Demokrat Beri Catatan Basa-basi

Jumat, 19 September 2014 – 01:51 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Partai Demokrat meneguhkan sikapnya mendukung pilkada langsung oleh rakyat. Dukungan diberitakan dengan catatan RUU pilkada yang dijadwalkan akan disahkan di paripurna DPR pada 25 September 2014 itu, harus memuat 10 poin aturan untuk perbaikan pelaksanaan pilkada langsung.

"Maka Partai Demokrat secara tegas menyatakan yang menjadi pilihan Partai Demokrat adalah Pilkada langsung dengan catatan harus dilakukan 10 perbaikan yang harus dilakukan dan dimasukkan dalam pasal-pasal RUU Pilkada," kata Syarif Hasan saat menggelar jumpa pers khusus untuk menyampaikan masalah ini, di kantor DPP Demokrat, Jakarta, kemarin (18/9).

BACA JUGA: Dirjen Otda Beri Sinyal Hanya Sahkan 20 RUU Pemekaran

Namun, tampaknya 10 poin catatan yang disampaikan hanya basa-basi belaka. Pasalnya, nyaris poin-poin penting dari 10 poin itu, mayoritas sudah tertuang dalam rumusan RUU pilkada opsi pilkada langsung, yang sudah disiapkan pihak pemerintah.

Misal poin pertama, agar RUU pilkada mengatur mengenai uji publik atas integritas dan kompetensi cagub, cawabup, dan cawako.

BACA JUGA: Sarankan Menteri Kependudukan untuk Profesional Murni

Di pasal 36 rumusan RUU pilkada, sudah diatur bahwa dalam tahap pencalonan, akan ada Tim Panel yang dibentuk KPU Daerah, untuk melakukan uji publik kompetensi dan integritas para kandidat.

Tim Panel terdiri lima orang, dengan rincian 2 akademisi, 2 tokoh masyarakat, dan 1 anggota KPU.

BACA JUGA: Kasus LTE PLTGU Belawan Justru Untungkan Negara

Poin kedua, agar ada efisiensi biaya pilkada, juga sudah diakomodir di RUU pilkada, tepatnya di Ketentuan Peralihan, pasal 189. Pasal ini mengatur mengenai pelaksanaan pilkada serentak, yang dimulai 2015. Dirjen Otda Kemendagri Djohermansyah Djohan sudah menyebut, pilkada serentak akan digelar Oktober 2015.

Poin ketiga soal pengaturan kampanye dan pembatasan kampanye terbuka. Memang di RUU pilkada, draf hingga 8 September, masih diperbolehkan kampanye terbuka. Namun, beberapa hari lalu, anggota Panja dari unsur pemerintah yang juga Kapuspen Kemendagri Dodi Riyadmadji, sudah mengatakan, akan dimasukkan rumusan larangan kampanye terbuka.

Poin keempat catatan Demokrat soal keharusan akuntabilitas penggunaan dana kampanye. Di pasal 71 RUU pilkada juga sudah mengatur mengenai hal ini, termasuk pembatasan sumbangan ke calon.

Poin kelima, mengenai larangan politik uang dan sewa kendaraan partai, atau istilah lainnya mahar dari calon untuk partai yang akan mengusungnya.  Di RUU pilkada diatur di pasal 44 ayat (1) itu bunyinya, partai atau gabungan partai, dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun para proses pencalonan.

Di ayat berikutnya diatur mengenai sanksi. Yakni jika terbukti menerima uang dari calon gubernur, calon bupati, atau calon walikota, partai atau gabungan harus mengembalikan sebanyak 10 kali lipat dari jumlah yang diterima, dan pada pemilihan kepala daerah berikutnya, mereka tak boleh lagi ikut mengajukan calon.

Sanksi lain, berdasar putusan pengadilan, KPU akan mengumumkan ke publik lewat media massa mengenai "aksi kotor" partai pengusung dimaksud.

Poin keenam catatan Demokrat, larangan melakukan fitnah dan kampanye hitam. Ini juga sudah ada di RUU pilkada, pasal 66 tentang larangan dalam kampanye. Misalnya dilarang menghina, berbau SARA, menghasut, adu domda, dan larangan-larangan "normatif" lainnya.

Poin ketujuh, soal larangan pelibatan aparat birokrasi, juga sudah diatur di pasal 67 RUU pilkada.

Poin delapan, larangan pencopotan aparat birokrasi usai Pilkada. Ini yang tidak ada di RUU pilkada. Barangkali, karena masalah ini tak masuk dalam tahapan pilkada.

Poin kesembilan, penyelesaian sengketa Pilkada. RUU pilkada juga sudah melakukan perubahan mekanisme penyelesaian sengketa pilkada. Untuk pilgub ke MA, pilbup/pilwako ke Pengadilan Tinggi.

Syarat pengajuan gugatan juga tak bisa sembarangan, yakni hanya jika ada perbedaan suara maksimal 2 persen untuk pilgub di provinsi dengan jumlah penduduk kurang dua juta. Beda maksimal 1 ,5 persen untuk provinsi berpenduduk 2 juta-6 juta, dan 0,5 persen untuk provinsi berpenduduk di atas 6 juta. Pembatasan serupa, dengan kategori jumlah penduduk yang lebih kecil,  juga dilakukan untuk pilbup/pilwako.

Poin terakhir, ke-10, pencegahan kekerasan dan tanggung jawab calon atas kepatuhan pendukungnya. Poin ini belum diatur di RUU pilkada.

Saat konpres kemarin, Syarif Hasan mengancam akan memberikan sanksi bagi anggota Fraksi di DPR yang tidak mendukung opsi pilkada langsung.

"Proses di DPR dengan ada putusan final hari ini, Fraksi Demokrat di DPR harus patuh. (Bagi yang ingkar) tentu ada konsekuensi sesuai pakta integritas, sesuai AD/ART partai," kata pria yang juga menjabat Menteri Koperasi dan UKM itu.

Dia berdalih, keputusan Demokrat ini sejalan dengan keinginan rakyat yang masih menghendaki pilkada langsung.

Seperti diberitakan sebelumnya, perubahan sikap Demokrat ini membalikkan peta pengkubuan pro-kontra pilkada langsung. Dengan jumlah kursi di DPR 148, maka pro pilkada langsung akan menang jika pengesahan RUU harus melalui voting. Total jumlah kursi fraksi pendukung pro pilkada langsung 287, sedang pro pilkada oleh DPRD 273. Ada selisih 14 kursi.

Namun, Syarif mengatakan, fraksinya di DPR akan mengedepankan musyawarah dan mufakat, bukan voting. "Karena asas kebersamaan itu kan bagus," pungkasnya. (sam/jpnn)

10 Catatan Perbaikan dari DPP Demokrat untuk RUU Pilkada:

1. Uji publik atas integritas dan kompetensi cagub, cawabup dan cawako
2. Efisiensi biaya Pilkada harus dan mutlak dilakukan
3. Pengaturan kampanye dan pembatasan kampanye terbuka
4. Akuntabilitas penggunaan dana kampanye
5. Larangan politik uang dan sewa kendaraan partai, atau istilah lainnya mahar dari calon untuk partai yang akan mengusungnya
6. Larangan melakukan fitnah dan kampanye hitam
7. Larangan pelibatan aparat birokrasi
8. Larangan pencopotan aparat birokrasi usai Pilkada
9. Penyelesaian sengketa Pilkada
10. Pencegahan kekerasan dan tanggungjawab calon atas kepatuhan pendukungnya

BACA ARTIKEL LAINNYA... Labora Sitorus Dihukum 15 Tahun Penjara, Denda Rp 5 Miliar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler