Dicabuli Saat Kelas 1 SMP, Kelas 2 Melawan

Sabtu, 29 Maret 2014 – 19:59 WIB

jpnn.com - RANTAU - NH, orangtua FA, salah satu korban yang duduk di kelas II SMP, mengaku semula tidak menyangka alasan anaknya selalu minta pindah karena takut selalu menjadi korban perbuatan cabul Sy (42), kepala sekolah di Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), yang menyerahkan diri ke Polsek Kualuh Hulu, Kamis (27/3).

Anaknya FA pulang ke rumahnya di Kecamatan Kualuh Selatan, Rabu (26/3).

BACA JUGA: Modal Rp10 Ribu, Kepala Sekolah Cabuli Murid-muridnya

NH kemudian datang ke sekolah untuk membayarkan uang sekolah, sekaligus mempertanyakan perilaku anaknya yang tidak seperti biasanya. Namun Sy, pimpinan sekolah tidak berhasil ditemui.

Dari istri Sy, NH memeroleh informasi bahwa anaknya telah dikeluarkan dari sekolah karena  merusak lemari. Mendengar itu, NH buru-buru pulang dan mempertanyakan hal tersebut kepada anaknya.

BACA JUGA: Ibu Bocah Korban Kekerasan Iqbal Syahputra Ditemukan

“Sampai di rumah saya tanya FA, ‘kenapa kau bandal?. Oleh FA dijawab ’saya tidak bandal, Ma. Saya tidak tahan lagi sekolah di situ, Ma. Pindahkan saya ke sekolah lain,” kata NH, menirukan percakapannya dengan anaknya, FA.

NH kemudian menanyakan alasan FA pindah. Selanjutnya NH memarahi anaknya, karena beranggapan di mana pun sekolah itu sama saja. Kemungkinan karena dimarahi, FA menceritakan peristiwa cabul yang dilakukan Sy kepada orangtuanya.

BACA JUGA: Rekayasa Kasus Narkoba Bermotif Pemerasan

FA bercerita, kejadian itu ketika dirinya masih kelas I SMP. Namun sejak kelas II, dirinya tak pernah dicabuli karena FA melawan. Mendengar cerita anaknya, NH mencari tahu siapa korban lainnya. NH menemukan empat anak lainnya, dibantu FA.

Menurut cerita anak-anak yang menjadi korban, Sy mengajak anak-anak menemaninya buang air dan kadang mengajak anak keluar dari sekolah, sebelumnya mencabuli mereka.

Setelah peristiwa cabul yang menimpa 5 murid menyebar, sejumlah warga berjaga-jaga di sekitar sekolah.

Pasalnya, warga khawatir massa dari dari daerah lain merusak fasilitas sekolah yang didirikan atas sumbangan masyarakat tersebut. “Ini dibangun atas sumbangan dan swadaya masyarakat, bukan milik pribadi,” kata RL (61), salah satu warga.

Sementara, proses belajar mengajar tetap berjalan di sekolah yang meliburkan anak-anak setiap Kamis itu. “Proses belajar tetap berjalan seperti biasa,” kata Hendra, salah satu guru. (st/CR-2/habis)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sita Ganja Senilai Setengah Miliar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler