jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menanggapi ramainya polemik gudang dan beras impor antara Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Dia mempertanyakan, jika Bulog dalam menentukan besaran cadangan pangan pemerintah berdasarkan penyerapan gabah petani, kalau Kemendag dengan apa ya?
“Tapi satu hal yang harus dicatat tebal, sejarah mengajarkan kita bahwa beras sejak era kerajaan hingga era republik bukan hanya sekedar produk pertanian, tapi ia juga stabilisator politik kekuasaan. Beras adalah soal politik dan daya tahan, stamina rakyat dan kekuasaan,” sebut Fahri dalam keterangan tertulisnya Jumat (21/9/2018).
BACA JUGA: Fahri Hamzah: Segera Bayar Tunggakan Uang BPJS Kesehatan
Diketahui, Kepala Bulog Budi Waseso atau yang akrab disapa Buwas menolak impor beras, lantaran gudang penyimpanan sudah penuh.
Buwas bahkan sempat 'menyemprot' Mendag Enggartiasto Lukita lantaran pernyataannya yang menyebut penuhnya gudang untuk menampung beras bukan urusan kementerian yang dipimpinnya.
BACA JUGA: Rizal Ramli Sebut Enggar Bikin Jokowi Sulit Menang Lagi
Ribut-ribut antara Ka Bulog dengan Mendag itu pun sampai ketelinga Presiden Jokowi. Tak ingin gaduh berlepanjangan, Jokowi lantas menginstruksikan Menko Perelonomian Darmin Nasution mendamaikan ke duanya.
Fahri mengatakan, beras tidak hanya komoditas ekonomi tapi juga komoditas politik. Politik kebijakan beras selalu menjadi isu laten jelang pemilu. Ruang abu-abu impor ada karena adanya kewajiban cadangan pangan pemerintah baik pusat maupun daerah. Di sinilah data bermain dan dimainkan.
BACA JUGA: Buwas Ogah Hadir di Rakor, Begini Respons DPR
“Padahal, UU mempersyaratkan impor pangan diizinkan apabila kecukupan produksi nasional dan cadangan pangan pemerintah kurang, Problemnya apakah produksi dan cadangan pangan pemerintah surplus atau minus? Di pihak pemerintah sendiri data tak pernah padu,” kata politisi dari PKS.
Dia heran dengan terjadinya perbedaan antara Kementerian Pertanian (Kementan) dan Bulog dengan Kemendag, menteri yang bertugas menjaga produksi, otoritas yang bertugas sebagai pembeli dari hasil produksi masyarakat, dan menteri yang berdagang. Padahal seharusnya mereka bertugas dengan pertimbangan kepentingan nasional.
“Ini bukan soal angka statistik tapi ini adalah politik ekonomi pangan, dan lebih dari ekonomi politik, pangan dalam hal ini beras membawa pengaruh bagi pertahanan negara. Ketidakpastian beras adalah ketidakpastian stabilitas dan daya tahan nasional. Ini serius,” cetusnya.
Pangan, kata Pimpinan DPR bidang Kokesra itu, berpotensi menjadi ancaman nontradisional dan nonkovensional bagi pertahanan negara, bukan hanya dalam masalah ketersediaan. Tapi juga dalam perang dagang komoditas.
“Karena itu isu impor beras dan mafia impor ini dapat dikategorikan kepada isu keamanan nasional,” ucap Fahri.
Sedang paksaan pembukaan kran impor pangan, masih menurut Fahri, akan membawa kenaikan inflasi, keresahan petani dan runtuhnya kedaulatan pangan.
“Ini menunjukkan rapuhnya kedaulatan nasional akibat bolongnya pertahanan negara nir militer,” katanya lagi.
Oleh karena itu, Fahri mengingatkan supaya jangan main-main soal perut rakyat. Bahkan, dia mengatakan biar pejabat petugas berantem, tetap waspada.
“Mari dorong keterbukaan, ada apa di balik simpang siur ini. Waspada Pak Jokowi, ada tikus mati di lumbung padi,” tutup Fahri yang tak lupa menyampaikan ucapan selamat kepada Kepala Bulog atas keberaniannya. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Moeldoko Koreksi Alasan Buwas soal Impor Beras
Redaktur : Tim Redaksi