JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi kinerja pemerintahan SBY jilid 2, dalam setahun pertamaSalah satu poin yang menjadi sorotan, yakni soal pemberian surat ijin pemeriksaan presiden terhadap kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi.
Berdasarkan data yang dihimpun ICW dalam kurun waktu 2004-2010, tercatat sebanyak 147 kepala daerah tersangkut kasus korupsi
BACA JUGA: PKB Sesumbar Raih 15 Persen Suara Pemilu 2014
Rinciannya, 18 gubernur, 17 walikota, 84 bupati, 1 wakil gubernur, 19 wakil bupati, 8 wakil walikotaMenyoal surat ijin pemeriksaan presiden, dari 147 kepala daerah, tercatat baru 82 yang surat ijinnya telah disetujui, sementara 38 orang belum ada surat ijin pemeriksaan dan sisanya 27 orang tidak memerlukan surat ijin
BACA JUGA: Syamsul Berpeluang Lantik Bupati Simalungun
Sesuai dengan UU No 32/ 2004, penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan atau wakil kepala daerah, dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari presidenHal itu berdasarkan permintaan penyidik, dalam hal ini kejaksaan dan kepolisian
BACA JUGA: Pembina Demokrat Usul Menteri Politisi Diganti
Karena kasus yang ditangani di KPK, tidak membutuhkan surat ijin presiden.Dari situ ICW menilai, mekanisme pemberian surat ijin bisa jadi menghambat penuntasan kasus korupsiMenurut peneliti ICW, Tama Satrya Langkun, tidak sedikit penyidik yang menjadikan alasan belum keluarnya surat ijin presiden, terkait lambatnya penanganan suatu kasus"Kalau memang mekanisme surat ijin presiden itu menghambat, sebaiknya tidak perlu surat ijinSehingga proses penanganan kasus tidak lamban," paparnya
Selain surat ijin presiden, ICW juga menyoroti sejumlah kasus korupsi yang melibatkan pejabat daerah dari Partai DemokratDitengarai, kasus korupsi yang menimpa kader partai pemenang pemilu tersebut, terkesan berjalan lambat atau bahkan mandek di tengah jalan.
Dalam hal ini, terkait kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, SBY tidak bertindak tegas dalam upaya pemberantasan korupsi, khususnya kasus korupsi yang menyangkut internal Partai Demokrat"Partai Demokrat seharusnya menjadi percontohan bagi keseriusan SBY untuk memberantas korupsi dari lingkaran terdekatTapi, buktinya sejumlah kasus korupsi yang terkait kader partai masih menggantung," kata Tama.
Tama memaparkan, setidaknya ada beberapa kader Partai Demokrat yang terlibat kasus korupsi, namun banyak ditemukan, pengusutan kasus yang tidak tuntasBahkan, pejabat daerah atau kader yang telah ditetapkan sebagai tersangka, justru mendapat jabatan strategis di partai Demokrat."
Dicontohkan pula tentang kiprah mantan Walikota Bukittinggi, Sumatra Barat (Sumbar) DjufriKader partai demokrat tersebut ditetapkan sebagai tersangka sejak 9 Januari 2009 dalam kasus korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan kantor DPRD dan pool kendaraan Subdinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bukittinggi.
Namun dengan alasan surat ijin presiden belum keluar, Djufri belum diperiksa penyidikBahkan, bukan diberhentikan karena tersangkut kasus korupsi, Djufri justru diangkat sebagai Ketua DPP Partai Demokrat dan anggota komisi II DPR RI dari fraksi Demokrat.
Selain Djufri, lanjut Tama, Gubernur Bengkulu Agusrin Najamudin juga mengalami nasib baik serupaAgusrin yang ditetapkan sebagai tersangka sejak Agustus 2008 atas kasus dugaan korupsi penyaluran dan penggunaan dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tahun 2006Meski MA telah memerintahkan agar yang bersangkutan diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Agusrin belum juga disidangkan"Dia lantas malah diusung partai sebagai calon gubernur Bengkulu," imbuh dia
Partai Demokrat juga disinyalir sebagai tempat perlindungan para kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi"Banyak kepala daerah yang pindah ke partai Demokrat setelah terpilih dalam pemilukadaKemungkinan, mereka ingin mengamankan diri,"kata Tama.
Untuk itu, ICW meminta Presiden SBY untuk merevisi aturan tentang ijin pemeriksaan kepala daerahSebab, surat ijin presiden tersebut rentan menjadi komoditas politik"Presiden SBY harus menghentikan kompromi dengan kekuatan politik dan bisnis soal pemberantasan korupsi," kata Tama
Terpisah Anggota Dewan Penasehat Partai Demokrat Achmad Mubarok menegaskan Partai Demokrat sama sekali tidak ikut campur pada apalagi melakukan pembalaan kepada kepala daerah yang tersangkut kasus korupsiMenurutnya, sikap partainya itu sudang sangat jelas dan tegas.
Dia menolak bahwa partai terbesar di parlemen itu disangkutkan apalagi dituduh sebagai partai yang memayungi para koruptor"Sikap kami adalah memberantas korupsiBukan membela," ucapnya tegas dalam sebuah diskusi di Jakarta, kemarin (24/10)."
Karenanya, lanjut Mubarok, pihaknya sama sekali tidak menyiapkan tim pembela bagi para kepala daerah yang tersangkut kasus korupsiNamun Mubarok mengakui bahwa Partai Demokrat adalah partai yang menganut prinsip praduga tak bersalah.
Jadi, lanjutnya, pihaknya mempersilakan para penegak hukum untuk memproses kader-kader yang tersangkut korupsiDia juga sangat mendukung jika penegak hukum menindak para kadernya jika benar-benar bersalahNamun yang perlu diingat bahwa itu semua harus dilakukan dengan proses yang benar dan seadil-adilnya
Saat disinggung tentang fakta-fakta bahwa beberapa kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi menjadi "aman" ketika merapat dengan partai berlambang mercy ini, Mubarok malah menuduh aparat penegak hukum sebagai pihak yang lemah"Apa ini memang kejaksaan yang lemah," tuduhnya.
Sebab, hampir semua kasus kepala daerah yang ditangani kejaksaan tidak jelas juntrungannyaApalagi kepala-kepala daerah yang mendapat dukungan dari Partai Demokrat.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Riyanto mengatakan bahwa pihaknya tidak akan main-main dengan siapapun jugaBahkan pihaknya juga tidak keder jika tersangka yang ditanganinya adalah orang-orang dari kader partai yang sedang berkuasa.
Pria kelahiran Kediri ini menerangkan, jika KPK sudah menersangkakan seseorang maka, pihaknya tidak bisa menghentikan kasus ituArtinya kasus tersebut harus jalan terus"Siapapun yang sudah jadi tersangka KPK, maka dia pasti akan ke pengadilan," ucapnya."
Karenaya, dia tidak heran jika kasus korupsi kepala daerah yang mandeg dan tidak ada kejelasan semuanya ditangani oleh kejaksaan"Kalau KPK tidak mungkin," ucapnya.
Dia lalu mengatakan bahwa kejaksaan dan kepolisian belum berani mengambil langkah seperti KPK yang tidak akan menangguhkan sebuah perkaraBahkan KPK juga memberi sinyal, jika kedua penegak hukum itu sudah tidak sanggup menyelesaikan kasus-kasus korupsi para kepala daerah, maka pihaknya dengan senang hati akan mengambil alih
Tapi, jika kejaksaan dan kepolisian masih sanggup untuk menyelesaikannya, maka KPK tidak akan mengambil alihnyaNah, namun jika kondisinya benar-benar tidak memungkinkan, maka KPK bisa mengambil alih penyidikan dan penuntutannya"Pengambil alihan itu sah, dan diatur dalam undang-undang," ucap Bibit tegasYang dimaksud Bibit adalah Pasal 9 UU No 30 tentang KPKDimana pasal tersebut mengatur bahwa dalam kondisi tertentu KPK bisa mengambil alih proses penyidikan dan penuntutan.
Kondisi tertentu yang dimaksud dalam pasal tersebut misalnya, proses penanganan korupsi sudah berlarut-larut atau tertunda dengan alasan yang tidak bisa dipertanggung jawabkanItu tertuang dalam hurur b pasal 9Selain itu, dalam huruf e menerangkan jika penanganan kasus korupsi terhambat oleh campurtangan eksekutif, yudikatif atau legistatif, maka KPK bisa mengambil alih"Saya tidak akan takut sama siapapunSelama saya ada di KPK akan sikat semua," ucapnya lalu tertawa.
Terkait dengan kasus korupsi yang banyak menimpa kepala daerah, Bibit pun berkomentar banyakDia menyakini bahwa hampir semua kepala daerah tersangkut korupsiDan semua pemimpin daerah itu berpotensi besar untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Salah satu yang menjadi indikasi adalah dalam proses pemilihannyaDia mengatakan gaji seorang kepala daerah sekitar Rp 6 jutaDia pun menghitung pendapatan kepala daerah dalam satu tahun adalah Rp 72 jutaSedangkan saat menjabat satu periode lima tahun akan berpenghasilan Rp 360 juta.
"Apa cukup dengan modal segitu (Rp 360) kepala daerah bisa menang pemilu? Kan hampir tidak mungkin," ujarnya ketusNah, karena modal untuk memenangkan pemilu sangat besar, maka jalan untuk mengembalikannya adalah dengan korupsi"Di situlah potensinya," imbuhnya.
Untuk itu Bibit menyarankan gaji para kepala daerah harus dinaikkan sesuai dengan kebutuhannya dengan harapan mereka tidak akan melakukan korupsi saat menjabat sebagai kepala daerah(ken/kuh)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Priyo: Anggota Hanya Menempati
Redaktur : Tim Redaksi