JAKARTA - Kasus pemalsuan surat penjelasan Mahkamah Konstitusi (MK) ditengarai tidak hanya terjadi pada mantan anggota KPU Andi Nurpati sajaKarena itu Panja Komisi II DPR diharapkan bisa mengungkap kasus-kasus sejenisnya
BACA JUGA: Hanya Ical yang Bisa Revisi Sikap Golkar soal PT 3 Persen
“Apa benar pemalsuan itu hanya terjadi dalam kasus Andi Nurpati, tetapi kasus-kasus yang lain bagaimanaPolitisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mencurigai ada banyak kasus serupa dengan persoalan dokumen palsu tersebut
BACA JUGA: Hanya Ical yang Bisa Revisi Sikap Golkar soal PT 3 Persen
Hal itu jelas merugikan bagi para calon anggota DPR yang seharusnya berhak memperoleh kursi tersebutBACA JUGA: Walikota Dituding Tebar Ancaman
Maksudnya ada kursi yang selama ini diduduki oleh orang yang tidak berhak harus dikembalikan kepada mereka yang berhak,” tukasnya.Harmain menambahkan, terkait penelusuran ini pihaknya melalui Panja akan mengundang MK untuk memberikan penjelasanHal ini untuk membuktikan apakah ada keterlibatan pihak MK terkait pemalsuan dokumen ini“Kita minta apa benar MK itu benar-benar bersih, kalau hakimnya mungkin iya tapi bagaimana dengan panitera dan staf-stafnya itu,” tegasnya
Seperti pada saat rapat dengar pendapat (RDP) kemarin, lanjutnya, di sana terungkap kalau ternyata salahsatu surat itu diantarkan ke studio Jak TVBahkan yang ngantar katanya Hasan dan itu staf MK“Pertanyaannya apa benar dia itu staf MK, kemudian kenapa diantar ke Jak TV terus siapa yang nyuruh, kalau begitu kan surat itu memang khusus untuk diantar ke Andi Nurpati bukan untuk ke institusi KPU,” paparnya.
Pendapat yang sama juga dikemukakan anggota Komisi II DPR dari PDI Perjuangan, Arif WibowoMenurut dia, kasus dokumen palsu penjelasan MK terkait penetapan perolehan kursi pemilu legislatif hanya sebagai pintu masuk penyelidikanTujuan utama Panja Komisi II DPR menyangkut penetapan perolehan kursi legislatif adalah untuk mengetahui berapa banyak kursi ‘ilegal’ yang ada di DPR maupun DPRD Provinsi.
“Ilegal itu adalah kursi yang hasilnya dari manipulasi penghitugan perolehan suaraKemudian putusan-putusan MK yang digugatApakah hanya tentang DPR tentu tidak tapi juga kursi DPRD Provinsi,” ujar dia.
Dia menjelaskan, untuk menelusuri tentang kursi ilegal tersebut harus dimulai dari rekapitulasi perhitungan perolehan suara yang disahkan dalam rapat pleno KPUKemudian putusan MK yang asli, tentunya berangkat dari data hasil penghitungan perolehan suara yang asli pula.
“Kalau dalam persidangan perselisihan pemilu, data yang digunakan palsu atau manipulatif kemudian MK tidak tahu dan dibenarkan, maka salahlah keputusannyaSekalipun memang keputusan MK bersifat final dan mengikat,” jelasnya.
Lebih lanjut Arif mengatakan, dalam menelusuri hasil rekapitulasi perolehan suara ini mesti dilakukan hingga tingkat Tempat Penghitungan Suara (TPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK)Namun, Ketua Kelompok Fraksi PDIP di Komisi II DPR ini menduga dokumen rekapitulasi tersebut sudah hilang
”Masalahnya adalah data di tingkat TPS dan PPK kemungkinan tidak ada, karena dokumen-dokumen di tingkat TPS dan PPK itu sudah dilelang oleh sebagian besar petugas KPU,” kata dia.
Sementara itu, suara berbeda diungkapkan oleh Ketua Fraksi Demokrat Jafar Hafsah mengaku bingung dengan sejumlah anggota dewan yang membentuk panja ituMenurutnya, lebih baik anggota DPR memprioritaskan penyusunan legislasi atau pembuatan Undang-undang, dibanding membentuk panja semacam itu.
“Bayangkan kalau ada seratus masalahMasa harus membentuk seratus panja? Itu kan menyita waktu,” kata Jafar di Makassar, Kamis (16/5)Demokrat, ujar Jafar, lebih memilih agar kasus tersebut diserahkan pada proses hukum“Terus-terang, Fraksi Demokrat tidak sependapat dengan teman-teman lainAlasannya, jika sudah masuk ke DPR, maka nuansa politisnya justru lebih tinggiCenderung dipolitisasi,” tandas Jafar(dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PPP Sultra, SDA Harga Mati
Redaktur : Tim Redaksi