Delapan Tahun Desa Mengusung Transformasi

Oleh Yucundianus Lepa, Advisor Menteri Desa PDTT

Sabtu, 15 Januari 2022 – 06:25 WIB
Yucundianus Lepa, Advisor Menteri Desa PDTT. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Desa, dalam waktu yang sangat panjang menjadi sebuah wilayah penuh paradoks. Hanya di desa, banyak warga menderita kelaparan di tengah kelimpahan pangan.

Di desa banyak warga miskin di tengah sumber daya ekonomi melimpah. Bahkan di desa pula banyak petani yang harus mengurus paspor untuk memberikan jalan keluar yang tepat dan solutif.

BACA JUGA: Kemendes PDTT Pilih Desa Sirnaresmi untuk Peringati Sewindu UU Ini

Menjadi masuk akal ketika Undang-Undang tentang Desa disahkan, banyak warga desa menyulam mimpi indah. Ide membangun dari pinggir luas menggema.

Banyak orang menaruh harapan, UU ini akan hadir sebagai solusi, membebaskan masyarakat dari penjara kemiskinan dan ketidakberdayaan.

BACA JUGA: PDIP Memperjuangkan Desa sebagai Taman Sari Peradaban

Tanggal 15 Januari 2022 adalah tahun ke delapan Undang-Undang tentang Desa beroperasi sebagai rujukan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Undang-undang ini membawa sejumlah spirit baru yang diharapkan dapat menjadi pemicu bagi desa sebagai episentrum pembangunan dengan menggerakkan semua potensi sumberdaya yang dimiliki.

Merespons harapan masyarakat, pemerintah pun berkomitmen agar Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan.

BACA JUGA: TEKAD: Visi Menuju Green Economy

Melalui aturan main yang lebih berpihak akan ada perhatian yang lebih serius pada penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Untuk itu, UU ini menggunakan (dua) pendekatan, yaitu ‘Desa Membangun’ dan “membangun Desa? yang diintegrasikan dalam perencanaan Pembangunan Desa.

Sebagai konsekuensinya, Desa menyusun perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenangannya, mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Dokumen rencana Pembangunan Desa merupakan satu-satunya dokumen perencanaan di Desa dan sebagai dasar penyusunan.

Desa membangun dapat dimaknai sebagai aktivitas kolektif yang digerakkan oleh tujuan bersama, dilaksanakan secara integrative dalam kerangka mewujudkan tujuan bersama dimaksud.

Sebaliknya membangun desa adalah tindakan partisipatif yang dilandasi kesadaran individual untuk memberi kontribusi optimal dalam mewujudkan desa yang makmur, mandiri, dan sejahtera.

Satu kata kunci yang menjadi spirit UU ini adalah transformasi. Bentuk transformasi secara intrinsic bahkan juga secara kolektif adalah mengubah mindset tentang peran masing-masing elemen dalam pembangunan.

Presiden Jokowi, dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa desa harus bertransformasi, tidak memandang setiap aktivitas hanya rutinitas belaka. Masyarakat tidak berhenti menggarap hal-hal yang hanya untuk desa, tapi juga punya visi besar untuk menjangkau pasar-pasar yang lebih besar seperti pasar ekspor.

”Desa, dengan berbagai model transformasi yang dicapai dapat menjadi stimulus yang bersifat mengajak masyarakat untuk berlomba-lomba membangun desa, menjadikan desa sebagai basis kegiatan ekonomi yang produktif.”

Transformasi dapat juga dimulai dengan mengubah pola pikir dari perangkap ketidakberdayaan menjadi manusia produktif yang mampu menggerakkan potensi intrinsic maupun potensi eksternal dan memiliki kemampuan responsive untuk menanggapi setiap perubahan yang terjadi dalam lingkungan yang lebih luas.

Menghadapi perubahan mindset warga desa yang semakin menggeliat, Menteri Desa PDTT merespons dengan sejumlah langkah konkret.

Pertama mengembangkan evidence- based approach untuk pemberdayaan desa dengan memanfaatkan Dana Desa dan sumber daya desa lainnya dalam kerangka mendukung pembangunan ekonomi.

Kedua, penguatan kapasitas desa dan rumah tangga dalam pembangunan berkelanjutan melalui pendekatan, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring, sharing Dana Desa yang signifikan untuk inisiatif ekonomi yang inklusif sehingga menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan;

Ketiga, Digitalisasi produk yang memungkinkan terbuka akses terhadap produk local yang berdaya saing, dan Keempat, penataan dan penguatan kelembagaan desa seperti koperasi dan BUM Desa atau BUM Desa Bersama.

Agar proses pemberdayaan mencapai sasaran maka diperlukan data yang lengkap dan akurat. Dengan data lengkap, akurat, dan berkelanjutan, dapat dijadikan basis dalam memperbaiki tata kelola potensi ekonomi desa agar menghasilkan nilai tambah.

Mengenal Potensi

Setiap potensi local sangat mungkin menjadi komoditi kebutuhan global. Namun seringkali kekhasan local terkubur dengan kehadiran korporasi yang mematikan inisiatif masyarakat.

Di sektor pertanian misalnya masyarakat hanya menjadi tenaga buruh tani. Kenyataan ini mendesak untuk segera menciptakan pioner local di tiap desa melalu mekanisme pelatihan, praktik dan fasilitasi. Proses ini menghasilkan perubahan yang terjadi secara bergelombang dan menjalar.

Peran pelopor pembangunan desa di sector pertanian menjadi salah satu model transformasi di desa Gobleg propinsi Bali yang patut dijadikan contoh (Aceng Hidayat, DetikNews, 6 Januari 2022).

Melalui pelopor pembangunan desa, para petani desa dapat memutus ketergantungan pada input eksternal melalui pengembangan dan penerapan teknologi pupuk dan obat-obatan organik. Hal ini berdampak terhadap pemulihan kesuburan tanah, terkendalinya hama/penyakit dan peningkatan efisiensi produksi.

Dengan literasi teknologi digital mereka memfungsikan koperasi sebagai sebagai wadah ekonomi yang berdaya saing.

Melalui pioneer pembangunan desa, petani desa digembleng untuk menghasilkan produk pertanian organik, bebas bahan pencemar dan ragam residu berbahaya. Produknya sangat berkualitas dan memiliki pangsa pasar yang baik. Petani pun mendapatkan harga dan margin keuntungan memadai.

Di luar itu, dan yang paling penting, adalah petani berdaulat atas input produksi dan proses bertani, sebagai syarat terwujudnya kedaulatan pangan.

Potensi ekonomi lainnya seperti pariwisata juga dapat dilakukan dengan hal yang sama. Pengenalan potensi unggulan local, kreasi dan inovasi, serta promosi dan dukungan kelembagaan ekonomi menjadi kunci.

Hasil nyata dari Dana Desa telah memberi jaminan bahwa desa akan terus bergerak dengan infrastruktur yang tersedia, dan kelembagaan ekonomi yang terbentuk.

Dari data yang dimiliki Kementerian Desa PDTT, pembangunan fisik di desa mulai terlihat hasilnya. Jalan desa, misalnya, sudah terbangun 227.000 kilometer. Embung yang kecil- terbangun sebanyak 4.500 unit, irigasi 71.000 unit, jembatan 1,3 juta meter, dan pasar desa ada 10.300 unit. Jumlah BUM Desa pun telah mencapai 57.200 unit.

Dengan tersedianya infrastruktur seperti tersebut di atas, BUM Desa dapat mengembangkan hasil produksi pertanian dan hortikultura ke pasar internasional.

Sebagai contoh, sebuah desa di Kalimantan Timur telah mengekspor lidi dari kelapa sawit dan nipah, serta arang kayu halaban. Ini adalah sebuah loncatan. Masyarakat desa sudah dapat masuk ke pasar ekspor. Peluang seperti itu sangat banyak untuk digeluti.

Digitalisasi Produk

Di sinilah urgensi pembangunan sentra informasi terpadu mengenai potensi perekonomian desa menggunakan aplikasi digital menjadi sebuah kebutuhan yang tidak bisa ditawar.

Demi mendorong hal tersebut, telah terbangun kerja sama Kemendes PDTT dengan marketplace seperti Tokopedia dan perguruan tinggi untuk meningkatkan digitalisasi perekonomian di perdesaan. Bahkan, Kemendes PDTT mulai membangun aplikasi khusus promosi desa wisata, serta lapak jual beli bagi Badan Usaha Milik Desa (BUM-Des).

Teknologi ini mempertemukan pelaku usaha dan pembeli langsung. Mereka dapat menyepakati harga secara transparan sehingga para pelaku usaha mendapatkan harga jual layak.

Pembeli pun mendapatkan kepastian supply dan jaminan kualitas barang. Kebijakan ini benar-benar memberi keuntungan bagi warga desa.

Sangat beralasan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menetapkan BUM-Des sebagai badan hukum yang menjalankan fungsinya sebagai kelembagaan ekonomi desa.

Dengan itu, desa dengan leluasa mengelola sumber daya alam dan bekerja sama dengan swasta. Jika eksistensi BUM Desa didukung oleh penyelarasan sistem informasi dari desa, daerah, hingga pusat, akan secara total mengubah desa yang sebelumnya pasif menjadi episentrum pembangunan ekonomi.

Teknologi informasi sebagai instrumen yang mendukung tujuan utama desa, mulai dari tata kelola desa, dan kompetensi SDM desa sejalan dengan visi pemerintah yang tertuang dalam Inpres No 3 Tahun 2003, yaitu menuju good government.

Kekhawatiran kita pada berbagai terobosan positif yang terus bergerak dinamis ini adalah kecenderungan korupsi yang semakin menggejala di desa. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan anggaran dana desa merupakan dana yang paling rentan dikorupsi. Pada semester I Tahun 2021, pemerintah desa menjadi lembaga pelaku kasus korupsi terbesar.

Peneliti ICW Lalola Easter menyebut pada periode tersebut tercatat ada 62 kasus korupsi yang dilakukan aparat pemerintah desa. Lalu, diikuti oleh pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota dengan masing-masing 60 dan 17 kasus.

Kecenderungan negative ini harus secepatnya dicegah agar proses transformasi pembangunan di desa tidak terhalang oleh godaan yang merusak masa depan orang desa yang terus bertransformasi menuju masyarakat sejahtera dan mandiri.***


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler