Di Golkar, Hilang Kekuasaan Hilang Dukungan

Rabu, 11 Mei 2011 – 02:34 WIB

JAKARTA -- Pernyataan Syamsul Arifin yang mengaku benar-benar kecewa lantaran sudah empat kali "disakiti" DPP Partai Golkar, mendapat tanggapan pengamat dari IndoBarometer, Mohammad Qodary.

Pengamat yang intens mengikuti perkembangan politik di internal partai beringin rindang itu menilai, pernyataan Syamsul tersebut menggambarkan Syamsul Arifin tidak memahami tradisi politik yang sudah lama berlaku di Golkar.

Qodary mengingatkan bahwa tradisi di Golkar, siapa yang memiliki kekuasaan dia akan mendapat dukunganSebaliknya, jika sudah tidak punya kekuasaan, maka dukungan itu akan hilang.

"Itulah realitanya di Golkar

BACA JUGA: Demokrat Merasa jadi Korban Imajinasi

Orientasinya adalah kekuasaan
Figur-figur mana yang punya kekuasaan, maka dia yang didukung

BACA JUGA: Angelina Sondakh Bantah Ikut Kecipratan

Kalau kekuasaan lepas, maka dukungan juga dilepas
Itulah dinamika di Partai Golkar

BACA JUGA: MK Tolak Gugatan Pemilukada Siak

Di Golkar tak boleh kecewa," ujar Qodary kepada JPNN ini di Jakarta, kemarin (10/5).

Dia lantas mengomentari sejumlah hal yang membuat Syamsul merasa kecewaSaat maju sebagai calon gubernur, Golkar lebih mendukung Ali Umri karena dia yang menjadi ketua DPD Golkar Sumut.  Namun, begitu Syamsul terpilih menjadi gubernur Sumut, dengan mudah Syamsul terpilih menjadi ketua Golkar Sumut.  Kata Qodary, Syamsul bisa terpilih sebagai ketua Golkar Sumut lantaran dia punya kekuasaan sebagai gubernur.

"Jadi, begitu Syamsul punya kekuasaan, dia dengan gampang bisa menjadi ketua DPD Golkar SumutNah, mestinya Syamsul juga paham, begitu kekuasaannya sudah hilang (karena sudah dinonaktifan sebagai gubernur lantaran menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi, red), maka jabatan sebagai ketua DPD Golkar itu juga akan dengan gampang lepas," beber Qodary.

Seberapa besar pengaruh "orang-orangnya" Syamsul akan mempengaruhi kekuatan Golkar Sumut? Qodary menjawab, tidak akan banyak pengaruhnyaLagi-lagi Qodary menjelaskan bahwa tipikal politisi dan kader Golkar adalah berorientasi kepada kekuasaan.  "Sekali lagi, jika dia sudah tak punya kekuasaan, maka akan kehilangan dukunganNanti mereka akan mencari figur baru yang punya kekuasaanPak Syamsul harus realistis bahwa jabatannya sebagai ketua Golkar identik dengan jabatannya sebagai gubernur," ulas Qodary.

Kekuasaan, dalam konteks ini perpolitikan di internal Golkar, menurut Qodary, memang tidak melulu melekat pada jabatanBisa saja jabatannya tidak tinggi, tapi dia punya modal kuat.  "Di Golkar, jika punya modal kuat, logistiknya kuat, dia juga bisa mendapat dukungan," imbuhnya.

Dijelaskan Qodary, peluang satu-satunya bagi Syamsul untuk kembali bisa aktif duduk sebagai ketua Golkar Sumut adalah jika dia nantinya dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan dalam perkara dugaan korupsi APBD Langkat 2000-2007"Tapi kalau keputusan yang sudah berkekuatan hukum tetap menyatakan dia harus dipenjara, tentu tertutup pintu baginya menjadi ketua Golkar lagi," kata Qodary.

Seperti diberitakan, usai menjalani persidangan di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor), Jakarta, Senin (9/5), Syamsul mengaku kecewa,namun tegas menyatakan tetap sebagai kader Golkar.

Syamsul mengatakan, bukan kali ini saja dirinya dikecewakan GolkarDia menyebut, setidaknya sudah empat kali diperlakukan seenaknya oleh Golkar.  Selain kasus penonaktifannya sebagai ketua DPD Golkar Sumut, Syamsul menyebutkan ada tiga kasus lagi yang serupa.

Pertama, saat pemilihan ketua KNPI Sumut dimana Golkar tak memilihnyaKedua, saat pencalonan pertama sebagai bupati Langkat, Golkar juga tak mendukungKetiga, saat maju sebagai calon gubernur Sumut, Syamsul juga tidak didukung Golkar.  (sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Fraksi Demokrat Bentuk Tim Investigasi Suap


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler