jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menilai perubahan nama organisasi Front Pembela Islam (FPI) tanpa ada pendaftaran, maka ini tetap bertentangan dengan undang-undang dan tidak sah.
"Perubahan nama FPI tanpa menghendaki pendaftaran atas perubahan nama tersebut, tetap bertentangan dengan perundang-undangan yakni UU Ormas dan KUHP, dan tidak sah," katanya dalam keterangan kepada wartawan, Sabtu.
BACA JUGA: Eks Anggota Front Pembela Islam Masih Bisa Membentuk Organisasi Baru
Menurut Adji, perubahan nama dan bentuk baru organisasi yang tetap berbasis negara khilafah islamiyah adalah bentuk pembangkangan terhadap kekuasan negara dan konstitusi yang sah.
Oleh karena itu, maka tetap melanggar hukum dan harus ditindak secara tegas.
BACA JUGA: KontraS Cs Menilai Ada Kontroversi di Poin Maklumat Kapolri Soal FPI, Simak Nih!
"Perubahan nama dan bentuk organisasi baru tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku, menjadi dasar bagi pemerintah untuk lakukan keputusan untuk pembubaran dan pelarangan kegiatan dan aktivitas organisasi masyarakat yang baru tersebut," kata dia lagi.
Pelarangan kegiatan FPI tidak perlu menjadi polemik, sebab keputusan pemerintah melalui surat keputusan bersama (SKB) memiliki legalitas yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, sehingga patut diapresiasi dan didukung oleh semua komponen bangsa.
BACA JUGA: Dukung Dewan dan Komunitas Pers, HNW: Maklumat Larangan Penyebaran Konten FPI Menabrak Konstitusi
"Dari penelitian oleh Kementerian Dalam Negeri ini, AD/ART FPI ini bertentangan dengan UU Ormas sebagaimana telah ditegaskan pada Pasal 1 UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas, dan Kementerian Dalam Negeri sampai sekarang tidak menerbitkan surat keterangan terdaftar bagi FPI," tambahnya.
Lebih lanjut, pengajar ilmu hukum UI itu berpandangan dari sisi hukum, identitas FPI layak dianggap sebagai organisasi tanpa bentuk yang bersifat ilegal.
Terlebih bila aktivitas dan kegiatannya ditemukan substansi penerapan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah islamiyah dan memunculkan nama dan kata "NKRI Bersyariah".
Pelarangan kegiatan dan aktifitas FPI, lanjut dia, haruslah diartikan terhadap segala bentuk organ dan perubahan baik langsung atau tidak langsung dengan segala atribut maupun lambang organ dan perubahannya.
"Oleh karenanya pelanggaran terhadap larangan ini sebagai bentuk pelanggaran hukum yang baru, apalagi dengan visi misi yang tetap tidak mengakui Pancasila, UUD 1945 dan NKRI," terang Adji.
Usai Front Pembela Islam dilarang pemerintah, sejumlah tokoh eks pentolan FPI langsung mendeklarasikan Front Persatuan Islam. (antara/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha