TANGERANG - Sekarang ini muncul fenomena pelaku terorisme berasal dari sekolah maupun perguruan tinggi berbau IslamContohnya Pepi Fernando, alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Ciputat.
Meskipun begitu, Kementerian Agama (Kemenag) tetap tidak mau melakukan revisi terhadap kurikulum pendidikan agama
BACA JUGA: Perguruan Tinggi Terapkan Jaminan Mutu
Kementerian menilai, belum ada urgensi untuk merubah kurikulumMenteri Agama Suryadarma Ali mengatakan, perlu penegasan dan pembedaan yang jelas antara rekrutmen dan pendidikan agama radikal
BACA JUGA: SMS Kunci Jawaban Betul Separuh Lebih
Rekruitment kelompok radikal sudah terlepas dari institusi pendidikan keagamaan"Ini rawan kesusupan paham radikal karenanya perlu dipikirkan kembali bagaimana mencegahnya," ungkap Suryadarma di Bandara Soekarno-Hatta usai melakukan kunjungan kerja dari Nusa Tenggara Barat (NTB), kemarin (24/4).
Hanya saja, lanjut mantan Menteri Koperasi dan UKM tersebut, jam pelajaran pendidikan agama di sekolah, terutama sekolah umum harus ditambah
BACA JUGA: Marak Isu Curang, Pengawasan UN Berlapis
Sekarang ini, mata pelajaran agama hanya diberikan jatah 2 jam (1 jam pelajaran 45 menit) setiap minggunya"Ini yang membuat pengetahuan agama siswa kurangMereka jadi mudah disusupi paham-paham radikal berbau Islam," ucap Suraydarma.Untuk membendung arus radikalisme dan ideologi, lanjutnya, lembaga pendidikan harus bisa mencegah peserta diidiknya keluar dari prinsip keagamaanSehingga siswa tidak mudah disusupi paham tertentu, misalnya Negara Islam Indonesia (NII).
Bagi Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, konsep NII tidak cocok di IndonesiaApalagi cari pengembangannya dengan kekerasan dan terorSejak dulu, para pendiri bangsa sudah sepakat Indonesia negara pancasila bukan Islam.
"Idiologi NII tidak mungkin hilang 100 persenSebagai sebuah bahaya laten NII akan tetap eksisBahkan menggalang kekuatan hingga menjadi akumulasi gerakan yang susah dibendungMenurutnya, disinilah letak dan fungsi intelijen negara," tegasnya.
Suryadarma menegaskan, pihaknya menanggapi seius isu radikalisme di lembaga pendidikanBeberapa waktu lalu, hasil penelitian Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LAKIP) menyebutkan, 62,7 persen guru Pendidikan Agama Islam menolak rumah ibadah muslim di lingkungannya
Hal serupa juga diungkapkan siswa, hanya saja jumlahnya lebih sedikit yaitu 40,7 persenSurvei tersebut dilakukan kepalda 590 dari total 2.639 guru Pendidikan Agama Islam dan 993 siswa Muslim dari total 611.678 murid SMA se-Jabodetabek"Kalau ada guru yang mengajarkan radikalisme akan kita tanggapiKita akan mengkaji hasil penelitian tersebut," ucapnya(cdl)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Besok, Unas SMP/MTs Digelar Serentak
Redaktur : Tim Redaksi