jpnn.com, MALANG - Penerapan PPDB (penerimaan peserta didik baru) sistem zonasi berdampak pada sejumlah sekolah swasta di Kota Malang. Mereka kekurangan siswa baru. Padahal jadwal masuk sekolah tahun ajaran 2019–2020 tinggal dua minggu lagi.
Sejumlah sekolah swasta mengalami penurunan jumlah siswa baru cukup jauh dibandingkan dengan tahun lalu.
BACA JUGA: Ananda Gagal PPDB Jalur Zonasi, tak Daftar ke Swasta karena Ortu tak Mampu
Seperti di SMP Sunan Giri, baru ada 20 siswa yang daftar ulang. Kepala SMP Sunan Giri Sri Yuni menyatakan, khusus tahun ini sebenarnya ingin membuka dua kelas. ”Sama seperti tahun lalu, kalau dua kelas kan maksimal 50 siswa. Ini saja masih 20 siswa yang sudah daftar ulang,” kata dia.
Sri Yuni menambahkan, tahun lalu untuk rombongan belajar (rombel) kelas VII bisa mencapai 43 siswa. Lambatnya keterisian pagu ini, menurut dia, karena peta zonasi berubah. Jika di tahun 2018, dengan kuota zonasi mencapai 60 persen per sekolah SMPN hanya bisa menerima siswa dari dua kelurahan saja. Tahun ini, dalam satu zonasi ada tiga SMPN yang bisa menerima siswa dari enam hingga tujuh kelurahan.
BACA JUGA: Bakar Ijazah, Pelajar Demo Menolak Sistem Zonasi
BACA JUGA: Ananda Gagal PPDB Jalur Zonasi, tak Daftar ke Swasta karena Ortu tak Mampu
Mudahnya siswa antar-kelurahan bisa saling silang mendaftar sekolah ini, tentu saja membuat beberapa sekolah yang saling berimpitan terpaksa menunggu pendaftar sisa PPDB negeri lebih lama.
BACA JUGA: 3 Siswa Kena Diskualifikasi Terkait Manipulasi PPDB Sistem Zonasi
”Misalnya sekolah kami ini kan di kawasan Kelurahan Merjosari, dekat dengan SMP Muhammadiyah 4, SMP Wahid Hasyim, dan digempur SMP Negeri,” ujar Sri.
Bahkan sekolahnya juga tidak jauh dari beberapa MTs. ”Karena zonasi kali ini bisa menyerap banyak siswa antar-kelurahan, akhirnya kan kami tinggal menunggu kesediaan pendaftar bisa ikut masuk ke kami,” jelasnya.
Apalagi, tahun ini kuota per sekolah negeri yang per rombel hanya 32 hinggga 34 siswa, dimaksimalkan menjadi 36.
”Pada akhirnya, kami harus promosi hingga jauh. Kami juga menggratiskan semua seragam hasil urunan para guru yang bersertifikasi dan tidak ada biaya pendaftaran agar siswa ini bisa mendaftar di sini,” kata dia lagi.
Sama halnya dengan SMP Sunan Giri, tak jauh dari sekolah tersebut ada SMP Wahid Hasyim yang baru diisi 105 murid baru. Itu pun, belum mencapai kuota. Kepala SMP Wahid Hasyim Sri Pujiastutik menerangkan, di sekolahnya juga merasakan lambatnya penyerapan siswa. ”Agak lambat, kadang ada yang daftar ulang malah ditinggal karena keterima negeri,” kata dia.
Dia menambahkan, lambatnya serapan siswa di sekitaran kawasan Kecamatan Lowokwaru terkepung banyak sekolah. Sehingga, banyak sekolah berjubelan saling merebut siswa. Misalnya, untuk sekolah negeri saja ada SMPN 4, SMPN 13, SMPN 11, SMPN 18, SMPN 25, dan SMPN 26.
”Sementara swasta, juga dikepung swasta besar yang pagunya besar. Makanya, kami harus membuka pendaftaran hingga pra masuk sekolah pada 15 Juli,” ujarnya.
Pemaksimalan rombel sekolah negeri yang awalnya 32 dan 34 dimaksimalkan menjadi 36 pun juga menambah daya serap SMP swasta kecil terganggu. ”Maka saat ada wacana sekolah baru pun, baiknya dikaji. Lebih baik memaksimalkan pagu swasta dahulu saja. Karena banyak swasta kecil yang butuh hidup,” jelasnya.
BACA JUGA: Cucu Petinggi Unmul Dikabarkan Disiksa pakai Besi dan Kertas yang Dibakar
Sementara, Wakil Dewan Pendidikan Kota Malang (DPKM) Mistaram menyatakan memang nasib swasta perlu perhitungan.
”Dulu pernah ada masukan ke Mendikbud untuk menambah sekolah negeri hingga 30. Namun beliau enggan. Kasihan. Makanya, saat ini dewan pendidikan dan dinas pendidikan akan mencoba mencari saran bersama,” kata dia.
Selain opsi penambahan sekolah baru, ada opsi mergerisasi sekolah yang dianggap kurang siswa. Semisal, jika ada sekolah swasta dalam satu yayasan yang kurang, maka antarsekolah di-merger.
”Sehingga bisa saja mergerisasi itu dinegerikan. Jadi bisa efisien dari segi biaya. Guru dan sarprasnya sudah ada dan pemaksimalan sekolah bisa lebih cepat,” ujarnya.
Sementara, dinas pendidikan masih enggan menanggapi wacana tersebut. Terkait pagu yang belum terpenuhi di sekolah swasta, dari data dinas pendidikan terakhir, ada 55 sekolah dari 77 sekolah yang belum terisi penuh.
Kepala Dinas Pendidikan Dra Zubaidah MM menyatakan sudah mendata sekolah mana saja yang belum terisi penuh. ”Kami terus mengoptimalkan dan menyosialisasikan ke semua masyarakat, harus mau ke swasta juga. Kalau katanya swasta mahal, kami sudah minta kesediaan sekolah swasta bisa menurunkan biaya dan bersedia menggratiskan siswa tidak mampu,” tegas Zubaidah. (san/c1/abm)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ombudsman Sebut PPDB Sistem Zonasi Kurangi Jual Beli Kursi di Sekolah Favorit
Redaktur & Reporter : Soetomo