Debat Cawapres Dinilai Belum Menunjukkan Pemahaman Kandidat Terhadap Isu Krisis Iklim

Senin, 22 Januari 2024 – 22:37 WIB
Muhaimin Iskandar (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka di atas panggung Debat Cawapres Pemilu 2024 di Gedung JCC, Jakarta, Minggu (21/1). Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Para calon wakil presiden dalam debat keempat yang digelar pada Minggu (21/1) dinilai belum menunjukkan keseriusan dan kebijakan mereka dalam isu krisis iklim karena masih terjebak dalam gimmick-gimmick politik.

Ajang debat kemarin terlihat seru sebagai tontonan, namun minim substansi, padahal pemilih muda sangat antusias menunggu sesi debat ini.

BACA JUGA: Sudah Dilarang, Gibran Tetap Bertanya Istilah Asing kepada Mahfud, Lalu Kena Tegur

Hal tersebut menjadi pembahasan dalam nonton bareng debat cawapres kerja sama GenZ Memilih, Pilahpilih.id dan Bijak Memilih yang dihadiri secara langsung dan online oleh ratusan pemilih muda dan pemerhati lingkungan.

Rika Novayanti dari PilahPilih.id mengatakan percakapan yang ada dalam debat lebih nampak antara penguatan kebijakan dan pemberian insentif kepada investor.

BACA JUGA: Tampil Memukau, Mahfud Layak Dinobatkan sebagai Pemenang Debat Cawapres

Namun, para calon wakil presiden menurutnya juga belum bisa memunculkan hubungan antara perubahan iklim dengan hal-hal lain.

Padahal krisis iklim akan berdampak pada segala lini kehidupan.

BACA JUGA: Pakar Ini Bedakan Level Cak Imin & Mahfud dengan Gibran, Ada Istilah Karbitan

“Mereka lupa soal efisiensi, padahal nggak bisa transisi energi tanpa efisiensi. Mindset baterai dilihat sebagai renewable dan sustainable energy padahal itu cuma tempat penyimpanan. Listriknya dari mana? Manajemen industrinya bagaimana? Pelibatan masyarakat lokal terhadap proyek tersebut bagaimana? Karena hal yang paling mahal dari transisi adalah konflik,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik UI, Hurriyah mengatakan topik yang terlihat dalam debat justru menunjukkan persoalan serius pada reformasi agraria yang menyimpang dari tujuan awalnya.

Mereka juga mengakui bahwa reforma agraria memiliki harga yang harus ditanggung masyarakat, juga kerusakan lingkungan.

“Dan konflik yang memperlihatkan negara sedang bergandengan tangan dengan oligarki, dengan para pengusaha untuk menghadapi masyarakat. Dan negara ketika berkonflik dengan masyarakat menggunakan aparatur negara, keterlibatan militer dalam kasus konflik agraria seperti di Rempang dan Wadas, itu hal yang terjadi tapi masalah itu yang nggak banyak digali oleh para kandidat,” katanya.

Untuk itu menurut Hurriyah pertanyaan selanjutnya adalah apakah nantinya pemimpin yang terpilih akan melanjutkan ideologi pembangunan yang dalam prakteknya sangat eksploitatif dan destruktif.

“Cek lagi visi-misi program di masing-masing kandidat dan rekam jejak para kandidat, itu yang harus kita lakukan. Kenapa itu jadi penting, karena dalam prakteknya ketika seorang pemimpin terpilih penguasa itu bergandengan tangan dengan oligarki dan ada yang serius dalam menghadapi oligarki,” katanya.

Temuan di survei pilahpilih.id juga menunjukkan bahwa 87% pemilih muda merasa bahwa isu lingkungan belum cukup dibahas secara mendalam di berbagai diskusi politik menjelang pemilihan umum.(chi/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler