jpnn.com, BOGOR - Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan pihaknya terus mendalami dugaan manipulasi izin domisili untuk syarat Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB sistem zonasi.
Bima mendapat informasi ada suap dan jual beli izin domisili. Sejumlah nominal harga berkisar Rp 1 juta hingga 10 juta. Namun, Bima tetap membutuhkan bukti dari para pelapor yang masuk melalui media sosialnya itu.
BACA JUGA: Perempuan Pembawa Anjing Masuk Masjid Itu jadi Tersangka Penistaan Agama
“Yang seperti ini sulit dibuktikan. Namun, informasi yang masuk itu ada angkanya. Ada yang bilang Rp 1 juta, Rp 2 juta, ada juga yang bilang ke saya sampai Rp10 juta, informasi itu semuanya japri melalui sosmed. Semua saya sampaikan kami perlu buktinya," kata Bima.
Saat disinggung mengenai calo domisili, Bima tak menampiknya. Karena berdasarkan dugaannya, ada satu orang yang menerima pembayaran kemudian di bagikan ke pihak terkait. “Iya, kemungkinan besar ini ada calonya, calo domisili namanya,” tutur Bima.
BACA JUGA: Soal Anjing Masuk Masjid, DKM Al Munawaroh: Ini Bukan Karena Berlainan Agama
Kini, Pemkot membentuk tim untuk menelusuri laporan masyarakat terkait penyalahgunaan izin domisili tersebut. “Kalau ada nama-nama yang kemudian masuk dan terbukti akan kami sampaikan (rekomendasikan ke Pemprov Jabar) untuk didiskualifikasi,” ujar Bima.
BACA JUGA: Ombudsman Sebut PPDB Sistem Zonasi Kurangi Jual Beli Kursi di Sekolah Favorit
Dia mengungkapkan bahwa sebelumnya pemkot menemukan tiga nama siswa yang terbukti memanipulasi domisilinya. Hal itu menjadi dasar Pemkot Bogor merekomendasikan diskualifikasi pada yang bersangkutan melalui Kantor Cabang Dinas (KCD) Wilayah II Jawa Barat. “Tiga nama ini akan kami rekomendasikan kepada KCD Provinsi untuk didiskualifikasi,” ungkapnya.
Bima menegaskan bahwa temuan dan situasi PPDB melalui jalur zonasi yang ada di Kota Bogor sudah cukup menjadi bukti agar pemerintah pusat mengevaluasi. Sebab ada beberapa alasan yang mendasarinya.
Pertama, tidak sesuai dengan target untuk membangun asas keadilan dalam hal kualitas pendidikan. Yang tercipta justru sebaliknya yaitu kualitas lembaga pendidikan atau sekolah yang justru menurun.
Kedua, menciptakan budaya instan dari anak-anak sehingga malas untuk berusaha tetapi lebih mengejar lobi-lobi instan ataupun indekos di sekitar sekolah. “Ketiga, juga ada praktik-praktik manipulasi karena sistem administrasi kependudukannya masih lemah,” beber Bima.
Selain rekomendasi evaluasi, Bima juga menawarkan formula yang lebih baik dan masuk akal untuk PPDB tahun berikutnya. Saat ini seharusnya fase di mana bobot besar ada pada kompetensi siswa.
Selanjutnya proporsi untuk beberapa poin seperti siswa yang terbatas perekonomiannya, jalur prestasi hingga golongan tertentu seperti Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sering kali pindah tugas. Terakhir baru masuk pada fase zonasi seperti saat ini. “Porsinya seperti itu dulu. Sembari kemudian fokus pada infrastruktur dan kualitas dari SDM bidang pendidikan,” jelas dia.
BACA JUGA: Wali Kota Bogor Bima Arya Bongkar Kecurangan PPDB Sistem Zonasi
Sementara itu, Ketua Wandik Deddy Djumiawan Karyadi menambahkan, selain penangguhan sistem zonasi pada PPDB 2019, ada satu rekomendasi penting.
Yakni pengembalian kewenangan SMA/SMK dari Disdik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat ke Disdik masing-masing daerah. Sebab kondisi pendidikan di masing-masing daerah tidak sama satu dengan yang lain.
“Tolong kembalikan saja SMA ke kota. Karena kan hal-hal seperti ini harus sesuai dengan kondisi riil di kota. Tidak bisa disamaratakan se-Jawa barat. Kota Bogor dan Kabupaten Bogor saja kan permasalahan nya berbeda. Jadi ada sinkronisasi dengan kondisi dan kebutuhan di wilayah,” pungkasnya. (gal/c/radarbogor)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perpres PPDB Sistem Zonasi Ditargetkan Kelar Tahun Ini
Redaktur & Reporter : Adek