jpnn.com, SERANG - Polisi membongkar prostitusi terselubung di rumah toko (ruko) Citra Raya, Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten.
Prostitusi berbalut jasa pijat ini telah beroperasi lima tahun.
BACA JUGA: Ibu DFN dan Anaknya Didatangi Perampok, Diikat, Lalu Terjadilah
Setiap hari, pasangan suami istri (pasutri) berinisial AW (35) dan RW (32), sebagai pengelola prostitusi dapat mengantongi Rp 800 ribu.
“(Panti pijat) sudah lima tahun beroperasi,” ujar PS Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Banten Kompol Herlia Hartarani seperti dilansir dari Radar Banten.
BACA JUGA: Iptu JM Ditabrak-Dilindas Bandar Narkoba, Kombes Hengki: Tim Khusus Sudah Bergerak
AW dan RW dalam mengelola usaha pijat plus-plus ini dibantu oleh seorang karyawan berinisial TF (25).
TF berperan mencari tamu dan mengarahkannya kepada terapis.
BACA JUGA: Tempat Pijat Plus-Plus Menyediakan Perempuan Muda
Herlia mengatakan kegiatan pijat plus-plus ini sempat berhenti beroperasi ketika awal pandemi Covid-19.
Setelah kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dilonggarkan, pijat-pijat plus ini kembali beroperasi.
“Sempat berhenti saat awal-awal pandemi, kemudian beroperasi kembali,” kata Herlia.
Kabid Humas Polda Banten AKBP Shinto Siliton menambahkan, pada penggerebekan Rabu (1/12) lalu, petugas menemukan beberapa perempuan yang memberikan jasa terapis, tamu, dan pengelola panti pijat.
“Ada delapan terapis perempuan yang memberikan layanan hubungan seksual,” ujar Shinto.
Dijelaskan Shinto, jasa terapis dipatok mulai Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu untuk sekali layanan. Dari setiap kali terapis melayani tamu, AW dan RW menerima Rp 100 ribu.
Sementara TF akan menerima komisi dari setiap tamu yang dilayani oleh terapis.
“Motifnya yaitu mencari keuntungan dari para terapis dengan meminta uang kamar Rp 100 ribu per jam yang dikenakan dari tarif pelayanan tiap tamu oleh terapis sebesar Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu,” kata Shinto.
Dia mengungkapkan para terapis yang diamankan itu berasal dari luar Banten. Mereka berusia antara 18 tahun hingga 30 tahun.
“Dari luar Provinsi Banten semua,” ujar alumnus Akpol 1999 tersebut.
Seprai, alat kontrasepsi, tisu bekas pakai, data keuangan hingga buku daftar pelanggan diamankan polisi sebagai barang bukti.
“Minyak untuk pijat juga diamankan sebagai barang bukti,” ungkap Shinto.
Kini, ketiganya telah ditahan di Rutan Mapolda Banten terancam pidana 15 tahun penjara. Mereka disangka melanggar Pasal 2 atau Pasal 10 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Polda Banten tidak mentoleransi terjadinya praktik-praktik pelacuran terselubung di tempat hiburan. Kami akan melakukan tindakan tegas terhadap para pelaku. Jika masyarakat menemukan adanya praktik-praktik pelacuran terselubung di tempat hiburan, bisa memberikan informasi kepada pihak kepolisian baik di 110 atau pada akun media sosial Polda Banten,” katanya.
Sementara AW mengakui telah menjalankan bisnis ilegalnya selama lima tahun. Dia tertarik dengan bisnis tersebut lantaran untung yang dikantongi tidak kecil.
Setiap hari AW dapat mengantongi minimal Rp 800 ribu. “Paling sedikit ada delapan tamu sehari,” ungkapnya kepada wartawan.
AW tidak membantah para terapis tersebut juga memberikan layanan hubungan seksual dengan pelanggannya.
Tarif hubungan i*tim itu di luar sewa kamar dan jasa pijat. Nominal setiap layanan seksual itu tergantung hasil negosiasi antara pelanggan dan terapis.
“Mereka yang punya badan sendiri, jadi mereka yang menentukan (untuk melakukan hubungan b*dan-red), kalau saya tidak memaksa mereka untuk melakukan hubungan b*dan. Itu kemauan mereka sendiri, kami hanya menyediakan jasa pijat,” tutur AW. (fam/nda/radarbanten)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti