DIBI, Sistem Baru BNPB untuk Melihat Catatan Kebencanaan di Indonesia

Rabu, 30 Desember 2020 – 22:51 WIB
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Foto: dok BNPB

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Bidang Pengelolaan Data dan Sistem Informasi BNPB Teguh Harjito mengingatkan bahwa Indonesia ialah negara dengan risiko terhadap bencana alam. Pasalnya, Indonesia ialah negara yang terletak di antara ring of atau gunung berapi yang masih aktif.

Atas kondisi tersebut, kata Teguh, BNPB membuat sistem bernama Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI). Sistem itu berisikan tentang data terkait kejadian bencana di Indonesia.

BACA JUGA: BNPB Latih 1.000 Sukarelawan Covid-19 Kalsel

"Kami mencoba mengupayakan untuk membuat sistem (DIBI, red) yang di dalamnya terdapat database tentang kejadian bencana yang ada di Indonesia," ujar Teguh dalam keterangan resmi secara virtual terkait 'Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) sebagai Referensi Data Kebencanaan', Rabu (30/12).

Teguh menjelaskan, data dalam DIBI ini cukup komprehensif. DIBI menyajikan data kejadian bencana di Indonesia mulai tahun 1815.

BACA JUGA: BNPB Beri Peringatan Bencana Ganda di Lereng Gunung Merapi

Menurut Teguh, BNPB masih berupaya memaksimalkan DIBI ini. BNPB masih  mengumpulkan data bencana di Indonesia sebelum 1815.

"Kami coba mengupayakan dan mengumpulkan data yang lebih banyak lagi di tahun-tahun sebelumnya ini sedang kami upayakan," ujar dia.

BACA JUGA: Ini Saran BNPB Hadapi Fenomena La Nina

Menurut Teguh, data bencana dalam DIBI menjelaskan tentang lokasi dan tahun kejadian. Dari situ, publik bisa membandingkan kejadian bencana di Indonesia dari tahun ke tahun.

"Ini bisa dilihat nanti," kata Teguh.

Kemudian secara spasial, BNPB juga memiliki data kejadian bencana lewat peta krisis melalui laman yang bisa diunduh di gis.bnpb.go.id. Selain itu juga BNPB juga memiliki aplikasi Inarisk yang bisa diunduh di inarisk.bnpb.go.id.

Di laman Inarisk, kata Teguh, masyarakat bisa mengetahui risiko bencana di wilayahnya seperti banjir, banjir bandang, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem dan abrasi, gempa bumi, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, letusan gunung api, tanah longsor, tsunami, dan bencana multibahaya.

"Bagaimana kita bisa melihat satu daerah atau kalau kita pergi ke suatu daerah, kita bisa mengetahui di daerah tersebut tinggi sedang atau rendah dari misalkan satu jenis bahaya bencana. Ada juga yang penilaian dari sisi multi bencana, multi bahaya bencana," kata Teguh.

Sementara itu, Kepala Sub Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Spasial BNPB Andri Cipto Utomo mengatakan sebanyak 2.938 kejadian bencana terjadi di 34 Provinsi di Indonesia sepanjang tahun ini. Data itu seperti tertuang dalam situs gis.bnpb.go.id hingga 30 Desember 2020.

Rinciannya yakni 16 gempa bumi, tujuh letusan gunung api, 326 Karhutla, 29 kekeringan, 1.067 banjir, 573 tanah longsor, 877 puting beliung, 36 gelombang pasang atau abrasi, dan bencana nonalam COVID-19.

Dari jumlah tersebut, 370 orang meninggal dunia, 39 hilang, 536 orang luka dan 6.431.310 orang menderita atau mengungsi.

"Bapak ibu bisa download di sini (gis.bnpb.go.id, red) jumlahnya," kata Andri. (ast/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler