jpnn.com, JAKARTA - Politikus Partai Demokrat Kamhar Lakumani menyatakan pihaknya mencurigai pertemuan Presiden Jokowi dengan elite partai politik di Istana Negara Jakarta, Rabu (25/8) lalu, membahas masalah masa jabatan presiden.
Deputi Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani menjelaskan bahwa dinamika politik di Indonesia tidak terjadi tiba-tiba, termasuk wacana presiden RI tiga periode, serta penambahan masa jabatan pemimpin Indonesia.
BACA JUGA: Para Ketum Partai Koalisi Puji Jokowi, Demokrat: Di Manakah Hati Nurani?
“Wacana ini sudah berulang kali dipresentasikan oleh aktor-aktor yang sama yang terafiliasi dengan penguasa," kata Kamhar melalui layanan pesan, Kamis (2/9).
Menurut Kamhar, wacana presiden tiga periode hingga penambahan masa jabatan pimpinan Indonesia hingga 2027, belakangan mengemuka pascapertemuan elite partai pendukung pemerintah.
BACA JUGA: Konon, Pasal Masa Jabatan Presiden Bakal Disusupkan di Amendemen UUD 1945
Hal ini, kata dia, makin menguatkan dugaan tukar guling kepentingan politik.
"Informasi yang beredar telah terjadi lobi-lobi dan kesepahaman untuk menambah masa jabatan presiden dan anggota DPR sampai 2027," tutur eks aktivis HMI itu.
BACA JUGA: HNW: Masa Jabatan Jokowi sebagai Presiden Berakhir 2024, Bukan 2027
Menurut Kamhar, penambahan masa jabatan dari lima menjadi delapan tahun pada periode kedua, jelas sebagai sebuah pengangkangan amanat reformasi, dan juga inkonstitusional.
Pembatasan jabatan presiden hanya dua periode dan per masanya selama lima tahun telah diatur dalam amendemen UUD NRI 1945 demi memastikan sirkulasi dan pergantian kepemimpinan nasional berjalan tanpa sumbatan.
"Masa jabatan yang terlalu lama akan membawa pada kekuasaan absolut. Bahaya dari ini telah diingatkan Lord Acton “power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely” bahwa kekuasaan cenderung korup, kekuasaan mutlak benar-benar merusak," terang Kamhar.
Alumnus Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, itu mengatakan bahwa parpolnya tegas menolak amendemen terbatas UUD NRI 1945.
Walakin, amendemen ini hanya sekadar memberi kewenangan MPR menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Sebab, kata Kamhar, amendemen atas PPHN terkesan kamuflase saja dan tujuan utamanya menggolkan kepentingan perubahan batas masa jabatan presiden dan DPR.
Menurut dia, publik membaca ada kepentingan terselubung dari oligarki penguasa untuk perpanjangan masa jabatan ini.
“Antara lain memuluskan proyek pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur dan proyek-proyek ikutannya termasuk tukar guling aset-aset strategis milik negara di Jakarta apabila agenda pemidahan IKN telah berjalan," tuturnya.
Kamhar mengingatkan kepada Presiden Jokowi tidak menjadi Malin Kundang Reformasi.
Sebab, era reformasi ini yang pada akhirnya melambungkan eks gubernur DKI Jakarta itu ke kursi pemimpin Indonesia.
"Janganlah amanat dan agenda reformasi dikhianati, karena bisa saja berakibat pada kutukan demokrasi," ungkapnya. (ast/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur : Boy
Reporter : Aristo Setiawan