jpnn.com - MESKI sudah ada peringatan sebelumnya dari Badan Intelijen Negara (BIN) mengenai ancaman aksi teroris, peledakan bom di kawasan Sarinah, 14 Januari 2016, tetap mengejutkan banyak pihak. Aparat kepolisian memastikan, pelaku peledakan terkait dengan kelompk radikal ISIS.
Sudah diketahui banyak WNI yang menuju Suriah kembali ke Indonesia. Namun, penegak hukum tidak berdaya melakukan penangkapan karena belum ada aturan yang melegalkan hal tersebut.
BACA JUGA: Saya Juga Sedih
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Saud Usman Nasution mengatakan, banyak hal yang perlu diperbaiki dalam UU terorisme.
“Pencegahan juga penting dalam pemberantasan teroris,” ujar Saud beberapa waktu lalu.
BACA JUGA: Tolong, Jangan Sebut Bom Sarinah
Apa dan bagaimana BNPT menelusuri dan mencegah ISIS di Indonesia? Berikut wawancara wartawan JPNN Natalia Laurens dengan Saud di kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat.
Bagaimana mapping terorisme di Indonesia, kira-kira mana saja daerah rawan tempat teroris menyebarkan ajaran mereka?
BACA JUGA: Intelijen Jangan Menangkap
Yang jelas, pertama kalau kita lihat dari tokoh-tokoh berbaiat itu sekarang arahnya ke ISIS. Berbaiat bergabung dengan ISIS. Abu Bakar Ba’asyir, Oman Abdurrahman, dan Santoso. Kalau kami lihat pergerakan kelompok mereka ini yang jelas ada di beberapa tempat. Di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, termasuk juga di Lampung Medan, Sulawesi dan Kalimantan Timur sama Maluku. Itu jelas yang jadi pantauan kami sebagai daerah pergeseran mereka selama ini.
Terhadap daerah-daerah yang sudah terpetakan itu, apakah ada kebijakan khusus pemerintah?
Kami lakukan deradikalisasi. Bersama dengan berbagai komponen masyarakat dan ormas. Misalnya, universitas Islam Negeri. Minta partisipasi ulama, baik dari NU maupun Muhammadiyah. Kami gandeng mereka untuk cegah penyebaran sehingga masyarakat paham.
Apa juga ada intensitas operasi untuk pengejaran mereka?
Dari aspek penegakan hukum dan intelijen tentu bekerja terus. Demikian juga kami dari aspek pencegahan. Sesuai dengan tupoksi masing-masing. Kami bahkan juga gerakkan aparat desa. Misalnya RT/RW , Bimas untuk laksanakan pemantauan dan pengamatan di lingkungan masing-masing.
Dari BNPT sendiri akan melakukan tindakan apa? Imigrasi kan sedikit mengalami kesulitan pencekalan jika tidak ada notifikasi dari penegak hukum. Apakah BNPT akan beri informasi lebih detail?
Kami sharing informasi-informasi semua data-data yang terkait terorisme. Kami berikan pada Imigrasi dalam rangka pengawasan dan memperketat pemberian visa dan imigrasi. Demikian juga pada Kementerian Luar Negeri karena penting dalam rangka mengantisipasi arus balik dari Suriah, Irak atau dari mana pun karena mereka akan mencari jalan pulang mana yang aman. Kalau tidak mereka sering pakai modus mengatakan passport mereka hilang sehingga mereka bisa masuk kembali ke Indonesia. Makanya kami berikan data nama-nama pada Kementerian Luar Negeri. Jadi kalau ada warga yang sudah masuk dalam daftar kami, harus berhati-hati.
Bagaimana dengan nama-nama yang sudah telanjur masuk ke Indonesia lagi?
Itu kami pantau terus. Bila mana dia lakukan sesuatu yang melanggar hukum tentu aparat penegak hukum akan dikerahkan. Jelas tingkatkan pengawasan dan kami informasikan pada seluruh aparat di jajaran di lapangan. Misalnya, ada orang yang dipulangkan dari Turki atau deportasi. Dia kembali ke desa ini. Atau ada yang sudah keluar dari penjara sekarang dia tinggal di mana. Itu kami laporkan. Diharapkan aparat di daerah melaksanakan pemantauan dan monitor. Sehingga semua bisa bersinergi RT/RW bisa bersinergi, aparat juga, Babinsa, TNI. Di masing-masing provinsi kan juga ada foru m pencegahan.
Apa usulan BNPT untuk revisi UU Teroris?
Yang jelas kami usulkan pada Kemenkumham terkait berbagai revisi, kami sudah melakukan berbagai pertemuan dan menerima banyak masukan karena kami rasakan UU Nomor 15 tahun 2003 itu sudah banyak yang tidak relevan. Misalnya di UU itu baru mengatur tentang penyidikan, penuntutan, persidangan. Sedangkan, kegiatan pembinaan, pencegahan dan rehabilitasi dalam rangka kegiatan mengubah mindset belum diatur. Itu baru diatur di Perpres Nomor 46 tahun 2010. Diharapkan itu dibuat dalam bentuk UU. Dimasukkan dalam revisi UU Teroris.
Selain itu, kami usulkan masa penangkapan yang tadinya 7x24 jam, itu tidak cukup. Kami minta 30 hari masa penangkapannya. Masa penahanan, awalnya 6 bulan, kami minta tambah jadi 10 bulan. Ini kan jaringan extraordinary crime. Apalagi jaringan mereka bukan hanya antar daerah tapi juga antar negara sehingga butuh waktu panjang untuk selidiki kasusnya. Termasuk untuk latihan militer yang diduga untuk terorisme, kami usulkan menjadi suatu perbuatan pidana. Warga negara kita yang gabung dengan mereka di luar negeri bisa dicabut kewarganegaraannya. Karena dia sudah menyatakan keluar dari NKRI. Jadi ikut latihan militer yang diduga kuat terorisme meski tidak gabung ke ISIS harusnya tetap bisa juga dipidana. Dia kan ke sana (Suriah) dalam rangka jihad.
Sudah berapa WNI yang dibaiat ISIS, kira-kira?
Banyak. Kami sulit untuk sebut angka pasti karena ada yang berbaiat secara tertutup. Dia tidak mungkin diumumkan. Kami tidak bisa lihatnya secara pasti. Yang jelas Abu Bakar Ba’asyir, Oman Abdurrahman, Santoso, Bahrun Syah, Abu Jandal. Bahrun nai’m itu termasuk. Dia anak buahnya Abu Jandal. Mereka ditugaskan melakukan baiat pada seluruh pengikutnya untuk bergabung dengan ISIS pimpinan Abu Bakar Al Baghadadi.***
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yang Ikut Membantu Akan Kami Kejar!
Redaktur : Tim Redaksi