Demi Sekolah Rossa, si Ibu Rela jadi Tukang Ojek

Rabu, 23 Desember 2015 – 00:03 WIB
bintang Br Simanjuntak dan motor ojeknya. Foto: Eko Hendriawan/Metro Siantar/JPG

jpnn.com - BINTANG Br Simanjuntak (54) melajukan sepeda motornya mengantar penumpang. Terik panas dan jalan bergelombang biasa diterjang. Baginya, yang terpenting adalah anaknya bisa sekolah walau harus mengerjakan pekerjaan yang lazim dilakukan oleh kaum pria.

EKO HENDRIAWAN- SIMALUNGUN

BACA JUGA: Hari Ibu, Kisah Heroik Bidan Desa di Daerah Terpencil

Ya, Bintang Br Simanjuntak adalah satu dari begitu banyaknya ibu yang tak kenal lelah demi memperjuangkan kehidupan keluarga. Dia berprofesi sebagai tukang ojek di Simpang Kasindir, Kecamatan Jorlang Hataran, Simalungun. Dan, dari 15 orang tukang ojek di pangkalan itu, hanya dialah perempuan.

Namun, bagi Bintang, laki-laki atau perempuan bukan batasan untuk menjadi tukang ojek. “Yang penting boruku si Rossa bisa tetap sekolah,” ungkapnya saat diwawancarai Metro Siantar (Jawa Pos Group) di pangakalan ojeknya, Senin (21/12).

BACA JUGA: Kisah Perjuangan Ngadiyem, Punya 12 Anak, Semua Sukses jadi Pengusaha

Rossa, lengkapnya Rossa Indah Agustina Manurung, adalah anak bungsu dari 6 bersaudara buah hati pasangan Bintang Br Simanjuntak dengan suaminya, P Manurung. Kini Rossa duduk di bangku kelas III SMA.

Hanya dialah yang kini dibiayai oleh Bintang, sementara lima saudaranya yang lain sudah tidak tinggal bersama mereka lagi. Tiga orang sudah menikah, sementara dua saudara lainnya merantau.

BACA JUGA: REKOR! Inilah Duo Cantik Pertama yang Menang Pilkada

Walau hanya Rossa yang dibiayai, Bintang tetap harus banting tulang karena suaminya, P Manurung, jarang pulang, bahkan hingga tahunan. Suaminya adalah seorang supir truk jurusan Medan-Jakarta. “Mau sampai satu atau dua tahun ngga pulang,” ujarnya.

Karenanya, demi menggapai harapannya menamatkan anak bungsunya, profesi tukang ojek pun bukan jadi masalah baginya.

Sambil menunggu penumpang di pangkalan, Bintang mengisahkan, bahtera rumah tangga mereka bermula pada 35 tahun silam. Saat itu, dia dan suaminya berdomisili di Medan dan saat baru menikah, mereka meninggalkan Kota Medan dan merantau ke Jakarta. Di kota metropolitan itu, mereka tinggal di Keramat Jati, Jakarta Timur.

Selama 20 tahun berjuang di kota besar, penghasilan semakin lama semakin surut. Apalagi, lapangan pekerjaan sangat minim. Supaya bisa menyekolahkan keenam putra-putri mereka, Bintang mengajak suaminya pindah ke Kabupaten Simalungun dan tinggal di Nagori Parriasan, Kecamatan Jorlang Hataran. Waktu itu, usaha menjual tuak masih sangat menggiurkan.

“Karena di Jakarta lapangan pekerjaan semakin minim, kami pindah ke Simalungun dan mencoba memulai usaha menjual tuak,” kata penduduk asli Medan ini.

Selama delapan tahun menjual tuak, Bintang menyadari bahwa pelanggan semakin menurun karena begitu banyaknya bermunculan penjual tuak. Bangkrut dari usaha itu, Bintang sempat bekerja sebagai penjaga wartel di Jorlang Hataran.

Alasan gaji tak mencukupi untuk biaya sekolah anak menjadi alasan Bintang hanya setahun kerja di situ. Kemudian mengadu nasib di Pekan Tiga Dolok sebagai penyedia jasa memasak. Dia benar-benar harus bekerja karena suaminya yang memang jarang sekali pulang.

Setiap hari pekan, Bintang pergi ke pekan Tiga Dolok sambil membawa peralatan memasak dan bumbu dapur. Ia menjadi juru masak daging dengan upah jasa untuk satu kilogram daging sebesar Rp10 ribu.“Kalau pekan ramai, aku bisa dapat Rp100 ribu,” ujarnya.

Dan, itupun tak lama ia lakoni, hanya sekitar satu tahun. Dia benar-benar kesulitan kalau pekan sepi, sementara air untuk masak tetap dibayar dan peralatan masak yang dititip juga harus dibayar.

Sementara, karena sepinya pekan, penghasilan pun pas-pasan. Belum lagi sekarang segala bumbu masak instan sudah tersedia sehingga masyarakat lebih memilih memasak di rumah.

“Sekarang semua sudah ada, mau bumbu rendang, bumbu sop, bumbu panggang, ada dijual. Jadi kebanyakan orang memasak di rumah,” katanya.

Namun, kesulitan demi kesulitan yang ia alami seakan terbayar setelah lima anaknya tamat sekolah, dan tiga di antaranya sudah menikah. Dan kini tinggal anak bungsu yang harus ia tanggung.

Dan, setelah meninggalkan pekerjaan sebagai tukang masak, dia pun menekuni pekerjaan sebagai tukang ojek. Dengan sepedamotor Honda Supra X 125 merah, ia menyusuri jalan rusak dan bergelombang di daerah yang minim perhatian pemerintah itu. “Sudah tiga tahun terkahir ini saya jadi tukang ojek,” ungkapnya.

Sehari-hari pukul 06.30 WIB, usai mengantarkan Rossa ke sekolah, ibu berkulit sawo matang itu sudah berada di Simpang Kasindir dan baru pulang sekitar pukul 18.00 WIB. Di warung kopi yang tak jauh dari pangkalan, Bintang Br Simanjuntak tampak akrab dengan para pemuda yang bermain biliar di lokasi itu. Ada kehangatan pertemanan antara Bintang dengan para pemuda itu.

 Sambil menikmati segelas teh, ia kemudian melanjutkan cerita. Sehari-hari, rute yang dilewatinya adalah pekan Tiga Balata dengan ongkos Rp3 ribu, lalu Huta Sibarni, Parriasan, Kasindir, pekan Tiga Dolok dengan ongkos Rp5 ribu, ke Saribu Jawa ongkos Rp10 ribu dan Parit Ganjang dengan ongkos Rp7 ribu. Dan, selama tiga tahun menjadi tukang ojek, Bintang hanya bisa membawa penghasilan ke rumah Rp10 ribu hingga Rp20 ribu setiap hari. Dan, bila hari pecan, bisa mencapai Rp30 ribu.

“Tapi mau juga kosong atau nggak buka dasar. Mulai pagi sampai sore hanya dapat lima ribu. Untuk isi minyak pun tak cukup,”  tuturnya.

Dia mengaku, kendala yang cukup sulit yang ia hadapi adalah melewati medan yang rusak dan penuh bebatuan, apalagi medan jalan menuju Kasindir dan Saribu Jawa. Dan, kadang-kadang ada penumpang yang datang pada sore hari menjelang maghrib.

“Kalau jarak tempuhnya jauh, sudah pasti kembali ke pangkalan malam. Kadang sakit di situ. Pas sudah mau malam, penumpang baru datang. Aku nggak berani berkendara malam karena mataku sudah mulai rabun,” ujarnya.

Di akhir wawancara, dia berpesan agar di Hari Ibu ini, para ibu jangan pernah mundur dalam meperjuangkan keluarga, terutama untuk pendidikan anak. (end/ara)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Eko, Aremania yang Tewas di Sragen Itu Sosok Rajin Ibadah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler