Dede: BIN dan BAIS Juga Minta Bebas Visa Dievaluasi

Sabtu, 24 Desember 2016 – 11:42 WIB
Tenaga kerja asal Tiongkok. Ilustrasi Foto: Rakyat Kalbar/dok.JPNN.com

jpnn.com - JPNN.com - Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengaku sudah berkomunikasi dengan jajaran Badan Intelijen Negara (BIN) maupun BAIS.

Menurut Dede, dua lembaga telik sandi itu juga meminta kebijakan bebas visa ditinjau ulang.

BACA JUGA: Diserbu Pekerja Asing, Daerah Perketat Perizinan

Ini disampaikan Dede saat menjadi pembicara dalam dikusi bertajuk Di Balik Serbuan Warga Asing, di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (24/12).

Dede mengatakan, kebijakan itu memicu masuknya tenaga kerja asing (TKA) ilegal.

BACA JUGA: Penjelasan Presiden soal Isu 10 Juta TKA asal Tiongkok

"Bebas visa juga meransang orang asing yang masuk. Kami sudah rekomendasikan bentuk satgas agar kemenaker bisa kerja sama dengan imigrasi, polri. Termasuk BIN, BAIS, mengatakan terbukanya pintu ini harus ditinjau ulang," kata Dede.

Adanya serbuan TKA sudah terpantau sejak Januari 2016. Nah, Komisi IX DPR sesuai fungsi pengawasan sudah menyampaikan masalah ini kepada mitra kerjanya di pemerintah.

"Kami minta agar diperhatikan betul. Sampai-sampai kami buat Panja TKA, sudah lakukan kunjungan, inspeksi mendadak. Dan kami menemukan kesimpulan bahwa masalah TKA memang mengkhawatirkan," kata Politikus Demokrat itu.

Dari pendalaman di Panja TKA setidaknya bisa disimpulkan bahwa banyaknya TKA, termasuk yang ilegal dipicu oleh paket investasi asing, salah satunya Tiongkok. Sebab, kontrak mereka sampai pada penggunaan tenaga kerja sendiri yang dibawa dari negaranya.

Sementara, pengawasan oleh pemerintah menurutnya sangat minim karena keterbatasan personel.

"Kami sudah rekomendasikan perbanyak personil pengawas, karena di daerah sangat sedikit," tukas Dede.

Yang perlu menjadi perhatian pemerintah adalah soal kebijakan negara RRT, mendorong warganya mencari pekerjaan di negara lain, salah satunya Indonesia melalui paket investasi.

Dia juga meminta pemerintah segera mendata berapa banyak TKA ilegal. Sebab, sampai sekarang belum ada data resmi yang dimiliki pemerintah. Sementara, keberadaan mereka di berbagai daerah telah meresahkan.

"Sekarang kita tidak punya data TKA ilegal. Kami juga masih terus telusuri," pungkasnya.(fat/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler