jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengingatkan pemerintah untuk segera menetapkan batas waktu dalam merapikan data kematian akibat COVID-19.
Pasalnya, data terkait jumlah korban yang meninggal dunia akibat COVID-19 hingga saat ini masih simpang siur.
BACA JUGA: Omongan Ganjar ini Tegas Banget Soal Pasang Baliho Jelang Pilpres 2024
Yusril menyatakan pandangannya menanggapi penjelasan pemerintah melalui Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mihardi.
Jodi meluruskan pernyataan Menko Marves Luhut Panjaitan terkait data kematian.
BACA JUGA: Wali Kota Minta Ajudan Halangi dan Usir Wartawan, AJI Berang!
Luhut sebelumnya menyebut pemerintah akan menghapus data kematian sebagai indikator penanganan Covid-19, sehingga menimbulkan berbagai kritik.
Jodi Mihardi kemudian mengatakan data kematian tidak dihapus dari indikator asesmen level PPKM, tetapi akan dirapikan karena seringkali tidak akurat.
BACA JUGA: Hijrah dari Ketergantungan Produk Impor, Indonesia Bisa Enggak ya?
Kalau sudah dirapikan, indikator kematian akan diinput lagi dalam menentukan level PPKM.
"Namun, sampai kapan perapian data itu akan dilakukan tidak dijelaskan oleh pemerintah. Padahal, data kematian ini sangat penting," ujar Yusril dalam keterangannya, Kamis (12/8).
Menurut pakar hukum tata negara ini, data kematian akibat Covid-19 bukan sekadar hal teknis sebagai indikator dalam menentukan level PPKM.
Jumlah dan persentase angka kematian di suatu negara akibat Covid-19 adalah juga indikator keseriusan dan kemampuan sebuah negara dalam menangani pandemi dan melindungi rakyatnya.
"Kematian warga dalam jumlah relatif besar dibandingkan dengan angka kematian global akibat pandemi adalah masalah serius terkait langsung dengan amanat konstitusi."
"Salah satu tujuan pembentukan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia," ucapnya.
Yusril juga mengingatkan, bahwa hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan merupakan hak asasi manusia yang dijamin konstitusi.
Karena itu, makin kecil angka kematian akibat Covid-19 ini, akan menjadi indikator keberhasilan negara dalam menangani pandemi.
"Karena itu, pemerintah harus punya tenggat waktu merapikan data kematian ini. Tanpa kejelasan waktu, pemerintah bisa dicurigai ingin menyembunyikan angka yang sesungguhnya."
"Hal ini tidak baik, bukan saja di mata rakyat, tetapi juga di mata dunia internasional," katanya.
Yusril lebih lanjut mengatakan, jika data resmi dari pemerintah tak kunjung muncul, maka yang beredar di publik adalah data tidak resmi yang bisa dibuat siapa saja.
Hal ini justru akan menghambat upaya penanganan pandemi di Indonesia.
"Jika data tidak resmi yang beredar, data itu dengan mudah dimainkan menjadi isu politik yang berdampak luas, baik isu domestik sebagai penggalangan opini untuk menggoyang stabilitas politik dan pemerintahan, maupun isu internasional," katanya.
Sebab, kata Yusril kemudian, angka kematian yang relatif besar dibanding dengan negara-negara lain serta angka kematian global, bisa 'digoreng' sebagai isu pelanggaran HAM berat.
"Kita tidak ingin hal seperti itu terjadi pada negara tercinta ini," pungkas Yusril.(gir/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang