jpnn.com, JAKARTA - Masa pandemi COVID-19, ikut memicu jumlah kasus penyakit kencing manis atau Diabetes Melitus (DM).
Pasalnya, semua aktivitas serba daring, masyarakat pun waswas ke rumah sakit untuk memeriksakan dirinya.
BACA JUGA: 5 Manfaat Ampuh Minum Air Kunyit dan Lada Hitam Bersama-sama, Nomor 3 Bisa Mengontrol Diabetes
Menurut Ketua Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia, Budi Hidayat, seseorang bisa melakukan berbagai kegiatan tanpa banyak bergerak, maka potensi risiko terkena DM sangat besar.
Padahal dengan banyak gerak dan mengeluarkan keringat merupakan jalur detoksifikasi alami.
BACA JUGA: 6 Makanan yang Ramah Bagi Penderita Diabetes
"Diabetes dulu hanya diidap oleh lansia, kini mulai menjangkiti generasi muda," kata Budi dalam Media Briefing “The Economic Burden of Diabetes and The Innovative Policy” besutan CHEPS, Jumat (13/11).
Dalam dunia medis dikenal Diabetes Melitus tipe 1 (DMT1) dan Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2). DMT2 sering tidak menunjukkan gejala berarti. Bahkan, mayoritas penderita tidak menyadari dirinya terkena DMT2 selama bertahun-tahun.
BACA JUGA: 5 Manfaat Ajaib Belimbing Wuluh, Nomor 3 Bantu Atasi Diabetes
Yang jadi pertanyaan, apakah DMT2 ditanggung oleh pemerintah dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Mengingat pengidap penyakit ini akan mengalami kerusakan organ tetapi berdurasi sangat panjang.
Budi menjelaskan, dampak dari DM tipe 2 bisa menggerus keuangan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, jika peserta tidak ditangani dengan sangat serius. “Ini diperlukan studi khusus dan mendalam, regulasinya juga harus dipikirkan oleh pemerintah,” ujar Budi.
Menurut Budi, penanganan diabetes di JKN mengeluarkan biaya tinggi dengan mayoritas pembiayaan digunakan untuk menangani komplikasi. Mengingat 57% pasien Diabetes tipe 2 memiliki satu atau lebih komplikasi.
Kemudian 74% pembiayaan diabetes digunakan untuk mengobati komplikasi terkait diabetes dan biaya untuk mengobati komplikasi dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan non komplikasi.
“Jika tidak dilakukan intervensi yang tepat sejak dini, maka penanganan diabetes di pelayanan kesehatan diestimasikan mencapai Rp 199 triliun dan pembiayaan untuk komplikasi sendiri mencapai Rp 142 triliun dari Rp 199 triliun,” jelas Budi.
Budi melanjutkan, ada langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menurunkan komplikasi dan menekan pembiayaan komplikasi pada diabetes.
Caranya mencegah terjadinya komplikasi pada orang yang sudah terdiagnosa diabetes dengan terapi optimal dan mencegah terjadinya diabetes pada orang yang belum memiliki risiko diabetes.
Pada kesempatan sama Deputi Direksi BPJS Kesehatan Ari Dwi Aryani mengungkapkan, data 2016 menunjukkan, dari 18,9 juta peserta JKN yang mengakses perawatan lanjutan di rumah sakit, 812.204 (4%) teridentifikasi menderita DMT2.
Sekitar 57% mengalami komplikasi, dengan penyakit kardiovaskular yang paling umum (24%).
"Total biaya pengobatan DMT2 dan komplikasinya mencapai USD576 juta (Rp8,6 triliun) pada tahun 2016, dengan 74% biaya digunakan untuk manajemen penderita komplikasi terkait diabetes," sebutnya. (esy/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad