jpnn.com - WASHINGTON - Apa pun yang dilakukan Donald Trump masih mengundang perdebatan. Selasa (15/11) kemarin, sang taipan berusia 70 tahun yang terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat itu tiba-tiba mencopot Chris Christie dari jabatannya sebagai ketua tim transisi.
Posisi penting itu lantas ditempati wakilnya, Mike Pence.
BACA JUGA: Produk LLP-KUKM Laris Manis di DecoFair 2016 Jeddah
"Trump menyusun pemerintahannya sebagaimana dia membangun bisnisnya dan juga kampanyenya yang penuh drama, tapi menuai sukses,’’ tulis Politico, mengutip keterangan salah seorang ajudan Trump.
Politikus Partai Republik yang enggan menyebutkan namanya itu mengatakan bahwa perselisihan dan perbedaan mendominasi pembentukan pemerintahan baru di Gedung Putih. Itu yang membuat rancangan kabinet terus berubah.
BACA JUGA: Jawab Penasaran, ini 3 Hal yang akan Dilakukan Obama Setelah Pensiun
Berbagai rumor beredar tentang pencopotan Christie yang selama ini dikenal sebagai karib Trump di dunia politik. Beberapa media AS menyebut sang menantu, Jared Kushner, sebagai penyebab. Suami Ivanka tersebut kesal karena ayahnya menjadi pesakitan ketika Christie menjabat jaksa agung di Negara Bagian New Jersey.
Pada 2004, ayah Kushner terbukti mangkir dari kewajiban membayar pajak dan mengalirkan dana politik ilegal.
BACA JUGA: Trump Hanya Butuh Gaji Rp 13 Ribu, Ah Masa Sih...
Dendam Kushner itulah yang lantas membuat Trump merombak tim transisinya. Konon, atas saran Kushner yang juga menjadi salah satu penasihat politiknya, Trump mendepak Christie.
Namun, secara resmi, kubu Trump menyebut perubahan itu sebagai salah satu upaya mensterilkan pemerintahan baru dari para pelobi.
Dalam kampanyenya, Trump selalu menegaskan bahwa dirinya tidak akan melibatkan seorang pelobi pun dalam pemerintahannya. Meskipun, pelobi tersebut adalah teman dekat sendiri. ”Itu cara paling tepat untuk menjaga komitmen Trump terhadap para pendukungnya tentang pemerintahan yang bebas pelobi,’’ ujar orang dekat sang presiden terpilih Selasa lalu.
Tersingkirnya Christie dari tim transisi Trump memicu perpecahan dalam ring satu pengganti Presiden Barack Obama tersebut. Mike Rogers, mantan legislator yang pernah menjadi chairman Komite Intelijen House of Representatives (DPR AS), tidak mau lagi bertahan dalam tim transisi. Dia mengundurkan diri, lantas diikuti tim penasihat keamanan nasional yang lain, Matthew Freedman.
Rogers mengikuti jejak Christie karena mereka berdua bersahabat. Sedangkan Freedman adalah orang dekat Paul Manafort yang merupakan mantan manajer tim sukses Trump. Manafort mengundurkan diri Agustus lalu setelah Konvensi Nasional Partai Republik (RNC) mengukuhkan Trump sebagai calon presiden (capres).
’’Dalam transisi normal pada pemerintahan yang normal, memang selalu terjadi kekacauan. Tetapi, kali ini presiden terpilih lebih memilih untuk membentuk pemerintahan yang terdiri atas orang-orang dekat yang kesetiaannya sudah tidak diragukan lagi,’’ kritik Eliot Cohen, pakar keamanan dalam negeri. Tokoh Republik itu memaparkan analisisnya dalam artikel yang dimuat Washington Post kemarin (16/11).
Namun, Trump tidak mengindahkan rumor dan kritik yang mengiringi perombakan tim transisinya. Lewat Twitter, pebisnis Manhattan itu menegaskan bahwa segala perubahan yang terjadi dalam timnya bukan sesuatu yang tidak direncanakan.
’’Proses berjalan sesuai rencana. Sayalah yang memutuskan komposisi kabinet dan posisi lainnya. Saya satu-satunya yang tahu siapa saja kandidatnya,’’ tegas suami Melania Knauss itu. (afp/reuters/cnn/bbc/hep/c4/any/adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Thailand Selesai Berkabung, Selamat Datang Turis!
Redaktur : Tim Redaksi