jpnn.com - JAKARTA – Harapan para honorer membuncah pasca-terbitnya UU 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Mereka berharap bisa segera diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK.
BACA JUGA: PP Harus Sesuai Ruh UU 20 Tahun 2023, Nomenklatur Honorer Jangan Dibatasi
Bahkan, ada honorer dengan jenis pekerjaan tertentu, seperti Satpol PP, menuntut diangkat menjadi PNS.
Deputi SDM Bidang Aparatur KemenPAN-RB Alex Denni kembali menjelaskan tiga prinsip penataan atau penyelesaian masalah honorer, seperti sudah disepakati dengan DPR RI.
BACA JUGA: 6 Hal Penting di UU 20 Tahun 2023 terkait Honorer & PPPK, Si Bodong Fokus Poin 5
Tiga prinsip utama itu ialah tidak ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) PHK massal honorer, tidak membuat anggaran membengkak yang membebani keuangan negara, dan tidak mengurangi pendapatan yang diterima honorer selama ini.
Terkait dengan nasib honorer tenaga teknis, Deputi Alex menegaskan, tidak mungkin mereka diangkat menjadi PNS.
BACA JUGA: Honorer Bodong Bikin Gemas, Dijegal UU 20 Tahun 2023 tentang ASN
Bahkan, tidak semuanya bisa diangkat menjadi PPPK, lantaran terdeteksi banyak honorer bodong.
Sesuai data Badan Kepegawaian Negara (BKN), jumlah honorer teknis administrasi sebanyak 700 ribu.
Angka tersebut, menurut Alex Denni, masih tinggi. Sebab, kebijakan pemerintah saat ini adalah mengarah pada talenta digital.
"Kalau 700 ribu honorer teknis administrasi diangkat PNS, ya, tidak mungkin. PNS yang sekarang saja mau kami kurangi kok," kata Deputi Alex, Minggu (5/11).
Dia menyebutkan komposisi PNS di Indonesia saat ini sebanyak 38 persennya berada di jabatan pelaksana atau administrasi.
Sementara, dengan digitalisasi banyak pelayanan publik yang mengarah pada sistem elektronik.
Otomatis pekerjaan PNS di jabatan pelaksana ini jadi berkurang.
Dengan alasan tersebut, Alex mengatakan, mulai tahun ini pemerintah mulai mengurangi formasi jabatan pelaksana.
Misal, jika di suatu unit kerja terdapat 5 PNS administrasi pensiun, maka formasi yang dibuka hanya 2.
Alex mengatakan, PNS di jabatan pelaksana ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuannya agar bisa menguasai jabatan lebih teknis.
"Nah, di PNS saja sudah kami buat begitu aturannya, bagaimana bisa honorer teknis administrasi kami angkat PNS? Ya, enggak mungkin," tegasnya.
Sebagai solusinya, KemenPAN-RB mengarahkan 700 ribu honorer teknis administrasi ini untuk meningkatkan keahliannya.
Para honorer teknis jangan sekadar menguasai pekerjaan yang sifatnya administrasi.
Nantinya, mereka ini akan diarahkan menjadi PPPK. Tentunya setelah pemerintah melakukan audit data honorer.
Deputi Alex terang-terangan menyebutkan, cukup banyak honorer bodong yang ternyata masuk pendataan tenaga non-ASN pada 2022.
Apakah mereka diarahkan ke PPPK penuh waktu atau paruh waktu, dia mengatakan akan disesuaikan dengan kekuatan anggaran.
Jangan sampai karena ingin mengakomodasi semua, akhirnya 70 persen APBD tersedot untuk membayar gaji, sedangkan pembangunan terabaikan.
Alex mengatakan, misal selama menjadi honorer gajinya Rp 1 juta, maka yang bersangkutan tidak boleh dipekerjakan penuh waktu.
"Pemerintah sudah memiliki semua data honorer dan akan diselesaikan secara bertahap setelah datanya benar-benar clear," pungkas Alex.
Diketahui, jumlah tenaga non-ASN atau honorer di pangkalan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) saat ini mencapai 2,3 juta orang dari seluruh Indonesia.
Awalnya, data jumlah honorer yang mencapai 2,3 juta tersebut sudah dikunci. Namun, ternyata masih diaudit lagi.
Alasannya, hasil sementara berdasar data yang sudah diaudit ternyata masih juga ditemukan data honorer tidak valid meski sudah dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM).
Dengan alsan tersebut, saat Rapat Kerja dengan Komisi II DPR pada 13 September 2023, MenPAN-RB Azwar Anas menjelaskan dirinya telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit data honorer secara menyeluruh, bukan lagi audit secara acak.
Saat itu Anas juga menyatakan sudah mengingatkan kepada seluruh kepala daerah bahwa jika data honorer ternyata tidak valid dan dibuatkan SPTJM, maka akan berdampak hukum.
“Karena (dengan adanya honorer bodong, red) pasti merugikan teman-teman yang sudah mengabdi lama, disalip,” kata Anas.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika nantinya ditemukan honorer tidak valid, maka akan dicoret dalam proses seleksi PPPK, meski dia masuk honorer yang mendapatkan afirmasi.
“Data yang enggak benar, otomatis gugur,” tegas Azwar Anas.
UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN mengamanatkan penataan tenaga honorer dilakukan secara bertahap dan harus kelar paling lambat Desember 2024.
Ketentuan tersebut tercantum di Pasal 66 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, yang menyatakan, “Pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024 dan sejak Undang-Undang ini mulai berlaku Instansi Pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain Pegawai ASN.”
Pada bagian penjelasan terhadap Pasal 66, dinyatakan bahwa “Yang dimaksud dengan "penataan" adalah termasuk verifikasi, validasi, dan pengangkatan oleh lembaga yang berwenang.”
Penjelasan Pasal 66 UU Nomor 20/2023 itulah yang menjegal honorer bodong melalui proses verifikasi dan validasi. (sam/esy/jpnn)
Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Mesyia Muhammad