jpnn.com - SATU di antara beberapa pertempuran legendaris dalam panggung sejarah perang kemerdekaan Indonesia adalah Palagan Ambarawa, 12-15 Desember 1945. Dipimpin, Jenderal Soedirman (saat itu kolonel berusia 29 tahun), Sekutu sebagai pemenang perang dunia kedua dibuat "bertekuk lutut".
Ternyata, menurut saksi sejarah, palagan itu pecah gara-gara tiga butir peluru ini...
BACA JUGA: Tanggal-tanggal Penting dalam Sejarah Terbentuknya TNI
=======
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
=======
Sekutu menjadikan Ambarawa camp interniran bagi perempuan dan anak-anak Belanda. Pembagiannya;
BACA JUGA: Fakta-fakta Sejarah Di Balik Kelahiran CIA
Gereja Jago (camp 6), Sekolah MULO/Pangudi Luhur (camp 7), bekas tangsi militer Zieken Huis--sekarang kantor Koramil 09/Ambarawa (camp 8), tangsi militer batalyon KNIL Ambarawa--sekarang Kesatrian Yon Kaveleri /Serbu 11 Ambarawa (camp 9), bekas tangsi militer Kavaleri Banyubiru--sekarang Kesatrian Yon Zipur Banyubiru (camp 10), bekas benteng--sekarang Depot Pendidikan Polri (camp 11).
Tiga kali sehari, tentara Gurka patroli ke enam camp interniran Belanda tersebut. Jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 6 sore.
BACA JUGA: Yuk Ah...Mengintip Upacara Bendera Pertama di Pulau Bali
"Pekerjaan ini dikerjakan tiap hari dengan mengendarai sebuah jeep dengan enam orang tentara Gurka bersenjata lengkap," kenang Sarmudji.
Sarmudji mantan BKR, TKR dan TNI Resimen 23 Divisi IV. Pelaku Palagan Ambarawa itu mengisahkan kesaksiannya pada 5 Oktober 2001, saat berusia 79 tahun. Kesaksian Sarmudji termuat sebagai lampiran di penghabisan buku Palagan Ambarawa.
Rebutan Air
Selasa Legi, 20 November 1945. Jam 1 siang, sebuah jeep berhenti di depan Gereja Jago. Enam orang tentara Gurka masuk ke camp interniran. Gurka adalah tentara bayaran Inggris (Sekutu) yang sangat disegani di perang dunia kedua. Berasal dari Nepal dan India.
Sesaat kemudian, mereka keluar diiringi dua orang sinyo Belanda berusia sekira 12 tahun. Berjalan kaki ke arah timur camp, lalu belok ke utara menyusuri jalan di tepi sungai kecil. Mereka berhenti di ujung camp.
Rupanya, mencuplik kesaksian Sarmudji, semenjak datang, gerak-gerik Gurka ini dipantau dan dibuntuti oleh TKR Ambarawa pimpinan Letda Sariaman.
Sariaman ini cukup diandalkan dalam hal kemiliteran. Di zaman Belanda ia ikut KNIL, di zaman Jepang ikut Heiho. Zaman revolusi, masuk TKR. "Namun Sariaman ini memiliki watak jengkelan, dan tidak sabaran," terang Sarmudji.
Jadi, waktu jeep Gurka datang tadi, Sariaman langsung mengisi karaben laras pendeknya dan pergi mengintai. Nguping. Mereka mendengar percakapan sinyo dengan tentara Gurka.
"Sinyo ini menjelaskan kepada Gurka tentang aliran sungai menuju camp yang saat itu tidak mengalir," ungkap Sarmudji.
Air sungai itu tidak mengalir karena petani di belakang komplek tersebut sedang mengairi sawahnya. Untuk sementara waktu, simpangan air ke camp interniran disumbat. Dan bila selesai, sorenya baru dibuka lagi.
Namun tentara Gurka dan sinyo-sinyo itu mana tahu. Bagi mereka ini tindakan kurang ajar. Bergegaslah mereka ke utara hendak membuka sumbatan tersebut. TKR Ambarawa terus membuntuti.
Di pematang sawah terlihat sekolompok petani sedang berehat, makan. Gurka itu meletuskan tiga tembakan ke udara. Para petani itu bubar tunggang langgang. "Tepat Gurka itu melepaskan tembakan tiga kali, segera pula Sariaman membalas tembakan tiga kali," kenang Sarmudji.
Terkejut...enam Gurka itu kabur ke jeepnya dan langsung tancap gas. Sementara dua sinyo tadi terbirit-birit masuk camp interniran. Tiga butir peluru Sariaman pun berbuntut panjang.
Sekutu Ngamuk
Sepuluh menit kemudian, satu unit tank steward meluncur dari markas tentara Sekutu di Kampemen Militer Ambawara. Tank memuntahkan tembakan ke markas Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) di Jl. Tirto Nilo--sekarang Jl. Pemuda.
Sasaran selanjutnya markas TKR di Pangudi Luhur. Kemudian tank balik kanan menuju pertigaan Jl. Kawedanan, sekarang pertigaan Toko Laris. Dan belok kiri menggempur markas TKR di gedung yang kini menjadi Gereja OKI dan SMP Masehi.
Semenjak itu Ambarawa bergolak. Kaum republik dan tentara Sekutu saling jual beli serangan.
Kekuatan Sekutu kian bertambah. 22 November 1945, tentara Sekutu dari Magelang masuk Ambarawa. Disusul pasukan dari Semarang, lima hari kemudian. Ambarawa pun dikuasai Sekutu.
Capit Urang
"Ambarawa harus direbut kembali," tandas Soedirman. "Mengingat jarak kota Ambarawa dengan Yogyakarta, sebagai kota keberadaan Markas Tertinggi Tentara Keamanan Rakyat, yang bila dihitung hanya 95 Km, secara strategi militer sangat berbahaya sekali."
Pernyataan itu disampaikan Soedirman dalam sebuah rapat di rumah Soewito, Carik Desa Klurahan, Selasa Pahing, 11 Desember 1945, malam.
Untuk merebut Ambarawa taktik yang dipakai jurus supit udang, dalam bahasa Jawa capit urang. Yakni, mendorong musuh, tekan sekuatnya, himpit kanan-kiri dan beri jalan selobang jarum untuk mereka lolos.
Menurut Sarmudji, Soedirman yang akan turun tangan langsung memimpin pertempuran ini juga menegaskan, gerakan model ini harus dilakukan serentak bersama-sama. Penting untuk diketahui, saat itu usia Soedirman 29 tahun.
Esok paginya, pukul 04.30 serangan dimulai. Jurus capit urang dimainkan. Setelah empat hari bertempur, 15 Desember 1945 tentara Sekutu terdesak dan mundur ke Semarang. Ambarawa berhasil direbut pasukan republik. (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cerita Pertempuran Laut Pertama yang Dilakoni Angkatan Perang Indonesia
Redaktur : Tim Redaksi