jpnn.com - JAKARTA - Komisi II DPR RI mendesak pemerintah, dalam hal ini KemenPANRB dan BKN, agar mengangkat seluruh honorer menjadi PPPK 2024, dengan sebagian berstatus Paruh Waktu atau PPPK Part Time.
Komisi II DPR RI juga mengusulkan revisi UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, dengan menghapus ketentuan Pasal 146 yang membatasi belanja pegawai di APBD maksimal 30 persen.
BACA JUGA: Wahai Honorer, Jangan Terbuai Janji Semua jadi PPPK, Simak Alasannya
Tujuannya agar pemda tidak tersandera ketentuan 30 persen tersebut, sehingga seluruh honorer bisa diangkat menjadi PPPK 2024.
Usulan wakil rakyat di Senayan tersebut tertuang dalam poin 5 kesimpulan raker Komisi II DPR RI dengan MenPANRB Azwar Anas dan Plt Kepala BKN Haryomo Dwi Putranto pada 28 Agustus 2024.
BACA JUGA: KemenPAN-RB Minta Honorer Ikut Pendaftaran PPPK 2024, Semua Dapat NIP ASN
Pada poin 2 kesimpulan, dinyatakan bahwa: terhadap sejumlah 1.783.665 orang tenaga non ASN yang terdaftar dalam database BKN yang belum diangkat menjadi PPPK, Komisi II DPR RI meminta KemenPAN-RB dan BKN memastikan seluruh tenaga non-ASN diangkat menjadi PPPK tahun 2024 dengan ketentuan:
a. Tenaga non ASN yang mendaftar dan sesuai dengan formasi yang diusulkan langsung diangkat menjadi PPPK.
BACA JUGA: Belanja Pegawai 30% Dihapus, Honorer Diangkat PPPK, Bukan Paruh Waktu
b. Tenaga non ASN yang mendaftar dan tidak terdapat dalam usulan formasi, maka diangkat menjadi PPPK paruh waktu.
Yuk, kita cermati dua poin kesimpulan raker tersebut, yang telah menebar “angin surga” kepada jutaan honorer.
Simak dulu ketentuan Pasal 146 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, yakni:
(1) Daerah wajib mengalokasikan belanja pegawai Daerah di luar tunjangan guru yang dialokasikan melalui TKD paling tinggi 30% (tiga puluh persen) dari total belanja APBD.
(2) Dalam ha1 persentase belanja pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah melebihi 30% (tiga puluh persen), Daerah harus menyesuaikan porsi belanja pegawai paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini diundangkan.
(3) Besaran persentase belanja pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan melalui keputusan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur sipil negara dan reformasi birokrasi.
Sudah pasti, usulan revisi UU No. 1 Tahun 2022 tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Bukan saja karena harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri.
Kalau pun kedua menteri terkait itu setuju, tahapan revisi UU juga memerlukan waktu. Sementara, tahapan seleksi PPPK 2024 sudah akan dimulai September – Oktober.
Para kepala daerah pun bakal makin pusing jika batas minimal belanja pegawai dilonggarkan lagi. Pasalnya, akan berpengaruh pada porsi belanja untuk sektor lain.
Pasal 147 UU Nomor 1 Tahun 2022 menyatakan:
(1) Daerah wajib mengalokasikan belanja infrastruktur pelayanan publik paling rendah 40% (empat puluh persen) dari total belanja APBD di luar belanja bagi hasil dan/atau transfer kepada Daerah dan/atau desa.
(2) Belanja bagi hasil dan/atau transfer kepada Daerah dan/atau desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal persentase belanja infrastruktur pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum mencapai 40% (empat puluh persen), Daerah harus menyesuaikan porsi belanja infrastruktur pelayanan publik paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini diundangkan.
Jika porsi belanja pegawai naik dan belanja infrastruktur turun yang berdampak jalan-jalan dibiarkan rusak, tidak ada pembangunan fisik yang nampak, para kepala daerah pasti “takut” dicap gagal. Takut enggak laku lagi saat nyalon pada pilkada berikutnya.
Karena itu, banyak kepala daerah mengajukan formasi PPPK dalam jumlah minim.
Menteri Azwar Anas pun mengeluhkan minimnya usulan formasi PPPK 2024 yang diajukan pemda. Bahkan ada pemda yang tidak mengajukan usulan formasi PPPK.
“Ada yang kita paksa,” kata Azwar Anas, sembari mengatakan bahwa alasan pemda karena soal anggaran.
Sebagian Honorer jadi PPPK Paruh Waktu
Poin ke-2 kesimpulan raker Komisi II DPR RI dan MenPANRB juga masih belum klir.
“Paruh Waktu, kriterianya apa saja?” ujar Anggota Komisi II DPR Agung Widyantoro saat raker tersebut.
Dalam tiga Kepmen sebagai pedoman teknis pengadaan PPPK 2024, tidak dijelaskan terperinci kriteria honorer yang akan menjadi PPPK Paruh Waktu.
Tiga KepmenPANRB dimaksud, yakni KepmenPANRB No. 347/2024 tentang Mekanisme Seleksi PPPK T.A 2024, KepmenPANRB No. 349/2024 tentang Mekanisme Seleksi Pegawai PPPK untuk JF Kesehatan, dan KepmenPANRB No. 348/2024 tentang Mekanisme Seleksi PPPK untuk JF Guru di Instansi Daerah.
Ketiga KepmenPAN tersebut memakai kata “dapat”.
Bunyi poin ke-33 KepmenPANRB 347 Tahun 2024: “Dalam hal pelamar telah mengikuti seluruh tahapan seleksi PPPK namun tidak dapat mengisi lowongan kebutuhan, dapat dipertimbangkan menjadi PPPK Paruh Waktu.”
Mengacu poin ke-34, pengangkatan honorer menjadi PPPK Part Time atau PPP Paruh Waktu diusulkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian kepada Menteri.
Adapun mekanisme pelaksanaan pengadaan PPPK Guru 2024 diatur di KepmenPANRB No. 348/2024.
Poin ke-31 KepmenPANRB 348 menyatakan, “Dalam hal pelamar telah mengikuti seluruh tahapan seleksi PPPK namun tidak dapat mengisi lowongan kebutuhan, dapat dipertimbangkan menjadi PPPK Paruh Waktu.”
Pada poin berikutnya mengatur bahwa pengangkatan PPPK Paruh Waktu diusulkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian kepada Menteri.
KepmenPANRB No. 349/2024 tentang Mekanisme Seleksi PPPK untuk Jabatan Fungsional (JF) Kesehatan T.A 2024, juga mengatur pengangkatan PPPK Kesehatan Paruh Waktu, dengan bunyi ketentuan yang mirip dengan dua KepmenPANRB lainnya.
Ketiga KepmenPANRB tidak mencantumkan secara mendetail mengenai apa saja pertimbangan PPK dalam mengajukan pengangkatan PPPK Paruh Waktu.
Ketiga KepmenPANRB juga tidak memerinci apa yang harus menjadi pertimbangan menteri dalam menyetujui atau tidak menyetujui usulan pengangatan PPPK Paruh Waktu yang diajukan PPK.
Apakah ketiga KepmenPANRB tersebut akan direvisi lagi untuk menampung usulan Komisi II DPR RI yang tertuang dalam kesimpulan raker?
Ah, masa jabatan DPR RI periode 2019-2024 akan berakhir 30 September. (sam/jpnn)
Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu