Dek Rema, Rerata Setiap Hari Ada Tambahan 15 Janda

Selasa, 07 Februari 2017 – 20:52 WIB
Ilustrasi. Foto: dok/JPG

jpnn.com - jpnn.com - Kasus perceraian di Bangkalan, Jawa Timur menunjukkan angka tinggi. Berdasar data pengadilan agama (PA) di salah satu kabupaten di Pulau Madura itu, permohonan cerai dalam sebulan mencapai ratusan.

Sebagaimana diberitakan Jawa Pos Radar Mojokerto, Selasa (7/2), pada 2016 saja jumlah perceraian di Bangkalan mencapai 1.312. Perinciannya, 570 kasus cerai talak dan 742 gugat cerai.

BACA JUGA: Kisah Mahasiswi Nikah Siri dengan Kakak Tingkat

Karenanya jika dirata-rata maka dalam sehari ada 15 kasus perceraian. Dengan kata lain, setiap hari ada janda dan duda baru. Bahkan, angkanya bisa lebih.

Humas PA Bangkalan Abdul Majid mengatakan, tingginya angka perceraian disebabkan banyak faktor. Misalnya, perempuan minta cerai lantaran ditinggal suami terlalu lama.

BACA JUGA: Tetap Sayang Hasil Pembuahan Tetangga

Tahun lalu perceraian yang disebabkan faktor ekonomi mencapai 318 kasus. Sedangkan 676 kasus disebabkan tidak adanya keharmonisan.

Selain itu ada 318 kasus karena tidak adanya tanggung jawab suami dalam rumah tangga. Namun, ada juga penyebab yang tak kalah menggelikan soal penyebab perceraian. Yakni permasalahan keluarga berawal dari media sosial (medsos).

BACA JUGA: 14 Tahun Terbongkar, 3 Anak Itu Pembuahan Tetangga

”Salah satunya dilatarbelakangi ketidakharmonisan dalam membina rumah tangga. Pemicu yang paling sering karena media sosial. Masih banyak faktor lain yang mengakibatkan perceraian,” ujarnya.

Majid menjelaskan, hubungan terlarang sangat mudah terjalin melalui saluran dunia maya. Kecemburuan salah seorang pihak bisa memicu keinginan untuk memecah keutuhan mahligai rumah tangga.

”Teknologi terus berkembang. Seperti halnya HP (handphone, red). Sifatnya alat komunikasi pribadi yang tidak bisa diawasi terus-menerus sehingga sering muncul kecurigaan antar-kedua pihak. Apalagi diberi password yang ribet,” paparnya.

Tingginya kasus perceraian juga disebabkan ketidakmatangan usia perkawinan. Karena itu, kesiapan untuk membina keluarga harus menjadi perhatian keluarga. Komitmen untuk bersanding harus dimusyawarahkan sebelum mengikat ijab kabul.

Dalam kasus yang dia tangani selama ini, usia termohon dan pemohon penceraian tergolong muda. Untuk kelompok pria rata-rata masih berumur 25–30 tahun. Sedangkan pihak perempuan berada di kisaran umur 20–25.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sudah jelas mengatur umur minimal calon mempelai perempuan adalah tahun. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah berumur 19 tahun. ”Di bawah itu masuk kategori nikah dini,” ujarnya.

Majid menjelaskan, menikah bukan hubungan seperti pacaran. Kedua pihak harus benar-benar matang. Kalau pacaran, kata dia, ada masalah sedikit bisa putus hubungan tanpa harus repot mengurus administrasi.

Karenanya Majid mengatakan, komunikasi dengan pasangan harus dipererat, termasuk memberi tahu ke pasangan tentang pihak yang diajak berkomunikasi. “Agar tidak muncul kecurigaan,” tegasnya.(c7/luq/jpg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Karma Datang di Hari Tua, Sungguh Menyedihkan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler