jpnn.com - KORUPSI itu jahat. Tapi modus korupsi yang ini terlampau jahat, tak punya hati. Seperti yang mencuat di Jembrana dan dilakoni sejumlah oknum kadus dan diotaki oknum PNS Dinsos. Warga yang masih hidup pun namanya dicatut demi mendapatkan santunan. Seperti apa?
Kasus ini mencuat di Dusun Sari Kuning Tulung Agung dan Munduk Ranti di Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, Jembrana, Bali. Sebelumnya juga mencuat di Gilimanuk. Bisa jadi kasus yang mirip juga terjadi di daerah lainnya. Hanya mungkin belum terungkap saja.
BACA JUGA: Di Batas, Sepia Pasang Tarif Rp 300 Ribu Short Time
Kadis Kesosnakertrans Jembrana, I Wayan Gorim, ketikan dikonfirmasi wartawan, Senin (18/3) kemarin mengatakan di Desa Tukadaya dari 168 nama warga yang dimohonkan santunan kematian, ternyata sebagian besar merupakan warga yang masih hidup.
Modusnya nama-nama mereka ada yang ditulis lengkap ada yang sebagian seperti nama aslinya Ahmad Abijuri di usulan dibuat dengan nama Abijuri dan yang ditulis lengkap sesuai KTP, seperti Ni Putu Rotih yang saat ini masih hidup.
BACA JUGA: Kisah Para WNI di Negara Pedalaman Afrika
“Mereka sebagian besar masih hidup. Hanya namanya ada yang dibuat lengkap, ada nama depannya saja dan ada juga yang nama belakangnya saja,” jelasnya.
Meski nama mereka yang masih hidup dicatut dan santuannya sudah keluar tetapi menurut Gorim jika nanti mereka meninggal tetap akan mendapat santunan kematian. Namun dana yang sudah cair harus dikembalikan oleh oknum yang telah memanipulasi.
BACA JUGA: Sekali Potong Dibayar Rp 700 Ribu
Gorim juga mengatakan IS, oknum PNS yang diduga menjadi otak santunan kematian fiktif sudah dimutasi dari verifikator santunan kematian menjadi tenaga di sekretariat Kesosnakertrans.
Gorim mengaku memang tidak tahu sama sekali terkait permainan dana santunan kematian yang terjadi pada tahun 2015 lalu itu. Begitu juga dengan pendahulunya, mantan Kadis Kesosnakertrans Jembrana, I Made Budiasa, yang bertukar posisi dengannya sebagai Kepala Badan Kepegawai Daerah (BKD) Jembrana akhir Februari 2015, tidak pernah tahu tentang dugaan permainan oknum tersebut.
“Kami benar -benar tidak tahu. Kami tahu dari pengakuan oknum kaling-kaling itu,” ungkapnya.
Is juga sudah diperiksa Isnpentorat dan sampai saat ini masih tetap tidak mengakui perbuatanya itu.
Agar tidak terulang lagi, kata Gorim akan membuat sistem koneksi dengan pengeluaran akta kematian dari Dinas Dafdukcapil Jembrana, yang memang sudah lebih dahulu menggunakan system tersebut. Sistem itu dibantu melalui dibantu Dinas Hubkominfo dan 1 April sudah mulai jalan.
“Pembenahan sudah kami lakukan. Sedangkan proses hukumnya kami serahkkan kepada penegak hokum,” tandasnya.
Di sisi lain terbongkarnya santunan fiktif yang dilakukan DKA dan IGA ini merupakan hasil pengecekan Pemkab Jembrana setelah kasus serupa muncul di Gilimanuk.
Ternyata selain tiga kaling di Gilimanuk yang sudah diberhentikan di Desa Tukadaya juga ada kasus yang sama bahkan nilainya sampai ratusan juta. Ditemukan ada 67 surat pengantar kematian dan di Dinas Kesosnakertrans mencairkan 241 dana santunan atau ada selisih pencarian sebanyak 174.
Dari selisih itu 6 pencairan ganda dan 168 fiktif. 58 diterima melalui mantan Kelian Dinas Munduk Ranti, IGA, dan 110 diterima Kelian Dinas Sari Kuning Tulung Agung, DKA. Dari pengakuan kedua oknum itu mereka bisa mencairkan santunan kematian fiktif karena dibantu IS, oknum petugas verifikasi di Dinas Kesosnakertrans.
Santunan kematian fiktif yang cair Rp 1,5 juta tersebut kemudian dibagi yakni IS mendapat Rp 1 juta dan oknum kadus dan mantan kadus Rp 500 ribu. (nom/rdr/tos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ha..ha...Ada Ruang Karaoke di Lapas
Redaktur : Tim Redaksi