jpnn.com, JAKARTA PUSAT - Sidang perkara dugaan korupsi minyak goreng yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) sudah memasuki tahap tuntutan.
Salah satu terdakwa yakni Pierre Togar Sitanggang selaku General Manager (GM) bagian General Affair PT Musim Mas mengaku sebagai kambing hitam dalam perkara itu.
BACA JUGA: Terdakwa Kasus Minyak Goreng Tolak Tuntutan Jaksa
"Saya dituduh sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kelangkaan minyak goreng. Saya adalah satu dari 3 orang yang terpilih untuk dijadikan tersangka," kata dia kepada wartawan di PN Jakpus.
Togar menegaskan sebenarnya minyak goreng tidak langka di pasaran. Hanya saja ekosistem dalam penyaluran dan pengawasan distribusinya belum siap, namun tetap dipaksakan oleh pemerintah.
BACA JUGA: MAKI Berharap Hakim Perkara Korupsi Minyak Goreng Gunakan Hati Nurani
"Saya tidak menyiapkan dokumen persetujuan ekspor (PE), tanda tangan (dokumen PE) yang dimaksud bukan saya," tambah Togar.
Dalam perkara itu, Pierre Togar Sitanggang dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) kurungan penjara 11 tahun ditambah pidana denda sebanyak Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
BACA JUGA: Dituntut Mengganti Anggaran BLT Rp 6 T, Terdakwa Kasus Minyak Goreng Tidak Terima
Terdakwa juga dikenakan pidana tambahan dengan tuntutan membayar uang pengganti senilai Rp 4,54 triliun.
Apabila uang pengganti itu tidak dibayarkan paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda milik terdakwa akan disita dan dilelang oleh jaksa.
Terkait tuntutan itu, dia merasa menjadi kambing hitam dalam kasus minyak goreng tersebut.
Dia pun berharap majelis hakim dapat memperhatikan seluruh fakta persidangan dan bisa memberikan keadilan.
"Saya berkeyakinan dan memohon majelis hakim untuk memutuskan tidak bersalah, karena putusan itu adalah keadilan dan kebenaran bagi saya dan bagi persidangan ini," ujar dia.
Kuasa hukum Togar, Denny Kailimang mengatakan bahwa tidak ada pelanggaran yang terjadi dalam kasus ini, sebab persetujuan ekspor (PE) jelas melalui sistem dan tidak ada tanda tangan terdakwa.
"Tidak ada satu pun yang dilewatkan dalam prosesnya, apa yang dimanipulasi? Enggak ada. Terdakwa hanya memonitor melalui sistem yang ada di pemerintah karena dalam satu bulan lebih, 7 kali berganti peraturannya," kata dia.
Selain itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhamad Lutfi juga menyatakan akan bertanggung jawab atas kebijakan yang diterbitkan.
Artinya, jika ada masalah administrasi, itu bisa diselesaikan dengan sanksi kepada perusahaan, tidak tindak pidana perorangan.
"Tidak ada tindak pidana, paling kalau ada pelanggaran adalah pelanggaran administrasi yang masuknya tindak pidana umum, itu juga kalau ada penimbunan, tapi satu pun tidak ada," ucap Denny.
Adapun sidang putusan akan dilaksanakan pada 4 Januari 2023, dia berharap majelis hakim dapat memperhatikan semua pembelaan yang dilakukan dan fakta-fakta persidangan.
Utamanya fakta penghitungan kerugian perekonomian negara yang tidak ada dasar hukum.
"Klien kami sudah cukup menderita, kemudian perusahaan akan takut hanya karena kebijakan yang dikriminalisasi. Janganlah kebijakan dikriminalisasi kecuali ada sogok-menyogoknya, ini kan tidak. Sehingga kami harapkan tuntutannya dilepas," ujar dia. (cuy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Eks Dirjen Kemendag Ungkap Mengapa Minyak Goreng Langka di Pasaran
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan