jpnn.com - JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Nasional Disabilitas (KND) Deka Kurniawan mendorong semua elemen masyarakat tak mengasihani penyandang disabilitas hingga memberikan previlige yang justru membatasi hak mereka.
Menurut Deka, saat ini hukum internasional telah menjadikan paradigma terhadap disabilitas berubah, dari sebelumnya charity base atau berbasis belas kasih menjadi right base, yaitu pemenuhan hak.
BACA JUGA: Peruri Dukung Pertumbuhan Ekonomi Inklusif Bagi Penyandang Disabilitas
Deka menjelaskan paradigma charity membuat penyandang disabilitas seakan-akan sosok tidak berdaya.
“Tidak mampu, sehingga diberikan previlage, tetapi justru merugikan, enggak boleh ngapa-ngapain, enggak boleh dikasih kesempatan karena memandang disabilitas, padahal, punya hak yang sama,” papar Deka dalam seminar “Kita Inklusi, Kita Berprestasi” yang diselenggarakan Universitas Trilogi, Jakarta, berkolaborasi dengan Jurnalis Kreatif dan lembaga riset IDP-LP di Atrium Universitas Trilogi, Jakarta, Rabu (11/9).
BACA JUGA: Bejat, Kakek AR Cabuli Penyandang Disabilitas hingga Hamil dan Melahirkan
Deka di hadapan sekitar 800 mahasiswa baru Universitas Trilogi, yang mengikuti seminar itu menekankan bahwa charity base berdasarkan belas kasih dan kemampuan.
Sebaliknya, lanjut dia, right base mewajibkan pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam kondisi apa pun.
BACA JUGA: 6 Penyandang Disabilitas Mendaftar CPNS 2024 di Lingkup Pemprov Kepulauan Riau
“Kalau charity base itu bisa membantu, ya, membantu. Sama kayak sedekah, kalau kita punya uang bisa sedekah, itu charity base. Akan tetapi, kalau right base, kita punya uang, kita enggak punya uang, kita mampu atau enggak mampu, kita harus memberikan apa yang menjadi haknya," katanya.
"Harus disediakan apa yang menjadi kebutuhannya. Harus diatasi apa yang menjadi hambatan dan kendalanya,” tambahnya.
Pria yang sempat menjadi jurnalis dan aktif sebagai founder Rumah Autis di 2004, itu mengatakan bahwa di lingkungan pendidikan, sejumlah aspek harus terpenuhi.
Menurut dia, poin-poin yang harus dicatat, baik oleh kampus maupun mahasiswa, nomor satu adalah berkaitan dengan regulasi.
Dia menambahkan kampus harus membuat kebijakan-kebijakan, termasuk program anggaran, yang bisa betul-betul memenuhi hak penyandang disabilitas.
Deka pun berharap para mahasiswa menjadi “agent of change” yang dapat memunculkan awareness masyarakat terhadap disabilitas.
Wakil Rektor Bidang Pembelajaran dan Kemahasiswaan Universitas Trilogi Jakarta, Dr. Anies Lastiati, MHRM., M.Ed. St., CA. menyambut baik penyelenggaraan seminar mengangkat isu inklusi di dunia pendidikan.
Menurut dia, kegiatan ini menunjukkan kepedulian atas pemenuhan hak disabilitas di lingkungan pendidikan, khususnya Universitas Trilogi.
Diketahui sejak beberapa tahun terakhir, universitas telah menerima mahasiswa disabilitas sebagai peserta didik.
Sementara, Bachtiar, perwakilan Jurnalis Kreatif, berharap kegiatan serupa dapat dilakukan di berbagai lingkungan akademis lainnya, baik di tingkatan pendidikan tinggi ataupun tingkat sekolah.
Dia berharap kesadaran yang muncul di lingkungan pendidikan dapat menular ke berbagai aspek di masyarakat.
"Sehingga semua pihak menyadari pemenuhan hak disabilitas dan pentingnya inklusi untuk membuat Indonesia sebagai negara maju yang tangguh, dengan sumber daya manusia hebat dan menghargai satu sama lain atas dasar kesetaraan," papar Bachtiar. (*/boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi