Deritamu, Krakatau Steel

Rabu, 24 Juli 2019 – 15:14 WIB
Krakatau Steel. Foto: Jawa Pos.Com/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - PT Krakatau Steel Tbk kembali diterpa masalah. Kali ini Komisaris Independen Krakatau Steel Roy Maningkas mengundurkan diri.

Roy merasa kurang sreg dengan proyek pengolahan bijih besi menjadi hot metal (blast furnace) yang dijalankan oleh perusahaan.

BACA JUGA: Pengawasan SNI Tidak Ketat, Industri Baja Lokal Makin Tergerus

Pelaksanaan proyek tersebut sudah terlambat 72 bulan dari yang seharusnya. Keterlambatan itu menyebabkan anggaran membengkak dari yang seharusnya Rp 7 triliun menjadi Rp 10 triliun.

BACA JUGA: Rizal Ramli Ajari Jokowi Cara Menyelamatkan Krakatau Steel

BACA JUGA: Kebijakan Donald Trump Membuat Fadli Zon Iri

Selain itu, waktu uji coba yang seharusnya enam bulan dipersingkat menjadi dua bulan.

Menurut Roy, hal itu dilakukan untuk menghindari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

BACA JUGA: Produk Tiongkok dan Vietnam Bikin Industri Baja Domestik Terjepit

Dengan ketersediaan bahan baku proyek yang belum pasti dan harga pokok produksi slab yang lebih mahal USD 82 per ton jika dibandingkan dengan harga pasar, Roy merasa proyek itu semakin tidak masuk akal.

Padahal, target output produksinya cukup besar, yakni 1,1 juta ton. Harga pokok produksi yang lebih mahal diperkirakan justru membuat perseroan berpotensi merugi hingga Rp 1,3 triliun per tahun.

”Jadi, saya sudah mengajukan permohonan pengunduran diri 11 Juli lalu kepada Kementerian BUMN,” kata Roy, Selasa (23/7).

Awalnya, Roy yang menjadi komisaris sejak 2014 diimbau untuk menahan diri dan tetap menjabat.

Namun, pada akhirnya permohonan pengunduran diri itu disetujui secara informal oleh Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno.

”Saya sudah memperingatkan ke kementerian tentang risiko proyek itu, tetapi tidak didengarkan,” sambung Roy.

Di sisi lain, harga saham Krakatau Steel turun 2,53 persen ke Rp 386 per lembar pada perdagangan kemarin.

Emite berkode KRAS itu sudah bertahun-tahun mengalami kerugian, tepatnya sejak 2012. Tahun lalu KRAS rugi USD 74,82 juta atau Rp 1,05 triliun.

Utangnya juga membengkak hingga lebih dari Rp 30 triliun. Perseroan pun kini sibuk merestrukturisasi utang.

Wapres Jusuf Kalla mengakui, KRAS memang sedang mengalami kesulitan keuangan yang berat.

”Ada utang yang begitu besar,” ujar pria yang karib disapa JK itu.

Meski demikian, JK menyadari bahwa masalah yang dihadapi KRAS bukanlah persoalan baru. Termasuk, utang yang merupakan warisan masa lalu. Menurut dia, ada satu penyakit utama yang diderita perseroan.

”Krakatau Steel itu teknologinya lama. Dan ada baja dari Tiongkok yang lebih murah sehingga impor makin banyak. Akibatnya, cash flow-nya makin kesulitan,” lanjutnya.

Karena itu, menurut JK, harus ada perubahan fundamental bila KRAS ingin tetap bersaing sebagai produsen baja.

”Mengubah manajemennya atau memperbaiki teknologinya,” tambah mantan Menko Kesra itu. (rin/byu/c11/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Rizal Ramli Ajari Jokowi Cara Menyelamatkan Krakatau Steel


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler