jpnn.com, JAKARTA - Mabes Polri harus mengungkap potensi adanya konflik kepentingan terkait dibukanya kembali kasus yang telah di SP3 oleh mantan perwira menengah AKBP Gafur Siregar dalam penanganan perkara sengketa tanah di Pecenongan, Jakarta Pusat antara ahli waris dengan PT Multi Aneka Sarana (MAS).
Pakar hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir menekankan penanganan perkara tak boleh bergantung pada selera penyidik karena menyangkut kepastian hukum.
BACA JUGA: Propam Mabes Polri Diharapkan Tak Berhenti di AKBP Gafur
Penanganan perkara harus berdasarkan bukti yang kuat. Demikian pula untuk membuka kembali kasus yang telah ditutup, ditegaskannya harus berdasarkan adanya bukti baru yang kuat.
“Yang menjadi pertanyaan di tangan yang bersangkutan penyidik yang bersangkutan pada posisi tertentu dia SP3 pada posisi tertentu dia membuka SP3 itu. Kan bukan SP3 tidak boleh karena untuk menjaga kepastian hukum. Karena membuka SP3 itu harus ada bukti baru dan bukti barunya apa. Dan itu tidak terpublikasi di media atas alasan apa dia membuka itu karena ini menyangkut profesi seorang penyidik mustinya Mabes Polri membuka itu alasan apa dia membuka lagi kalau ada dokumen baru atau novum baru maka bukti baru apa yang menjadi alasan untuk membuka itu. Musti di publikasi,” papar Mudzakir, Kamis (9/9).
BACA JUGA: Komnas HAM Proses Laporan soal AKBP Gafur Siregar
“Kalau misalnya dibuka karena alasan adanya konflik of interenst pihak pelapor misalnya itu juga harus dibuka. Jadi alasannya sederhana adanya bukti baru karena dengan adanya bukti baru maka bisa dibuka kembali. Sehingga ini kesannya tergantung kepada selera oknum penyidiknya,” timpal Mudzakir.
Dirinya menyoroti peran pengawas penyidik dalam melihat sebuah perkara di SP3 atau dilanjutkan. Demikian pula pihak Propam dalam melakukan pemeriksaan atas alasan apa perkara ini dibuka.
BACA JUGA: Mabes Polri Didorong Ungkap Motif AKBP Gafur Siregar Membuka SP3
“Tentu harus rasional kalau tidak rasionalkan tentu bisa dikenakan sangsi yang sesuai dengan ketentuan profesi penyidik itu. Jikalau memang dia menyalahgunakan kewenangannya harus dikenakan sangsi sesuai dengan aturan profesi penyidik. Karena yang namanya penyidik profesional itu membuka perkara dengan profesional dan menutupnya juga dengan profesional. dan kata-kata profesional adalah bisa diuji secara obyektif berdasarkan ilmu pengetahuan hukum pidana,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama Mudzakir mengingatkan komitmen Polri untuk memberantas mafia tanah seperti instruksi Kapolri paska mendapat arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tak sekedar melihat dokumen autentik yang dapat lahir begitu saja, penyidik yang serius menangani persoalan mafia tanah harus melihat kronologinya secara detail hingga tanah dinyatakan hak milik, termasuk siapa yang melahirkan surat-surat tanah, atau darimana dokumen itu muncul padahal sudah ada hak yang lain.
Bila penyidik lengah, maka penanganan perkara bisa mengambil dasar dari sebuah keterangan yang palsu.
“Kalau kepolisian ingin melanjuti program menghapus mafia tanah atau menghapuskan tindakan mafia tanah, penyidik harus istiqomah dalam melakukan penegakan hukum, tidak tengok kanan dan tengok kiri, lurus dengan kata lain bahwa tanah itu apapun yang terjadi baik pengalihan dan lain sebagainya semua tergantung dari kronologi atas tanah tersebut. Itulah yang harus menjadi patokan penyidik,” pesan Mudzakir.
“Kemudian penyidik juga harus independen dan bisa mengundang ahli tanah yang juga independen untuk memberikan masukan sehingga dia bisa istiqomah melusurkan hak atas tanah,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, AKBP Gafur Siregar saat menjabat mantan Kasubdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya membuka kembali penyidikan perkara kepemilikan tanah yang sudah dihentikan penyidikannya (SP3).
Kembali disematkan status tersangka, terlapor R. Lutfi Bin Sech Abdullah bin Awab bin Ali Altway melaporkan AKBP Gafur ke Paminal Mabes Polri. Dalam sidang kode etik, AKBP Gafur diindimasikan melakukan kesalahan dalam membuka kembali perkara tersebut dengan tidak memeriksa kembali pihak terkait. Sidang Wabprof digelar awal Agustus 2021 lalu, namun tak merilis hasilnya ke publik.
Pihak Wabprof yang dihubungi wartawan enggan berkomentar mengenai hasil sidang tersebut. Beberapa hari kemudian, telegram rahasia Kapolri mengenai mutasi dan promosi terbit, dan AKBP Gadur termasuk yang dipromosikan menjadi Kapolres Kota Baru.
Dalam upayanya mencari keadilan, R Lutfi sehari sebelumnya melaporkan AKBP Gafur Siregar ke Komnas HAM dan Ombudsman atas dugaaan kesewenang-wenangan dalam menetapkan status tersangka dirinya dalam perkara memasuki pekarangan orang lain yang di tuduhkan PT Multi Aneka Sarana (MAS) kepada dirinya.
"Saya ditersangkakan karena memasuki pekarangan orang lain. Padahal itu rumah dan tanah yang sudah kami tinggali secara turun temurun," kata Lutfi. Pihaknya juga mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi.
Kepada wartawan, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus membenarkan AKBP Gafur telah menjalani sidang kode etik terkait penanganan kasus saat menjabat Kasubdit II Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Namun setelah dilakukan sidang dan pemeriksaan, Yusri menyampaikan yang bersangkutan tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik.
“Sudah dilakukan sidang dan Paminal Polri kemudian menyatakan M Gafur tidak bersalah dan tidak melanggar kode etik profesi dalam penanganan perkara tersebut,” ujarnya, Sabtu (28/8). (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil