎gak seberapa, modalnya yang besar. Mendingan ngamen saja, modalnya cuma kaki dan suara," ucapnya.

Kisah lainnya diungkapkan Sophia, 33. Perempuan berperawakan gemuk ini sepupunya Iroh. Bedanya, Sophia enggan menjadi‎ pengamen. Di kala tidak ada garapan sawah, keluarganya memilihi hijrah ke Jakarta menjadi pemulung.

Menurut perempuan tiga anak ini, ibu serta suaminya bekerja sebagai pemulung. Hasil yang diperoleh lumayan mencukupi kebutuhan keluarga.

"Yah lumayan lah, buat makan, bayar listrik, dan jajan anak-anak," ujarnya singkat.

Baik Iroh maupun Sophia pernah mengadu nasib di Jakarta, menjadi penjaga warteg maupun asisten rumah tangga. Namun, lagi-lagi kembali ke desa karena lebih cinta keluarga dan kangen menanam bawang merah.

Keduanya berharap, kondisi saat ini berangsur pulih sehingga mereka bisa kembali ke sawah.

"Llhat teman yang nggak panen bisa dapat harga bawang merah Rp 50 ribu per kilo kayaknya gimana gitu. Cuma kan namanya bertani tidak selalu hasilnya panen bagus. Kalau bagus, ya enak dapat untung banyak. Bila‎ gagal panen seperti sekarang, ya kami menangis darah. Pokoe sekarang petani bawang menjerit, rit, rit," tandasnya. (***/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tradisi Unik, Warga di Desa Ini Dilarang Jual Beras


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler