jpnn.com - JAKARTA - Sekretaris Eksekutif Indonesian Legal Roundtable, Firmansyah Arifin mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo menolak permohonan grasi yang diajukan 64 terpidana mati kasus narkoba. Alasannya, Presiden yang dikenal dengan sebutan Jokowi itu perlu membeber alasan menolak permohonan grasi.
"Legal Roundtable patut mempertanyakan alasan presiden menolak grasi 64 narapidana narkotika itu secara bersamaan. Masyarakat perlu tahu alasan napi mengajukan grasi dan presiden menolak grasi itu," kata Firmansyah dalam diskusi "Hukuman Mati dan Penegakkan HAM" di kompleks parlemen, Senayan Jakarta, Senin (15/12).
BACA JUGA: Tanpa Regenerasi, Partai Pasti Membusuk
Hingga saat ini, lanjutnya, Kejaksaan Agung selaku pihak eksekutor juga tidak menjelaskan pertimbangan mendasar bagi penolakan grasi bagi 64 narapida narkotika itu. Menurut Firmansyah, jangan sampai eksekusi hukuman mati justru menutup penyelewengan dan kejahatan lain yang terjadi saat proses penyidikan hingga peradilan.
"Jangan sampai eksekusi hukuman mati harus dilaksanakan untuk menutupi berbagai tindak kekerasan dalam proses penyelidikan dan penyidikan hukum. Salah tangkap dan salah vonis di negeri ini sering terjadi," ujarnya.
BACA JUGA: Kejagung Segera Tarik Jaksa Berprestasi dari KPK
Firman lantas mencontohkan, korupsi sejak tahun 1999 dimasukkan ke dalam tidakan pidana luar biasa. Namun, hingga sekarang jumlah pelaku korupsi tak juga turun.
"Begitu juga dengan narkotika, sudah dinyatakan sebagai tindakan kejahatan luar biasa sehingga dibentuk BNN. Tapi faktanya korupsi dan penyalahgunaan narkotika semakin marak. Pasti ada sesuatu yang salah," tegasnya.
BACA JUGA: Pastikan Jokowi Tak Akan Singkirkan Megawati dari Ketum PDIP
Karena itu Firmansyah menyarankan agar negara segera membuat strategi baru guna memerangi penyalahgunaan narkotika. "Harus rubah strategi perang terhadap narkotika," pungkasnya.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prabowo Terlalu Kuat, yang Lain jadi Seperti Kurcaci
Redaktur : Tim Redaksi