jpnn.com, JAKARTA - Komisi IX DPR meminta pemerintah menyetop dulu rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan, meskipun kebijakan itu kewenangan dari eksekutif. Salah satu alasannya adalah masih berantakannya data kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tersebut.
Ketua Komisi IX DPR Dede Macam Yusuf menyebutkan, masalah JKN ini sudah sejak tahun lalu menjadi pembahasan di DPR.
BACA JUGA: Pak Jokowi, Tolong Mengedepankan Kemaslahatan Rakyat Lewat BPJS
Baik lewat panitia kerja, dibentuknya tim adhoc, hingga dibuatnya buku terkait persoalan di sistem BPJS yang akan segera dilaunching dewan untuk diberikan ke pemerintah.
"Kalau ingin menyelesaikan masalah JKN, ini begitu kira-kira (isi bukunya), opsi kenaikan premi (iuran) bagi kami di DPR itu adalah opsi nomor sembilan atau sepuluh. Bukan sesuatu yang sifatnya mutlak harus dilakukan saat ini," ucap Dede dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk "Iuran BPJS Naik, Bebani Rakyat? di Pressroom Parlemen, Kamis (5/9).
BACA JUGA: Mbak Puan Bilang Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Tinggal Tunggu Perpres
Nah, politikus Partai Demokrat itu menyebutkan, langkah yang perlu dilakukan pemerintah merespons defisit keuangan BPJS Kesehatan adalah validasi data.
Sebab, pihak Kementerian Sosial menyebut ada sekitar 10 juta peserta yang harus dilakukan pembersihan (cleansing). Hal itu karena tidak sinkronnya data PBI (penerima bantuan iuran) dengan data dari Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dikcapil).
BACA JUGA: Iuran BPJS Naik, Moeldoko: Kalau Sehat Murah Orang Jadi Manja
"Ini masih berantakan, artinya masih ada asumsi, jangan-jangan selama ini pemerintah bayar PBI, tetapi tidak tepat sasaran, itu yang pertama," ucap mantan wakil gubernur Jawa Barat itu. Itu belum menyentuh skema pelayanan termasuk obat-obatan.
Dalam rapat terakhir dengan pemerintah, kata Dede, Komisi IX bertahan kalaupun kenaikan tetap dieksekusi, mereka meminta khusus peserta mandiri kelas III ditunda dulu sembari dilakukan pembersihan data.
Sebab, bicara angka kemiskinan pun juga terdapat ketidaksinkronan dengan PBI yang disubsidi APBN.
"Kalau kita perhatikan angka kemiskinan di Indonesia itu konon katanya 10% dari jumlah penduduk, berarti kalau 10% mestinya kta hanya membayar 26 juta orang, tetapi realitanya yang kita bayar adalah 96,8 juta orang. Berarti apakah 96,8 juta ini miskin semua, ini kan jadi catatan," tuturnya.
Dede mengapresiasi kebijakan pemerintah yang sudah baik dengan mensubsidi PBI sebanyak 96,8 juta jiwa itu.
Apalagi bila dinaikkan iurannya dari Rp23.000 menjadi Rp42.000. Namun demikian, Komisi IX meminta pemerintah tetap melakukan perbaikan terlebih dahulu. Mulai pendataan, hingga manajemen temuan-temuan BPKP.
"Baru setelah itu berbicara kenaikan, termasuk pelayanan. Artinya DPR juga memberi ruang untuk pemerintah melakukan perbaikan-perbaikan," tandasnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Meski Diprotes, Puan Maharani Pastikan Kenaikan Iuran BPJS Tetap Jalan
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam