Pandemi virus corona akan mengubah perayaan bulan Ramadan bagi 1,8 miliar umat Muslim di seluruh dunia.

Ramadan tahun ini diperkirakan akan dimulai Jumat besok, 24 April, karena masih menunggu tanggal pastinya.

BACA JUGA: Perintah Terbaru Jenderal Idham Azis untuk Seluruh Anggota Polri

Konsep Ramadan yang identik dengan kegiatan sosial, seperti buka puasa dan shalat tarawih, tidaklah mungkin dilakukan bersama-sama, saat banyak negara sedang menerapkan pembatasan aktivitas warganya. Lahirnya iftar lewat dunia maya

Untuk tetap menjalankan tradisi Ramadan tanpa melanggar imbauan 'lockdown', umat Muslim harus beralih ke jalur online.

BACA JUGA: Kasus Corona di Australia Terus Menurun, Pantai Mulai Dibuka Untuk Umum

Iftar atau buka puasa, misalnya, terpaksa dinikmati hanya bersama keluarga, teman, dan kerabat lewat dunia maya.

"Kami sedang menyiapkan iftar virtual," kata Shakira Hussein, peneliti Pusat Studi Islam Nasional di University of Melbourne, Australia.

BACA JUGA: Pelatih Arema FC Beber Alasan Tak Pulang Kampung di Tengah Pandemi COVID-19

"Saya sendiri sedang berlatih membuat resep yang paling fotogenik untuk Ramadan di Instagram."

Komunitas Ramadan Tent Project di Inggris, setiap tahunnya menyelenggarakan buka puasa bersama di tempat-tempat yang menjadi ikon kota London. Tapi tahun ini, mereka harus tak dapat melakukannya akibat aturan 'lockdown' dari Pemerintah Inggris. Photo: Kegiatan Open Iftar tahun 2019 digelar di sejumlah tempat-tempat yang menjadi ikon kota London, seperti Trafalgar Square. (Ramadan Tent Project)

 

"Kami telah beralih ke cara inovatif untuk melakukan kegiatan tahunan kami," kata Rohma Ahmed, juru bicara Ramadan Tent Project ketika diwawancara ABC.

"Metode online telah membuka akses bagi individu untuk terhubung dengan ratusan orang lainnya untuk berbuka puasa bersama secara virtual."

Rohma mengatakan pihaknya akan menyiarkan adzan Maghrib secara langsung, mengundang para pembicara tamu, dan menyediakan platform melakukan iftar bersama.

"Kami mengimbau orang-orang agar selama physical distancing [menjaga jarak] untuk manfaatkannya sebagai momen refleksi diri, dan membangun kembali keimanan dan ketakwaan, serta rasa kemanusiaan mereka."

Imbauan di tengah pandemi COVID-19 juga berdampak pada pasar malam di daerah Lakemba, yang berjarak 30 menit dari kota Sydney, Australia, yang biasanya digelar selama Ramadan.

Begitu juga dengan nasib pasar malam di bulan Ramadan di negara lainnya, seperti di Indonesia, Malaysia, Brunei dan Singapura, yang harus tutup karena pandemi virus corona.

Awal April lalu Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah melarang mudik, terutama ke tempat-tempat yang sudah ada kasus COVID-19. Kerugian ekonomi di tengah Ramadan Photo: Rika mengatakan restoran milik keluarganya yang sudah berjalan selama 40 tahun akan mengalami penurunan penjualan. (Koleksi pribadi)

 

Menjelang Maghrib, umat Muslim di banyak negara biasanya memadati jalanan untuk membeli makanan.

Namum Menteri Agama RI, Fachrul Razi telah mengimbau warga Indonesia untuk menggelar aktivitas Ramadan di rumah masing-masing, sesuai aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang diterapkan sejumlah pemerintah daerah.

Rika Shears, yang keluarganya memiliki restoran di kawasan Punclut, Jawa Barat, mengatakan peraturan pembatasan jarak dan kegiatan warga akan berdampak pada bisnis keluarganya.

Restoran milik keluarganya, Mumunggang Ibu Mimih, sudah berjalan 40 tahun. Photo: Rumah makan khas Sunda, Mumunggang Ibu Mimih sebelum pandemi virus corona biasanya selalu ramai. (Koleksi pribadi)

 

"Sejak pertengahan Maret, restoran keluarga saya sudah sepi. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya karena restoran ini berlokasi di tempat yang populer" katanya.

"Prediksi saya, kami akan kehilangan 50 persen pendapatan, terutama di bulan Ramadan. Kondisinya sepi dan berbeda sejak aturan diam di rumah."

Mengantisipasi hal tersebut, keluarga Rika berencana untuk mengalihkan penjualan dengan metode 'takeaway' dan 'delivery', yang menurutnya sekaligus membantu layanan jasa kirim.

Sementara itu, Adhi S. Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GPPMI) mengatakan penjualan makanan dan minuman akan merosot di bulan Ramadan tahun ini.

Padahal biasanya, bulan Ramadan justru menjadi bulan yang ditunggu-tunggu produsen, karena meningkatnya jumlah konsumsi.

"Kami memprediksi penurunan penjualan hingga 30 sampai 40 persen, karena tidak ada perayaan. Ini berdampak pada mengurangnya jumlah pembelian." Ramadan di Makkah
Pengalaman spiritual menghabiskan 10 malam terakhir di Ramadan di Makkah dan Madinah.

  Salat Tarawih di rumah

Mufti di Arab Saudi, Sheikh Abdulaziz Al al-Sheikh mengatakan tahun ini Salat Tarawih dan Salat Eid terpaksa harus dilakukan di rumah masing-masing.

Pihak berwenang di Arab Saudi juga telah menunjukkan tanda-tanda kemungkinan tidak akan ada ibadah haji karena pandemi virus corona.

Arab Saudi meminta pihak penyelenggara haji untuk tidak membuat kesepakatan apapun dengan penyedia katering dan hotel.

Jika haji ditiadakan, maka akan menjadi yang pertama kalinya sejak 1932, saat Arab Saudi berdiri sebagai negara.

Negara tetangga Arab Saudi, seperti Uni Emirat Arab, Mesir, Yordania, dan Palestina, di mana terdapat masjid Al Aqsa sebagai tempat tersuci ketiga umat Muslim, juga telah menutup masjid-masjid mereka selama Ramadan. Video: Video: Suasana Kota Tua Yerusalem Menuju Al Aqsa (Indonesian)

 

"Salat Tarawih akan diadakan di rumah karena kemungkinan masjid dibuka kembali setelah krisis virus corona berakhir," kata Mufti Palestina, Sheikh Mohammed Hussein kepada Jerusalem Post.

Di Mesir, masjid-masjid juga dilaporkan akan dibuka jika Menteri Kesehatan di negaranya merasa sudah tidak lagi memiliki kasus virus corona.

Di awal bulan ini, Mesir menjadi salah satu negara pertama yang mengumumkan larangan kegiatan berjamaah akibat pandemi, termasuk di dalam masjid. "Jangan lupakan mereka yang membutuhkan" Photo: Pro-5 Cigadung dari Masjid Al Multazam memiliki program yang unik untuk membantu warga di sekitarnya. (Koleksi Pro-5 Cigadung)

 

Salah satu tujuan berpuasa di bulan Ramadan adalah merasakan apa yang dialami mereka yang miskin dan kurang mampu.

Karenanya, amalan sosial dan berbagi dengan sesama manusia di bulan ini lebih ditingkatkan.

Muhammad Iskandar Umar dari Masjid Al Multazam di kawasan Cigadung, Bandung mengatakan masjidnya akan tetap menjalankan kegiatan amal, sambil mematuhi aturan 'social distancing' yang berlaku.

"Di kompleks kami, lebih dari 200 orang telah kehilangan pekerjaan, kebanyakan adalah buruh harian," katanya.

Ia mengatakan sejak sebelum Ramadan, Masjid Al Multazam telah membagikan kupon makanan kepada mereka yang membutuhkan.

Kupon ini kemudian dapat ditukarkan dengan para pedagang makanan yang berada di depan masjid, sehingga sekaligus membantu penjualan mereka. Photo: Masjid Al Multazam di Cigadung, Bandung memiliki sejumlah program untuk membantu warga di sekitar yang membutuhkan. (Koleksi Pro-5 Cigadung)

 

"Kita merayakan Ramadan di rumah, tanpa melupakan mereka yang membutuhkan," ujar Iskandar, selaku Ketua Program Peduli Sesama (Pro-5) Cigadung.

Di bulan Ramadan Pro-5 Cigadung akan melakukan hal yang serupa, yakni Program Kupon Sembako Warung Tetangga, yang dapat ditukarkan di warung-warung terdekat.

"Tujuannya adalah untuk membantu warga memenuhi kebutuhan hidup, khususnya lansia, sambil tetap menjaga aturan social distancing, dan memberdayakan ekonomi warga," tambah Iskandar.

Sementara kegiatan Ramadan yang biasanya dilakukan di dalam masjid, seperti buka puasa bersama, tarawih dan itikaf ditiadakan. Kajian Islam yang biasanya digelar di Masjid Al Multazam pun sebagian akan dilakukan secara online. Lebih fokus pada keluarga

Rachmi Yulianti, warga Indonesia yang tinggal di Brisbane, Australia mengatakan jika Ramadan tahun ini akan sangat berbeda bagi keluarga dan komunitas Muslim asal Indonesia.

Di tahun-tahun sebelumnya, ia bersama dengan ibu-ibu lainnya membuat jadwal memasak, kemudian makanannya dibawa ke masjid untuk acara berbuka puasa bersama.

"Sedih sekali karena tahun ini kami tidak dapat melakukan itu," katanya Photo: Rachmi Yulianti dan keluarganya akan lebih memfokuskan pada kegiatan di rumah bersama suami dan anak-anaknya. (Koleksi pribadi)

 

Sebagai gantinya, Rachmi dan suaminya berencana membuat sejumlah kegiatan di rumah, agar ketiga anak-anaknya tetap bisa merasakan suasana Ramadan.

"Bersama-sama kami akan membuat dekorasi Ramadan dan Eid, yang biasanya kami beli."

Aktivitas lain yang sudah direncanakan Rachmi untuk anak-anaknya adalah membaca dan menghafalkan surat-surat Al-Quran.

Meski harus beradaptasi dengan perubahan Ramadan akibat pandemi COVID-19, ia mengatakan inti dari Ramadan tetaplah sama.

"Saya masih melihat Ramadan sebagai kesempatan untuk meningkatkan ketakwaan, refleksi diri, dan lebih fokus kepada hal-hal yang betul-betul penting bagi keluarga saya."

Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di dunia lewat situs ABC Indonesia

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tukang Becak Terkejut Ada Seorang Wanita Datang Membawa Sembako

Berita Terkait