KH Mukhamad Musryfin, guru Madrasah Aliyah (MA) Bilingual Kelurahan Dadaprejo Kota Batu. Pria yang akrab disapa Musryfin ini juga menjadi pentayuh atau bisa membaca karakter pusaka.
--------------
MUKHLASHYIN-Radar Malang
--------------
Sebuah ruangan di rumah Jalan Masjid An-Nur Gang Lapangan No 44B RT 04 RW 05 Dusun Banaran, Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji tampak angker. Penuh dengan berbagai jenis pusaka peninggalan nenek moyang bangsa Indonesia. Mulai jenis tombak, keris, trisula, pedang dan tongkat.
Di antara benda pusaka tersebut terdapat payung bersusun khas Bali, tempat dupa dan kemenyan. Hiasan tersebut yang membuat suasana di tempat tersebut menjadi terasa berbeda. Benda-benda pusaka tersebut merupakan sebagian koleksi yang dimiliki Musryfin.
BACA JUGA: Bahwa Cantik itu tak Berarti Kurus
Sedikitnya ada 107 keris, 2 tombak, 5 pedang dan 2 trisula yang sekarang ini yang disimpan Musryfin. Benda pusaka tersebut dimiliki Musryfin sejak tahun 1991. Saat itu Musryfin sangat mengagumi dengan pusaka. Karakter pusaka yang memiliki ciri yang berbeda-beda membuat Musryfin pun tertarik untuk mempelajarinya.
Karena itu Musryfin pun memutuskan untuk belajar ke KH Nur Nasrokh Hadi Ningrat MBA - pengasuh sekaligus pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Wali Songo Gomang Laju Lor, Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban, Jawa Timur, yang memiliki pengetahuan yang luas mengenai benda pusaka.
BACA JUGA: Setelah Diolesi Minyak Dayak, Krek..Krek, Tulang Patah Seperti Nyambung Sendiri
”Selama dua tahun saya menjadi santri. Belajar untuk membaca karakter benda pusaka. Mulai jenis, hingga dibuat tahun berapa dan siapa pembuatnya,” beber Musryfin.
Dari situlah Musryfin mendapatkan ilmu penjamasan dan pentayuh. Dari situlah Musryfin mulai diminta melakukan penjamasan tosan aji atau memadikan benda pusaka pada bulan Suro. Kegiatan tersebut sudah digelar pada hari Rabu (14/10) lalu.
BACA JUGA: SADIS! Beginilah Adegan demi Adegan Agus Menghabisi PNF
Selain merawat keris, suami Sari Dewi S.Sos itu diminta menjadi sang pentayuh. Mulai melacak asal usul, dan melakukan identifikasi benda pusaka.
Untuk melengkapi data, Musryfin juga diminta menjelaskan jenis pamor, empu yang membuat hingga kapan benda pusaka tersebut dibuat. ”Bulan Suro kali ini sangat banyak yang datang. Sedikitnya ada 425 benda pusaka yang minta dilihat,” ungkap pria yang sudah berusia 47 tahun ini.
Kolektor benda pusaka yang datang kepada pria yang sudah dikaruniai satu anak ini dari berbagai wilayah di Jawa Timur. Mulai dari Malang raya, Magetan, Jember, Kediri, Sidoarjo, Tuban dan Surabaya. Tidak butuh waktu lama untuk melakukan identifikasi. ”Hanya butuh waktu 5 menit melakukan identifikasi satu benda pusaka. Dan hasil identifikasi langsung diberikan dalam bentuk sertifikat,” terang Musryfin.
Dengan begitu, benda-benda bersejarah bisa teridentifikasi dengan baik. Baik jenis hingga pemiliknya. Bisa dilestarikan untuk diwariskan ke anak cucu Bangsa Indonesia. Sehingga barang bersejarah tersebut tidak akan musnah karena tergerus oleh perkembangan zaman.
Karena melestarikan budaya, Musryfin pun mendapat gelar Kanjeng Raden Tumenggung KH Mukhamad Musyrifin Pujo Reksobudoyo dari Karaton Surakarta Hadiningrat Jogjakarta pada bulan Mei Tahun 2014. Dan Musryfin pun setiap tahunnya menggelar kegiatan memandikan pusaka dan mengidentifikasi benda pusaka.
Selain itu, Musryfin juga tetap menjalankan tugasnya sebagai gutu di MA Bilingual sebagai guru olah raga. Dan tetap menjalankan aktifitas belajar mengajar dengan anak didik. Membagi waktu agar kedua profesi tersebut tetap berjalan.
”Untuk setiap harinya tetap menjadi guru. Setiap waktu luang dimanfaatkan untuk melestarikan budaya bangsa,” beber Musryfin.(*/bb)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bikin Kaget, Pengamen Jalanan Ini Ternyata Kuasai 7 Bahasa Asing
Redaktur : Tim Redaksi