Demokrat Tolak RUU Cipta Kerja jadi UU, Salah Satu Alasannya Terkait Pancasila

Senin, 05 Oktober 2020 – 21:16 WIB
Marwan Cik Asan. Foto: Humas DPR

jpnn.com, JAKARTA - Fraksi Partai Demokrat menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau RUU Ciptaker disahkan menjadi UU di dalam Rapat Paripurna DPR, Senin (5/10).

Sekretaris FPD di DPR Marwan Cik Asan menyatakan RUU Ciptaker digadang-gadang menjadi regulasi yang mempermudah, memperlancar jalannya berbagai kegiatan usaha guna meningkatkan investasi dan memperluas lapangan kerja.

BACA JUGA: Pengesahan RUU Cipta Kerja Memicu Mosi Tidak Percaya ke Presiden dan DPR

Namun, tegas Marwan, sejumlah kalangan justru menilai RUU ini syarat dengan berbagai agenda yang berpotensi merusak lingkungan dan melanggar hak-hak masyarakat Indonesia.

Karena itu, Marwan menegaskan, RUU Ciptaker sebaiknya tidak hanya bertujuan mengurai regulasi yang tumpang tindih saja, tetapi harus memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak atau kelompok yang berdampak langsung terhadap investasi.

BACA JUGA: Demokrat Tolak RUU Ciptaker Dibawa ke Paripurna, Hinca Panjaitan Beber Alasannya

“Seperti buruh, pelaku UMKM, dan kelompok lain seperti nelayan, petani, dan peternak,” kata Marwan membacakan pandangan akhir FPD atas RUU Ciptaker di Rapat Paripurna DPR, Senin (5/10).

Menurut Marwan, sangat disayangkan niat baik pemerintah melalui RUU Ciptaker ini tidak diimbangi dengan mekanisme pembahasan RUU yang ideal.

BACA JUGA: Azis dan Benny Cekcok di Paripurna RUU Cipta Kerja, Demokrat Pilih Walk Out

“Pembahasan terlalu cepat dan terburu-buru, sehingga pembahasan substansi pasal per pasal terasa kurang mendalam,” ungkap anak buah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Partai Demokrat itu.

Ia mengatakan bahwa RUU harus bisa melihat dan menyesuaikan dengan permasalahan yang muncul di masa yang akan datang.

Karena itu, katanya, seharusnya RUU itu bersifat jangka panjang, dan bermanfaat untuk kesejahteran dan kehidupan rakyat.

“Karena baik buruknya sebuah negara bisa dilihat dari produk perundang-undangannya. RUU Cipta Kerja seharusnya memberikan road map atau arah Indonesia ke depan seperti apa,” ujar Marwan.

Ia menambahkan FPD memahami bahwa RUU Ciptaker ini untuk menjalankan sejumlah agenda perbaikan terkait reformasi birokrasi, peningkatan ekonomi, dan percepatan penyerapan tenaga kerja nasional.

Hanya saja, FPD memandang masih adanya persoalan mendasar dari RUU Ciptaker ini.

Marwan menjelaskan ada lima catatan penting dari FPD terkait RUU Ciptaker.

Pertama, ujar dia, sejak awal FPD memandang tidak ada urgensinya RUU Ciptaker dibahas di tengah pandemi Covid-19.

Dia menegaskan seharusnya prioritas negara saat ini adalah mengatasi pandemi Covid-19, dan pemulihan ekonomi nasional.

Kedua, kata Marwan, RUU ini membahas secara luas beberapa peraturan perundang-undangan sekaligus atau omnibus law.

Menurut dia, karena besarnya implikasi pembahasan tersebut, maka perlu dicermati satu per satu dengan hati-hati.

“Terutama terkait hal fundamental yang menyangkut kepentingan masyarakat luas,” tegasnya.

Ketiga, Marwan menegaskan, harapannya RUU Ciptaker di satu sisi bisa mendorong investasi dan menggerakkan ekonomi nasional.

Namun, ujar Marwan, di sisi lain hak dan kepentingan kaum pekerja tidak boleh diabaikan apalagi terpinggirkan.

“Ini justru berpotensi meminggirkan hak-hak dan kepentingan kaum pekerja di negeri kita,” kata Marwan.

Keempat, FPD memandang RUU Ciptaker telah mencerminkan bergesernya semangat Pancasila utamanya sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan neoliberalistik.

“Kelima, selain cacat substansi, RUU Cipta Kerja ini juga cacat prosedur,” tegas Marwan.

FPD menilai proses pembahasan hal krusial dalam RUU Ciptaker ini kurang transparan dan akuntabel, tidak melibatkan masyarakat, pekerja, dan jaringan civil society.

"Berdasar argumentasi di atas, maka Fraksi Partai Demokrat kembali menyatakan menolak pengesahan RUU Cipta Kerja ini,” kata Marwan.

Dia meminta fraksi-fraksi yang ada di parlemen mempertimbangkan kembali dan menunda persetujuan RUU ini menjadi UU. “Tidak perlu buru-buru,” tegasnya. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler