jpnn.com, JAKARTA - Polemik seputar impor beras diyakini tidak terlepas dari kurang validnya data jumlah produksi. Pemerintah pun didorong untuk membenahi metode pendataan agar bisa memunculkan angka yang akurat.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyebutkan, kebijakan impor berawal dari data produksi dan konsumsi yang kurang baik. Kementerian Pertanian mengklaim produksi beras nasional tahun lalu di atas kertas surplus 13,81 juta ton. Jika produksi beras berlebih, tak seharusnya harga melambung pada pertengahan tahun.
BACA JUGA: Fahri: Waspada Pak Jokowi, Ada Tikus Mati di Lumbung Padi
’’Andaikan data ini valid, pemerintah tak harus impor untuk mengantisipasi ancaman menipisnya pasokan beras,’’ ujarnya, Kamis (20/9). Dia melanjutkan, hal itu membuat perencanaan kebijakan pemerintah tidak akurat.
’’Jadi, pemerintah sebaiknya perbaiki data lebih dulu. Idealnya, memang data produksi ini harus jadi dasar kebijakan,’’ tegasnya.
BACA JUGA: Rizal Ramli Sebut Enggar Bikin Jokowi Sulit Menang Lagi
Menurut Andreas, saat ini impor beras tak perlu dijadikan polemik yang berkepanjangan. Sebab, hal itu sudah menjadi keputusan pemerintah. Yang perlu dilakukan Bulog adalah melakukan manajemen stok beras impor yang sudah masuk. Berdasar kajiannya, ada potensi terkait produksi karena musim kekeringan. ’’Memang perlu jeli dalam tata kelola pangan,’’ tambahnya. (nis/agf/c18/fal)
BACA JUGA: Buwas Ogah Hadir di Rakor, Begini Respons DPR
BACA ARTIKEL LAINNYA... Moeldoko Koreksi Alasan Buwas soal Impor Beras
Redaktur & Reporter : Soetomo