jpnn.com - JAKARTA - Anggota Komisi III, Syarifuddin Sudding meminta Mahkamah Konstitusi (MK) segera mengeluarkan fatwa yang isinya memerintahkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tidak melantik bupati hasil Pilkada Sumba Barat Daya (SBD). Menurutnya, fatwa MK itu penting untuk dikeluarkan karena sudah ada putusan pidana yang membuktikan adanya penggelembungan suara oleh KPUD SBD.
"Fatwa didasarkan atas putusan Pengadilan Negeri setempat bahwa ada kelalaian yang ditemukan. MK harus mengakui bahwa pembuktian hukum yang dilakukannya tidak maksimal," kata Sudding dalam diskusi "Menggugat Konstitusionalitas Putusan MK Yang Bersifat Final Dan Mengikat Dalam Sengketa Pilkada” di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (21/11).
BACA JUGA: Yakin Pemda Selesai Periksa DPT Bermasalah sebelum 25 November
Selain Sudding, dalam diskusi tersebut hadir mantan Hakim Konstitusi, Prof HAS Natabaya dan praktisi hukum Petrus Selestinus. Sudding menambahkan, banyak putusan MK terkait sengketa pilkada yang bermasalah. Kasus Pilkada SBD adalah contoh nyata bahwa MK mengeluarkan keputusan yang tidak matang dan membuat konflik horizontal yang berkepanjangan.
Dalam situasi demikian, kata dia, MK perlu mengeluarkan terobosan hukum, salah satunya mengeluarkan fatwa kepada Mendagri untuk tidak melantik bupati terpilih Pilkada SBD karena sudah ada putusa pidana. “Putusan pidana itulah yang menjadi dasar hukum MK untuk mengeluarkan fatwa agar putusan yang sudah diambil oleh MK tidak bisa dieksekusi oleh Mendagri,” katanya.
BACA JUGA: Hanya Dahlan yang Dianggap Bisa Imbangi Jokowi
Sementara HAS Natabaya mengatakan, selama ini belum ada preseden MK mengeluarkan fatwa terkait kasus sengketa pilkada. Kalau pun MK mau mengeluarkan fatwa, kata dia, MK itu harus memastikan kapan fatwa itu dikeluarkan agar tidak semua orang akan dengan mudah meminta fatwa.
"Dalam arti MK harus keluarkan dalam batasan apa fatwa itu dikeluarkan atau persoalan apa yang bisa difatwakan. Kalau tidak ya, sedikit-sedikit orang minta fatwa dan lembaga MK jadi sangat tidak berwibawa," katanya.
BACA JUGA: Cegah Penyadapan, Bantuan Asing untuk Pemilu Harus Ditolak
Petrus Selestinus juga sepakat tentang perlunya MK membuat terobosanhukum. "Undang-undang memberikan kewenangan kepada MK untuk membuat aturan ketika terjadi kebuntuan. Dalam konteks kewenangan yang diberikan UU itu, MK harus mengeluarkan peraturan atau terobosan, seperti fatwa," katanya.
Kasus Pilkada Sumba Barat Daya bermula ketika KPU setempat menetapkan pasangan Markus Dairo Talu-Ndara Tanggu Kaha sebagai pemenang. Namun, pasangan Kornelius Kodi Mete-Daud Lende Umbu Moto yang tak terima dengan putusan KPU itu mengajukan gugatan ke MK. Selain itu, Kornelius juga melaporkan dugaan kecurangan yang dilakukan KPU Sumba Barat Daya dan sejumlah PPK karena merasa perolehan suaranya berkurang, sementara suara untuk Markus-Ndara justru bertambah.
Barang bukti berupa 144 kotak suara yang diduga kuat sebagai bukti kecurangan pun dibawa ke Jakarta atas permintaan MK. Namun, majelis hakim MK tidak melaksanakan penghitungan atas 144 kotak suara itu dengan alasan barang bukti sudah lewat waktu masa persidangan. Akhirnya MK dalam putusannya pada 29 Agustus lalu memang menguatkan keputusan KPU Sumba Barat Daya yang memenangkan pasangan Markus-Ndara.
Namun, penghitungan suara ulang yang dilakukan Polres Sumba Barat untuk menelusuri bukti penggelembungan suara bagi Markus-Ndara dan pengurangan suara bagi pasangan Kornelius-Daud justru menunjukkan hitungan yang berbeda dengan versi KPU SBD. Sebab, pasangan Kornelius justru unggul dengan 79.498 suara, sedangkan pasangan Markus-Ndara hanya meraih 67.831 suara.
KPUD SBD terpaksa melakukan pleno ulang rekapitasi penghitungan surat suara atas permintaan Panwaslu Sumba Barat Daya pada 26 September 2013, yang hasil akhirnya menetapkan pasangan Kornelis-Daud sebagai Bupati dan Wakil Bupati SBD terpilih periode 2013-2018. KPU setempat juga menganulir hasil keputusan pleno KPU SBD sebelumnya yang telah menetapkan pasangan MDT-DT sebagai pemenangnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Raih Suara Terbanyak, Tetap Gugat ke MK
Redaktur : Tim Redaksi