jpnn.com, JAKARTA - Fraksi Partai Demokrat (FPD) di DPR menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) dibawa ke pengambilan keputusan tingkat dua di rapat paripurna.
Sikap FPD itu dibacakan anggotanya, Hinca Panjaitan dalam rapat kerja beragendakan pengambilan keputusan tingkat satu atas RUU Ciptaker, Sabtu (3/10) malam.
BACA JUGA: Pembahasan RUU Ciptaker Kelar, Airlangga Hartarto Beber Keistimewaannya
Hinca mengatakan, FPD menilai RUU Ciptaker tidak memiliki urgensi dan kegentingan memaksa di tengah krisis pandemi Covid-19. Menurut dia, prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandem Covid-19, khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus rantai penyebaran corona, dan memulihkan ekonomi.
Menyitat survei World Economic Forum 2017, Hinca mengatakan bahwa masalah tenaga bukan persoalan utama yang menghalangi investor asing masuk. Setidaknya, kata Hinca, ada 16 faktor problematik menjalankan bisnis di Indonesia.
BACA JUGA: Arief Poyuono: RUU Ciptaker Harus Disahkan, Vaksinasi Dipercepat
Tiga persoalan yang utama ialah korupsi dengan nilai 13,8, birokrasi pemerintah yang tidak efisien (11,1), dan akses keuangan (9,2).
“Masalah ketenagakerjaan ada pada peringkat 13 dari 16 persoalan, dengan skor 4,0. Dengan demikian rumusan RUU Ciptaker tidak memiliki relevansi yang signifikan," kata Hinca dalam rapat yang dipimpin Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas itu.
BACA JUGA: Penjelasan Panjang Lebar Politikus PKS soal Keburukan UU Cipta Kerja
Mantan sekretaris jenderal PD itu menambahkan, RUU Ciptaker merevisi beberapa UU sekaligus atau omnibus law yang berimplikasi besar.
Oleh karena itu, lanjut dia, tentu tidak bijak jika memaksa proses perumusan aturan perundang-undangan yang sedemikian kompleks tersebut secara terburu-buru.
“Alih-alih bisa menghasilkan aturan yang komprehensif, justru bisa menghasilkan aturan serampangan tumpang tindih dan melawan logika akal sehat masyarakat,” ungkapnya.
Politikus berlatar belakang pengacara itu menambahkan, sebenarnya RUU Ciptaker diharapkan berpihak kepada buruh dengan menghasilkan lapangan kerja baru.
“Namun, RUU ini justru berpotensi memberangus hak buruh di tanah air," tegas legislator dari Dapil III Sumatera Utara ini.
Hinca beralasan sejumlah aturan pemangkasan perizinan, penanaman modal, ketenagakerjaan dan lain-lain yang diatasnamakan sebagai bentuk reformasi birokrasi dan peningkatan efektivitas tata kelola pemerintahan, justru berpotensi menjadi hambatan bagi hadirnya pertumbuhan ekonomi berkeadilan.
"RUU Cipta Kerja kami pandang telah mencerminkan bergesernya semangat ekonomi Pancasila ke ekonomi kapitalistik dan neoliberalistik," ungkap mantan sekjen PD itu.
Oleh karena itu Hinca menegaskan bahwa FPD mengingatkan akan kewajiban negara menghadirkan relasi tripartit yang melibatkan pengusaha, pemerintah dan pekerja yang harmonis untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi berkeadilan sebagaimana amanat Pasal 33 UUD NRI 1945.
"Jangan sampai RUU ini merugikan pekerja kita dengan membuka ruang eksploitasi hak-hak kaum pekerja," jelasnya. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy