jpnn.com, JAKARTA - Salah satu tema debat capres – wapres terakhirpada 13 April 2019 adalah perindustrian dan perdagangan. Jokowi-Ma’ruf akan berfokus pada upaya menyongsong revolusi industri 4.0. Sementara itu, Prabowo-Sandi bakal menyasar perkembangan industri dan perdagangan melalui reformasi perpajakan.
---------
BACA JUGA: Iwan Fals Membayangkan Debat Terakhir: Gebrak Meja vs Teriak Lawan
JUBIR TKN Jokowi–Ma’ruf (01) Ace Hasan Syadzily menyatakan bahwa revitalisasi industri menjadi sebuah keniscayaan untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Pertama dengan mempercepat pengembangan industri prioritas nasional, terutama industri manufaktur, pangan, energi, dan industri kelautan atau maritim.
Hal itu dilakukan untuk menciptakan nilai tambah, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, serta memperkuat struktur ekonomi menuju kemandirian.
BACA JUGA: Debat Capres Terakhir: Reformasi Fiskal dan Desain Ulang APBN
Langkah selanjutnya, meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri untuk memperkuat industri nasional. Sehingga bisa membuka lapangan kerja lebih luas di dalam negeri. ”Penggunaan komponen atau produk dalam negeri sangat penting agar ekonomi nasional semakin kuat,” katanya.
BACA JUGA: Bawaslu Pastikan Video Viral Surat Suara Tercoblos di Malaysia Bukan Hoaks
BACA JUGA: Debat Capres Terakhir: Poin Penting yang Akan Disampaikan Jokowi dan Prabowo
Ketua DPP Partai Golkar itu menambahkan, Jokowi akan mengembangkan sentra-sentra inovasi dengan peningkatan anggaran riset untuk mendorong inovasi teknologi dan revitalisasi science technopark. Badan riset nasional juga akan dibentuk agar hasil penelitian bisa bermanfaat untuk masyarakat.
Jokowi, lanjut Ace, juga akan meneruskan revitalisasi dan pembangunan sarana dan prasarana logistik domestik serta internasional seperti pelabuhan dan gudang. ”Agar biaya logistik dapat bersaing dengan memanfaatkan kemajuan digital,” papar legislator asal Jawa Barat itu.
Di kubu Prabowo-Sandi, upaya mengembangkan sektor industri dan perdagangan akan dilakukan melalui reformasi perpajakan. Salah satunya dengan menjadikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai lembaga otonom.
”Pemisahan DJP dari Kementerian Keuangan akan memberikan dampak besar pada penerimaan pajak. Termasuk pemotongan tarif pajak untuk badan dan pribadi,” kata anggota Tim Ekonomi, Penelitian, dan Pengembangan BPN Prabowo-Sandi (02) Harryadin Mahardika.
Dalam catatannya, Indonesia hanya memiliki 44 ribu pegawai di DJP. Sedangkan DJP kesulitan untuk merekrut pegawai secara mandiri karena masih berada di bawah Kementerian Keuangan. ”Jumlah itu termasuk rendah di ASEAN. Idealnya, Indonesia punya 150 ribu,” tutur Harryadin.
Di sektor perdagangan, Harryadin menilai kondisi saat ini menunjukkan lesunya sektor ritel. Hal itu disebabkan kurangnya kepedulian pemerintah di bidang tersebut. ”Kami melihat tidak ada reward perekonomian. Angka konsumsi turun. Uang masyarakat tersedot untuk infrastruktur dan lain-lain,” kata dia.
BACA JUGA: Ketemu Jubir Prabowo di Rumah Makan Sambalado, Ketua KPU Kota Pariaman Dipecat
Hal itu, tambah Harryadin, berbeda dengan saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Perputaran uang di masyarakat besar, yang berimbas pada konsumsi yang tinggi. Alhasil, sektor ritel pun lebih bergairah daripada masa kini.
”Intinya, masyarakat harus punya daya beli. Kami ingin mengembalikan program BLT (bantuan langsung tunai, Red),” ujarnya. (lum/bay/c9/fat)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Inilah Para Calon Panelis Debat Terakhir Capres 13 April
Redaktur & Reporter : Soetomo