Kasus LTE PLTGU Belawan Justru Untungkan Negara

Kamis, 18 September 2014 – 23:19 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Peremajaan Life Time Extension (LTE) Gas Turbine GT 2.1 & GT 2.2 PLTGU Blok II Belawan, Medan saat ini tengah diperkarakan di Pengadilan Tipikor Medan. Dalam perkara tersebut, jaksa menduga ada kerugian negara.

Menurut Ahli Sistem Pembangkit Daya – Perawatan Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yuswidjajanto, dari sisi teknis, pekerjaan LTE PLTGU Belawan sudah tepat.

BACA JUGA: Labora Sitorus Dihukum 15 Tahun Penjara, Denda Rp 5 Miliar

Mengingat, pembangkit PLTGU Belawan sudah saatnya dilakukan pekerjaan LTE, lantaran usia pakainya telah mencapai batas yang ditentukan pabrik pembuatnya, dalam hal ini Siemens.

"Pekerjaan LTE bisa memperpanjang umur pakai mesin. Untuk scope industri seperti PLN, LTE hanyalah pekerjaan yang tidak kompleks, karena sifat pekerjaannya rutin, meski dilakukan tiap 12 tahun," ujar Tri dalam siaran persnya, Kamis (18/9).

BACA JUGA: Indonesia Pastikan Kejar Buronan Century

Menurut Tri, pekerjaan LTE bukan pekerjaan yang rumit, mengingat LTE hanya bagian kecil dari Turbin Gas. Sementara Turbin Gas sendiri memiliki komponen lain seperti kompresor dan peralatan pendukung lain. PLTGU hanyalah satu dari sekian banyak dari sistem pembangkit yang ada dalam Power Plant.

"Dalam pekerjaan LTE PLTGU Belawan, Medan sudah tepat dilaksanakan oleh konsorsium antara Mapna dengan PT Nusantara Turbin Propulsi (NTP). PT NTP merupakan perusahaan yang ahli dalam bidang turbin industri," jelasnya.

BACA JUGA: SBY Beri Lampu Hijau, Perpres Jalan Tol Trans Sumatera Segera Terbit

PT NTP merupakan anak usaha PT Dirgantara Indonesia (PTDI), yang terbiasa dalam menangani pemeliharaan turbin pesawat. "Jadi, ketika mengerjakan LTE PLTGU, sangat gampang bagi NTP, yang diisi oleh para profesional di bidangnya. NTP dalam melakukan pelaksanaan LTE, ibarat mahasiswa yang diminta mengerjakan soal anak SD," katanya.

Selain itu menurut hematnya, atas peremajaan LTE PLTGU Belawan tersebut negara justru malah diuntungkan. Di mana unit pembangkit listrik yang bekerja, membutuhkan BBM yang disubsidi negara. Di samping itu, listrik yang dihasilkan dan disalurkan ke masyarakat juga harga jualnya disubsidi pemerintah.

"Untuk mengoperasikan dalam jangka waktu 309 hari diperlukan biaya BBM sebesar Rp 1,365 triliun dan biaya operasi serta pemeliharaan Rp 819 miliar. Dengan kata lain tidak beroperasinya unit tersebut ada penghematan sebesar Rp 2,184 triliun di PLN. Jika ini dibandingkan dengan pendapatan PLN yang tidak terlealisir menurut perhitungan BPKP sebesar Rp 2,007 triliun, justru terjadi penghematan Rp 177,6 miliar," sebut Tri.
 
Jadi lanjut Tri, bila dakwaan jaksa menuduh ada potensi kerugian karena mesin turbin GT 2.1 dan 2.2 saat tidak beroperasi, justru sebetulnya PLN menghemat karena tidak ada pembelian BBM, pengeluaran untuk operasi dan pemeliharaan.

"Tentu saya yakin bukan tujuan PLN untuk tidak mengoperasikan pembangkit GT 2.1 dan 2.2, karena saya yakin PLN berkomitmen penuh untuk melayani kebutuhan listrik masyarakat dan itu menjadi tugas utama PLN," tutup dia. (chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anas Sebut SBY Terima Manfaat Langsung Penyelenggaraan Kongres


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler