Di Papua, Mendikbud Temui Kartu Sakti Belum Bisa Diuangkan

Senin, 10 Oktober 2016 – 05:18 WIB
Mendikbud Muhadjir Effendy berdialog dengan salah seorang pelajar di Timika. Foto: Radar Timika.

jpnn.com - TIMIKA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Muhadjir Effendy mendapat banyak masukan saat mengunjungi beberapa daerah di Papua akhir pekan kemarin.

Menteri yang baru dipercaya menggantikan Anies Baswedan itu mendatangi sejumlah wilayah, mulai dari perbatasan Indonesia-PNG yakni Merauke kemudian di wilayah utara yakni Kabupaten Jayapura. 

BACA JUGA: Pratikno Dorong Kampus Rajin Penelitian Obat-obatan

Menteri yang belakang disorot dengan usulannya menerapkan Full Day School ini, juga menyempatkan waktu bertemu dengan Pemerintah Kabupaten Mimika dalam hal ini Dinas Pendidikan, para guru hingga pelajar dari beberapa sekolah. 

Saat berbincang dengan pelajar, Menteri Muhadjir menanyakan soal Kartu Indonesia Pintar (KIP). “Sudah punya Kartu Indonesia Pintar ?” tanya Menteri. “Sudah Pak tapi tidak bawa,” jawab beberapa orang pelajar. 

BACA JUGA: Peserta Didik Nonformal Bakal Dapat Sertifikasi Lho

Namun saat itu ada pula seorang murid yang kebetulan membawa dan memperlihatkannya kepada sang menteri. Meski sudah memegang KIP, namun para pelajar itu mengungkapkan bahwa kartu sakti itu, belum bisa digunakan lantaran belum bisa diuangkan. 

Kepada Radar Timika, Menteri Muhadjir mengatakan bahwa salah satu tujuan utama kunjungannya menyangkut Kartu Indonesia Pintar. Di setiap daerah di Papua, yang ia kunjungi persoalan yang ditemui hampir sama yakni masalah distribusi. 

BACA JUGA: Komposisi Dosen di Sejumlah Provinsi Berdasarkan Kualifikasi Akademiknya

“Karena kartunya itu yang mestinya ke pihak orangtua yang punya anak usia sekolah, tapi kelihatan dari distribusi hanya diserahkan ke distrik. Pihak distrik kesulitan untuk menyalurkan ke keluarga pertama karena memang wilayahnya sangat jauh, berpencar-pencar dan memang sebetulnya itu bukan kewajiban distrik,” katanya. 

KIP ini lanjutnya dirancang untuk meng-cover anak-anak usia sekolah. Namun ia mengatakan, bahwa untuk meng-cover secara keseluruhan atau 100 persen itu tidak mungkin. Yang terpenting adalah berusaha memperbanyak, agar yang tidak tercover ini jumlahnya lebih kecil dibanding yang sudah ter-cover. 

Menyangkut persoalan yang ia dapatkan di Timika yakni KIP sudah di tangan tapi belum bisa diuangkan, menurutnya itu hanya persoalan bank saja. Karena itu ia meminta Dinas Pendidikan setempat untuk berkoordinasi dengan bank terkait. 

“Jadi kalau KIP masuk ke sekolah, sekolah sudah masukkan data pendidikan dan dikirim ke Jakarta itu, otomatis sudah ada dana yang dikirim ke bank,” tandas Menteri Muhadjir. 

Terlepas dari persoalan KIP, Muhadjir menjelaskan bahwa Papua merupakan provinsi yang dari bidang pendidikan sangat tertinggal. Kata dia, untuk daerah terpencil atau pedalaman dimana sebaran peserta distrik sangat luas, Kemendikbud merancang sistem pendidikan dengan menerapkan sekolah berbasis asrama baik SD maupun SMP. 

“Ini sedang kami peta-petakan. Tadi saya sudah ke Merauke, kemudian Lanny Jaya dan Jayapura termasuk juga di Timika. Nanti kami akan petakan kemudian akan bikin salah satu solusinya adalah sekolah berasrama. Jadi anak-anak nanti akan tinggal di asrama, kemudian Sabtu-Minggu bisa pulang ke rumah atau orangtuanya yang ke sekolah,” terang Muhadjir. (sun/adk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Taruna Angkatan Laut ASEAN Berlayar Singgahi 6 Kota


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler