jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah mengatakan peran Presiden Jokowi dalam politik saat ini memang luar biasa.
Menurut Dedi, Jokowi pandai mengatur segala hal agar tercapai maksudnya dan lalu berkilah, berdalih dengan berbagai alasan untuk berbagai peran yang dilakukannya tersebut.
BACA JUGA: Soroti Netralitas Aparat pada Pemilu 2024, Pengamat: Presiden Jokowi Harus Tegas
“Jokowi memiliki keahlian membangun opini pembelaan, meskipun dia dalam posisi yang keliru, tetapi mahir memutar situasi justru menjadi benar,” ujar Dedi Kurnia Syah pada wartawan di Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Besarnya pengaruh dan kuasa Presiden Jokowi bahkan membuat Prabowo kehilangan sikap kesatrianya.
BACA JUGA: Anwar Usman Dicopot Jadi Ketua MK, Ketua KPU Sebut Gibran bin Jokowi Tetap Bacawapres
“Memprihatinkannya, Prabowo yang seharusnya menjadi kesatria justru terlibat dalam tindakan nepotis ini,” ujar Dedi.
Dedi menilai pengabaian aturan hukum oleh kelompok orang dalam lingkaran Jokowi adalah karena mereka disokong presiden.
BACA JUGA: Tanggapi Omongan Jokowi, Hasto Bicara Akal Sehat dan Nurani
Dengan demikian, kata dia, kepercayaan diri mereka akan terus tumbuh meskipun secara kasat mata lakukan pelanggaran konstitusional dan juga etika.
Dia menyebut bukan cuma perkara intervensi putusan MK saja, namun Presiden juga membiarkan anak buahnya terlibat kampanye politik. Padahal jelas-jelas dia menginstruksikan agar pejabat bersikap netral.
”Dengan adanya anggota kabinet, Raja Juli Antoni, Bahlil Lahadalia, Budi Arie, dan lainnya dalam aktivitas kampanye Gibran, itu sudah jelas bahwa Presiden menjadi sumber masalah,” tegas Dedi.
Berat kepentingan presiden di atas segalanya, sulit untuk berharap dia bersikap negarawan, memastikan kestabilan hukum dan politik di Indonesia.
Dedi juga mencontohkan orang-orang dekat Jokowi tersebut yakni Anwar Usman yang justru melawan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang mencopotnya dari jabatan Ketua MK.
Menurut Dedi, sikap mantan Ketua MK Anwar Usman karena merasa percaya diri disokong Jokowi.
Sebelumnya, dalam konferensi pers, Anwar Usman dengan santai mengaku tak berdosa setelah melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi, karena terbukti membiarkan Mahkamah Konstitusi (MK) diintervensi pihak luar dalam memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Merendahkan
Direktur RISE Institute Anang Zubaidy menilai pernyataan hakim konstitusi Anwar Usman dalam merespons putusan MKMK justru merendahkan martabat dan citranya sebagai hakim.
"Artinya bentuk pembelaan diri yang disampaikan Anwar Usman itu bentuk pembelaan diri yang tidak perlu. Yang menurut hemat saya justru merendahkan citra dan martabat beliau," tambahnya.
Pembelaan tersebut dinilai Anang sebagai pernyataan tidak pas karena pelanggaran etik berat yang dilakukan Anwar Usman sudah terbukti dalam sidang MKMK.
"Itu kan pelanggaran berat. Kalau kemudian yang bersangkutan itu masih menganggap dirinya sebagai korban itu kan kurang pas, playing victim,” ujar Dosen Hukum Tata Negara FH UII Yogyakarta itu.
Menurut Anang, pernyataan Anwar Usman sebagai korban fitnah tidak sesuai fakta. Anwar Usman diketahui pernah mengenalkan diri sebagai Ketua MK dan bagian dari keluarga Jokowi.
"Itu seolah menunjukkan 'saya sebagai bagian dari keluarga istana' yang butuh rekognisi dari pihak lain," ungkapnya.
Menurutnya frasa fitnah yang digunakan Anwar Usman juga tidak pas. Karena pelanggaran etik berat Anwar Usman sudah dibuktikan MKMK.
“Kan kata fitnah itu harus dibuktikan kebenarannya. Mekanisme pembuktian itu ada di persidangan MKMK," ujar Anang.
Anang juga menyebut putusan MKMK memang tidak sesuai harapan publik yang menghendaki Anwar Usman dicopot sebagai hakim konstitusi.
"Saya pribadi juga kecewa dengan putusan MKMK, tapi itu kan sudah menjadi fakta hukum. Ya sudah kita terima. Masyarakat, saya berharap tidak terlalu memperpanjang masalah ini. Cukup kita fokus pada bagaimana mengawasi MK ke depan, supaya MK tetap bisa menjaga martabatnya," pungkas Anang.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari